Oleh :
Ahmad Munadi
A.
Pendahuluan
Islam sebagai
sebuah konsep ideologi, telah berhasil membangun pondasi yang kuat bagi peradaban
dunia. Nampaknya, ini semua sebagai bentuk kesuksesan masyarakat muslim ketika
itu melakukan pembumian terhadap gagasan al Quran, sehingga terbukti secara
historis masyarakat muslim mampu memproduksi berbagai macam karya peradaban
yang tercermin dari berbagai produk olahan kreativitas mulai dari pendidikan, hukum, ekonomi, politik, sosial, filasafat, seni, sains dan
sebagainya. Hal inilah yang kemudian menjadi fakta sejarah sekaligus
sebagai bukti bahwa Islam memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap
perkembangan peradaban dunia.
Kesuksesan
tersebut tentu saja tidak lepas dari peran sentral Muhammad SAW selaku aktor
utama dibalik rancang-bangun drama peradaban dunia Islam. Risalah Islam yang
dibawa Muhammad SAW merupakan “Undang-Undang Dasar Ketuhanan” yangmemuat
peraturan Allah SWT sebagai konsep pedoman hidup di mana kerangka
operasionalnya telah diterjemahkan Muhammad SAW melalui sunnahnya.
Dalam
mengkampanyekan ajaran Islam ke penjuru dunia, Muhammad SAW membutuhkan waktu
yang relative singkat. Haekal
mengemukakan bahwa tidak sampai seratus limapuluh tahun, Islam telah menyebar
hingga wilayah Andalusia di Eropa sebelah barat, ke India, Turkestan, sampai ke
Tiongkok di Asia Timur, juga telah sampai ke Syam (meliputi Suria, Libanon,
Yordania dan Palestina sekarang), Irak, Persia dan Afganistan. Selanjutnya
negeri-negeri Arab dan kerajaan Arab, sampai ke Mesir, Cyrenaica, Tunisia,
Aljazair, Marokko, - sekitar Eropa dan Afrika - telah dijamah misi Muhammad SAW[1]
Kesuksesan misi yang diemban Muhammad SAW
tersebut, menjadikan ia sebagai tokoh dunia yang paling berpengaruh. Tidak ada
tokoh di dunia sehebat Muhammad SAW yang ajarannya masih menjadi primadona di
kalangan masyarakat dunia, hal ini terbukti dengan semakin membeludaknya
pengikut ajaran Muhammad SAW.[2]
Karena itulah kemudian tidak mengherankan jika para sejarawan baik in sider
ataupun out sider, sebut saja Taha Husain, Taufiq al Hakim, Abbas Mahmud
al Aqqad, Abdurrahman Asyarqawi, Muhammad Husain Haekal, Martin Lings, Keren
Armstrong, HAR Gibb dan seterusnya, tercuri perhatiannya untuk melakukan studi
terhadap sosok Muhammad SAW.
Dalam sejarah pendidikan
Islam, episode perjalanan Muhammad SAW telah mengilhami munculnya konsep-konsep
pendidikan Islam. Periode ini dikenal dengan masa pembinaan pendidikan Islam,
di mana masa pembinaan ini dilaksanakan Rasulullah berdasarkan petunjuk
langsung dari wahyu. Beberapa prinsip dasar pendidikan Islam yang dikampanyekan
Rasulullah pada masa pembinaan ini misalnya: tilawah al Quran, Tazkiyiah an
Nafs, Ta’lim al Kitab, ta’lim al hikmah, dan ta’lim al hikmah.[3]Konsep
yang ditawarkan Rasulullah ini sesungguhnya mencoba untuk merekonstruksi
paradigma budaya yang berkembang ketika itu. Konsep tazkiyah an Nafsmisalnya
berusaha melakukan pembersihan jiwa dari pengaruh budaya syirik dan pola pikir
jahiliyah. Upaya rekonstruksi tersebut tentu bukan hal yang mudah karena
Rasulullah harus berhadapan dengan kekuatan budaya yang mengakar sebelumnya.
Dengan demikian maka persoalan yang muncul kemudian adalah mengapa sosok Muhammad
mampu menghipnotis masyarakat jahiliyah menuju masyarakat ilmiah?
Oleh karena itu melalui
tulisan sederhana ini, penulis mencoba mendeskripsikan profil Rasulullah
sebagai seorang pendidik ideal dengan menganalisa konsep pendidikan Rasulullah
pada masa pembinaan pendidikan Islam yaitu periode Makkah dan Madinah. Uraian ini nantinya akan diawali dengan
pemaparan tentang potret masyarakat Arab pra Islam, kemudian dilanjutkan dengan
konsep pendidikan yang
ditawarkan Rasulullah pada periode Makkah dan Madinah. Oleh karena itu, mengingat luasnya kajian terkait persoalan tersebut maka apa yang dipaparkan dalam tulisanini belum secara representative kemudian memberikan gambaran pola pendidikan Rasulullah sebagai seorang pendidik
yang ideal.
B.
Profil Rasulullah sebagai Pendidik Ideal: Telaah Pola Pendidikan Islam Era Rasulullah Fase Makkah dan Madinah
Mendeskripsikan profil Rasulullah sebagai pendidik
ideal, sesungguhnya menggiring pemikiran untuk menilik
masyarakat Arab pra Islam, sebab sejarah masyarakat Arab memiliki relevansi
yang sangat kuat terhadap perkembangan peradaban Islam selanjutnya, termasuk implementasi konsep-konsep pendidikan, dan fakta sejarah menyebutkan bahwa Islam dibumikan pertama kali pada
komunitas arab. Hal inilah yang kemudian mengarahkan pena penulis untuk
menelusuri terlebih dahulu setting kondisi komunitas Arab pra kenabian
Muhammad SAW, sebelum lebih jauh melacak konsep-konsep pendidikan yang ditawarkan Rasulullah pada periode Makkah
dan Madinah.
1.
Potret
Masyarakat Arab Pra Islam
Arab terletak di
persimpangan ketiga benua, sebelah Barat dibatasi Laut Merah, Teluk Persia di
sebelah Timur, Lautan India di sebelah Selatan, dan Suriah serta Mesopotamia di
bagian Utara. Dalam catatan sejarah, semenanjung Arab pada awalnya dihuni oleh
penduduk teluk Persia yang mendirikan city-state sebelum abad ketiga
S.M.[4]
Sebelum Islam datang, komunitas Arab pada dasarnya telah memiliki
tatanan masyarakat yang sudah lama mengakar dan sekaligus menjadi prinsip
hidup. Dengan demikian, Islam sesungguhnya datang di tengah-tengah masyarakat
yang sudah memiliki tatanan masyarakat yang telah mapan, sehingga tidak
mengherankan kemudian, kondisi ini
melahirkan pertarungan hebat, sebab kedatangan Islam membawa ancaman bagi posisi
system nilai yang dibangun masyarakat Arab ketika itu.
Sebelum datangnya risalah
Muhammad SAW, masyarakat Arab telah memiliki tatanan masyarakat yang cukup baik
dan tertata, hal ini terlihat dari system kepercayaan, system politik dan
pemerintahan, system social, budaya dan peradaban yang dimilikinya. System
kepercayaan misalnya, komunitas Arab pra Islam menganut beragam agama seperti
agama tauhid, agama Ashobiyah, agama Yahudi, agama Kristen, dan Paganisme[5].
Pada system pemerintahan, masyarakat Arab pra Islam menganut system
pemerintahan yang mendekati system masyaikhah yaitu sebuah system kepemimpinan dimana pucuk
kepemimpinan dipegang oleh seorang Syeikh dan system suksesi kepemimpinan disetting
dengan menggunakan system monarchy heriditas, yaitu system suksesi
kepemimpinan yang mengakar pada hubungan geneologis.[6]
Sementara pada system social, masyarakat Arab pra Islam diformat dalam bentuk kabilah berdasarkan
pertalian darah (geneologis).[7]
Setiap anggota merupakan asset seluruh kabilah dan kabilah wajib memberikan
proteksi terhadap anggotanya, bahkan terhadap tamu sekalipun, sebab memberi
proteksi terhadap mereka merupakan suatu kehormatan.[8]
Selanjutnya dalam system kebudayaan dan peradaban, masyarakat Arab
pra Islam terkenal dengan peradaban “jahiliyah”, namun peradaban jahiliyah yang
dimaksudkan disini bukanlah peradaban masyarakat yang jauh dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, akan tetapi sebuah peradaban yang terkontaminasi
dengan virus degradasi nilai, dekadensi moral, pembangkangan, pendustaan, serta
pendurhakaan terhadap kebenaran.[9],
kondisi inilah yang kemudian mendorong Muhammad SAW melakukan rekonstruksi
bahkan mungkin dekonstruksi terhadap tatanan peradaban masyarakat arab yang
sudah sekian lama berada dalam dekapan budaya jahiliyah.
2.
Profil Rasulullah
Masyarakat Arab pra Islam, sebagaimana yang dikemukakan pada uraian
sebelumnya termasuk masyarakat yang memiliki tatanan kehidupan yang telah
mapan, hal ini tercermin dari system pemerintahan monarchy heriditas
yang diterapkannya, system social yang dibangun berdasarkan konsep kabilah,
system kepercayaan yang pluralis dan sebagainya. Semua ini tentu saja sebagai
gambaran bahwa masyarakat Arab pra Islam telah memiliki pola kehidupan
masyarakat yang “ideal”, namun persoalannya kemudian adalah konsep kebudayaan
dan peradaban yang dihasilkan justru menggiring masyarakat Arab pra Islam
menjadi masyarakat “jahiliyah” yang
menampilkan pola hidup yang kental dengan degradasi nilai, dekadensi
moralitas, dan keangkuhan serta kedurhakaannya terhadap eksistensi Ketauhidan.
Muhammad SAW adalah keturunan Bani Hasyim. Kabilah ini memiliki
posisi yang kurang mujur dalam suku Quraisy, sebab kabilah ini hanya memegang
jabatan sebagai siqayah[10].
Muhammad SAW lahir pada tahun 570 M yang dikenal dengan nama “Tahun Gajah”,
sebab pada tahun ini pasukan Abrahah, Gubernur kerajaan Habsy (Ethiopia)
menyerbu Makkah dengan mengendarai gajah untuk menghancurkan Ka’bah.[11] Insiden ini berawal dari pembangunan sebuah
katedral megah di San’a oleh Abrahah dimana bangunan ini bertujuan untuk
mengalihkan pusat ibadah haji orang Arab dari Makkah menuju katedral yang
dibangun Abrahah tersebut. Persoalan ini kemudian menyulut kemarahan suku-suku
yang tersebar di Hijaz dan Najd, hingga akhirnya salah seorang suku Kinanah
yang masih memiliki nasab dengan Quraisy melakukan perusakan terhadap bangunan
katedral tersebut. Karena tidak menerima hal tersebut, Abrahah kemudian
melakukan penyerangan terhadap Ka’bah
yang ada di Makkah.[12]
Muhammad SAW lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah
meninggal dunia tiga bulan setelah
menikah dengan ibunya, Siti Aminah. Setelah itu Muhammad SAW kemudian diasuh
oleh Halimatussa’diyah hingga berusia empat tahun, dan selama dua tahun
Muhammad SAW kembali diasuh sang bunda hingga akhirnya menjadi yatim piatu
ketika berusia enam tahun. Setelah Siti Aminah meninggal, hak asuh pun
diserahkan kepada Abdul Mutholib, namun dua tahun kemudian Abdul Mutholib
meninggal dunia dan Muhammad SAW selanjutnya hidup bersama pamannya Abu Tholib.
Semasa muda Muhammad SAW banyak menghabiskan waktunya untuk
mengembala domba milik penduduk Makkah. Terkadang Muhammad SAW juga ikut dalam
rombongan kafilah untuk ikut berdagang. Hingga suatu saat ia ikut kafilah untuk
berniaga ke Syiria. Di Bostra, dekat sebuah tempat persinggahan para saudagar
Makkah, berdiri sebuah biara yang dihuni oleh seorang pendeta Kristen bernama
Bahira. Bahira, berdasarkan sebuah manuskrip kuno meramalkan tentang akan
datangnya seorang nabi pada masyarakat Arab yang memiliki ciri-ciri tertentu
dan ternyata ciri-ciri tersebut nampak pada sosok Muhammad SAW, hingga akhirnya
Bahira meminta Abu Tholib untuk menjaga dan melindungi Muhammad SAW.[13]
3.
Pola Pendidikan Fase Makah
Ketika peradaban masyarakat
Arab pra Islam dilukiskan sebagai sebuah peradaban kelam, yang tertidur pulas
dengan selimut peradaban “jahiliyah”, maka di saat itu Muhammad SAW muncul
sebagai pencerah untuk melakukan reformasi terhadap degradasi nilai dan
dekadensi moral yang menghinggapi komunitas Arab. Sejarah ini dimulai pada
tanggal 17 Ramadhan 610, ketika Muhammad SAW mendengar bisikan wahyu ilahi
dalam perjalanan spiritualnya di Gua Hira.
Selama dua tahun, Muhammad SAW tidak pernah menceritakan pengalaman
spiritual – yang diyakini sebagai pesan Tuhan -
tersebut kepada siapa pun kecuali istrinya Siti Khadijah dan Waraqah bin
Naufal sepupunya yang beragama Kristen.Baru kemudian pada tahun 612 Muhammad
SAW menyampaikan pesan Tuhan tersebut, hingga akhirnya mendapat dukungan dari
Ali bin Abi Tholib, Abu Bakar, dan Utsman bin Affan seorang saudagar kaya.[14] Misi yang dilakukan Muhammad SAW ini masih
berupa “gerakan bawah tanah”, baru kemudian menjadi gerakan terbuka ketika
turun perintah Tuhan untuk menjalankan misi secara terbuka.[15]
Pola pendidikan yang dibangun Rasulullah pada prinsipnya seiring dengan fase-fase dakwah yang dilakukan kepada kaum Quraisy. Terkait persolan tersebut Kamaruzzaman sebagaimana yang dirilis Nizar mengemukakan 3 fase pendidikan Islam:Pertama, Tahap pendidikan Islam secara
Rahasia dan Perorangan. Pada awal turunnya wahyu pertama Al Quran
surat Al Alaq ayat 1-5, Pola pendidikan yang dilakukan adalah sembunyi-sembunyi
mengingat kondisi sosial-politik yang belum stabil, dimulai dari dirinya
sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Rasulullah mendidik isterinya,
Khadijah untuk beriman dan menerima petunjuk dari Allah, kemudian diikuti oleh
anak angkatnya Ali ibn Abi Thalib ( anak pamannya ) dan Zaid ibn Haritsah (
seorang pembantu rumah tangganya yang kemudian diangkat menjadi anak angkatnya
). Kemudian sahabat karibya Abu Bakar Siddiq. Secara berangsur-angsur ajakan
tersebut di sampaikan secara meluas, tetapi masih terbatas di kalangan keluarga
dekat dari suku Quraisy; Kedua, Tahap pendidikan Islam secara
terang-terangan
Perintah dakwah secara terang-terangan dilakukan oleh Rasulullah, seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak dan untuk meningkatkan jangkau seruan dakwah, karena diyakini dengan dakwah tersebut banyak kaum Quraisy yang akan masuk agama islam, Ketiga, Tahap pendidikan Islam untuk Umum. Rasulullah mengubah strategi dakwahnya dari seruan yang terfokus kepada keluarga dekat beralih kepada seruan umum, umat manusia secara keseluruhan. Seruan dalam skala “ internasional “ tersebut didasarkan kepada perintah Allah dalam surah Al Hijr ayat 94-95.[16]
Perintah dakwah secara terang-terangan dilakukan oleh Rasulullah, seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak dan untuk meningkatkan jangkau seruan dakwah, karena diyakini dengan dakwah tersebut banyak kaum Quraisy yang akan masuk agama islam, Ketiga, Tahap pendidikan Islam untuk Umum. Rasulullah mengubah strategi dakwahnya dari seruan yang terfokus kepada keluarga dekat beralih kepada seruan umum, umat manusia secara keseluruhan. Seruan dalam skala “ internasional “ tersebut didasarkan kepada perintah Allah dalam surah Al Hijr ayat 94-95.[16]
Dengan lebih
spesifik, Mahmud Yunus sebagaimana yang dikemukakan Zuhairini mengidentifikasi
pola pendidikan Islam fase Makah yaitu: [17]
a.
Pendidikan keagamaan, yaitu hendaklah
membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama berhala.
b.
Pendidikan akliyah dan ilmiyah, yaitu itu mempelajari kejadian manusiadari segumpal darah
dan kejadian alam semesta.
c.
Pendidikan akhlak dan budi pekerti, yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada
sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
d.
Pendidikan Jasmani atau Kesehatan, yaitu mementingkan kebersihan
pakaian, badan dan tempat kediaman.
Sementara
itu lembaga pendidikan dan sistem pembelajaran masa Rasulullah pada fase
Mekkah teridentifikasi dalam dua
kategori : rumah Arqam bin Arqam dan Kuttab. Dalam sejarah pendidikan Islam
Istilah Kuttab telah dikenal di kalangan bangsa arab pra-Islam.[18] IstilahKuttab atau maktab, berasal dari kata dasar “kataba” yang
berarti menulis. Dengan demikian kuttab
adalah tempat belajar menulis. Pengertian lain, kuttab diambil dari kata
“taktib” yaitu belajar menulis; dan mengajar menulis itulah fungsinya kuttab.
Selain belajar menulis, pada perkembangan selanjutnya, di kuttab diajarkan pula
Alquran, baik bacaan maupun tulisan dan pokok-pokok ajaran islam.[19]
4.
Pola Pendidikan Fase Madinah
Berbedadengan periode Makkah,
pada periode Madinah, Islam telah menjadi kekuatan politik.
Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad
juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai
kepala pemerintahan.
Sebelum berbicara lebih jauh terkait pola pendidikan yang diimplementasikanRasulullah pada fase Madinah, perlu dikemukakan di
sini bahwa intimidasi dan tekanan-tekanan yang dilakukan
kafir Quraisy terhadap kaum muslimin,
sesungguhnya merupakan titik awal yang memaksa kaum muslim untuk melakukan
hijrah ke Yasrib. Lebih spesifik, faktor yang menyebabkan Muhammad SAW
melakukan hijrah ke Yatsrib adalah:[20] 1) cobaan dan tekanan dari kafir Quraisy, 2) Adanya jaminan keamanan dari
penduduk Yatsrib, 3) Kekhawatiran akan berpalingnya kaum muslim dari Islam
karena tekanan kafir Quraisy, 4) Allah SWT mengizinkan kaum muslimin berperang[21]Dengan demikian maka pasca peristiwa hijrah, rasulullah melakukan up
dating terhadap pola pendidikan yang selama ini diterapkan di Makkah.
Berdasarkan
analisa dari rentetan peristiwa selama periode Madinah, maka dapat dikemukakan
di sini bahwa pola pendidikan yang dikembangkan Rasulullah di Madinah berkaitan
dengan:
1.
Pendidikan Pluralisme
Setelah berada
di Yasrib, Muhammad SAW diangkat menjadi pemimpin penduduk kota itu. Inilah yang
kemudian menjadi babak awal kekuatan politik umat Islam ketika itu. Sisi menarik dari system politik yang dibangun oleh Muhammad
SAW adalah bahwa negara
Madinah tersebutdibangun di atas pondasi kondisi social yang
heterogen. Etnis Arab dengan beraneka suku, dan juga
berbagai jenis keyakinan, Yahudi dengan beberapa sektenya,
Nasrani serta masyarakat suku paganism yang belum mempunyai agama, serta
Islam sendiri. Keanekaragaman ini dapat dipersatukan dalam suatu sitem politik
yang dibangun oleh Muhammad SAW. Pada
masa kenabian tidak ada lagi perang antar suku, tidak juga ada superioritas
kelompok tertentu atas yang lain. Semua dapat hidup damai, saling menghormati
satu dengan lain.
Dalam rangka
mengharmoniskan hubungan antara komunitas di Madinah Muhammad SAW
menandatangani MOU dengan penduduk Madinah yang berisi: 1) Kelompok ini mempunyai pribadi
keagamaan dan politik, kelompok berhak menghukum orang yang membuat kerusakan, 2) Kebebasan beragama terjamin buat semua,
3) Penduduk madinah berkewajiban saling menolong, baik moril maupun materil, 4)
Rasulullah adalah pemimpin penduduk Madinah, karena itu setiap ada perselisihan
maka rasul menjadi solusinya[22]Muhammad saw mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan
pertentangan anatr suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka.nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula diantara sesama Muhajirin,
kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan lahirnya persaudaraan itu
bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.[23]
Untuk
menjalin kerjasama dan saling menolong dalam rangka membentuk tata kehidupan
masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang
merupakanpendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, baik
secara materil maupun moral. Rasa harga diri dan kebanggaan sosial tersebut
lebih mendalam lagi setelah Nabi Muhammad SWA menapat wahyu dari Allah untuk
memindahkan kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah,
karena dengan demikian mereka merasa sebagai umat yang memiliki identitas.[24]
Setelah selesai Nabi Muhammad mempersatukan kaum
muslimin, sehingga menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan
kaum Yahudi, penduduk Madinah.
Dalam perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat dengan kaum
muslimin, tolong- menolong , bantu-membantu, terutama bila ada seranga musuh
terhadap Madinah. Mereka harus memperhatikan negri bersama-sama kaum Muslimin,
disamping itu kaum Yahudi merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadat menurut
kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian persahabatan yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW.[25]
2.
Pendidikan Sosial Politik dan Kewarganegaraan
Selanjutnya
kebijakan politik yang pertama kali dilakukan Muhammad SAW adalah dengan
meletakan konsep dasar masyarakat madinah yang tercermindalam tiga point yaitu:[26]Pertama, Mendirikan Masjid, masjid ini dijadikan
sebagai central kegiatan kemasyarakatan, tidak hanya terbatas pada persoalan
ibadah. Masjid dijadikan sebagai media pemersatu umat.[27]Kedua,menciptakan kohesi sosial melalui proses
persaudaraan antara dua komunitas yang berbeda yaitu “Quraisy” dan “Yatsrib”
yang dikenal dengan komunitas “Muhajirin” dan “Anshar” di
mana kedua komunitas ini menyatu dalam ikatan agama. Ketiga, membuat
nota kesepakatan untuk hidup bersama dengan komunitas lain yang berbeda,
sebagai sebuah masyarakat pluralistik yang mendiami wilayah yang samauntuk saling membantu antara sesama, baik muslim maupun non-muslim.
Materi
pendidikan sosial dan kewarnegaraan Islam pada masa itu adalah pokok-pokok
pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci
lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun Selama periode
Madinah.
Tujuan
pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur, pokok-pokok pikiran konstitusi
Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di Madinah saja, tetapi luas, baik dalam
kehidupan bangsa Arab maupun dalam kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Sementara itu
sebagai landasan dalam mewujudkan interaksi social yang kondusif antar
komunitas yang heterogen tersebut Muhammad SAW memprakarsai sebuah Undang-undang kemasyarakatan yang selanjutnya
dikenal dengan sebutan Piagam Madinah[28] yang menjadi konstitusi dalam upaya menyatukan semua komponen masyarakat
di Madinah. Para sejarawan Barat mengakui eksistensi Piagam Madinah sebagai
sebuah dokumen politik terlengkap dan tertua jauh mendahului Declaration
of Human Right produk Amerika Serikat ataupun konstitusi Magna
Charta.[29]Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal yang dapat diuraikan sebagai berikut:[30]
Dalam perkembangan selanjutnya,
terjadi perubahan nama dari Yatsrib menjadi Madinah yang dipahami oleh umat
Islam sebagai sebuah manifestasi
ide Muhammad SAW untuk mewujudkan sebuah
masyarakat madani. Perubahan nama dari Yatsrib menjadi Madinah, pada hakekatnya merupakan
sebuah pernyataan niat, sikap, proklamasi atau deklarasi, bahwa di
tempat baru itu, Muhammad SAW bersama
para pengikutnya hendak membangun suatu masyarakat yang berkeadilan
dan berkeadaban. Namun sebagian ahli
sejarah menyatakan, bahwa sebenarnya Muhammad SAW tidak pernah memproklamirkan
negara Madinah, sebab bukan kedaulatan wilayah yang menjadi tujuan utama
gerakan Muhammad Saw. Negara yang hendak dibangun Islam adalah negara yang
memberi ruang pada kedaulatan aqidah (ideologi) dan fikrah (paradigma).[31]
Negara yang dibangun Muhammad SAW di Yastrib tersebut nampaknya lebih tepat
dikatakan sebagai negara humanisme, karena negara ini didirikan atas
dasar ideologi egaliteritasm yang dapat didirikan di mana saja, bukan
hanya di kota Madinah, karena dasarnya adalah ideologi, maka sifatnya menjadi
universal, tidak tergantung dan terbatas pada wilayah geografis tertentu.
Muhammad
Imarah, dalam karyanya berjudul Mafhum al-Ummat fi Hadarat al-Islam,[32]
menyatakan bahwa ummah yang dibentuk oleh Muhammad Saw di Madinah adalah
merupakan ummah yang bersifat agama dan politik atau masyarakat agama dan
politik. Sebab Muhammad Saw dalam menghimpun penduduk Madinah dari berbagai
golongan tanpa memaksa mereka untuk memeluk agama Islam.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ummah yang dibentuk Muhammad Saw di kota
Madinah bersifat inklusif, karena Nabi tidak membentuk masyarakat politik yang
eksklusif untuk kaum muslimin saja, tetapi Muhammad SAW menghimpun semua
komunitas atau golongan penduduk Madinah tanpa ada sekat pembeda. Perbedaan
aqidah atau agama di antara mereka tidak menjadi alasan untuk tidak bersatu
padu dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan demikian maka makna
substansi dari piagam madinah sesungguhnya adalah prinsip keadilan dan
kesederajatan serta prinsip inklusivitas.
Prinsip
kesederajatan dan keadilan yang dibangun Nabi, mencakup semua aspekbaik
politik, ekonomi, maupun hukum. Pertama, aspek politik, Muhammad
SAW mengakomodir seluruh kepentingan, semua rakyat mendapatkan hak
yang sama dalam politik, walaupun penduduk
Madinah sangat heterogen, baik dalam arti agama, ras, suku dan
golongan-golongan. Kedua, aspek ekonomi, Muhammad SAW mengaplikasikan ajaran egaliterianisme, yakni
pemerataan saham-saham ekonomi kepada seluruh masyarakat. Ketiga, aspek Hukum,
Muhammad
SAW memahami aspek hukum
sangat urgen dan signifikan kaitannya dengan stabilitas suatu bangsa, karena
itulah Muhammad
SAW tidak pernah membedakan manusia
berdasarkan status social. Muhammad SAW sangat
tegas dalam menegakan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di
Madinah, artinya tidak ada seorangpun kebal hukum. Prinsip konsisten legal
harus ditegakkan tanpa pandang bulu, sehingga supermasi dan kepastian hukum
benar-benar dirasakan semua anggota masyarakat.[33]
Pondasi yang
dibangun Muhammad SAW sebagaimana yang tertuang dalam Piagam Madinah yang kemudian dijadikan sebagai landasan bagi
kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di Madinah ketika itu pada prinsipnya mengandung dua prinsip pokok
yaitu: 1) semua pemeluk Islam meskipun
berasal dari banyak suku tetapi tetap merupakan satu komunitas; 2) hubungan
antar sesama komunitas Islam dan antara anggota komunitas lain didasarkan atas
prinsip: (a) bertetangga baik; (b) saling membantu menghadapi musuh bersama;
(c) membela mereka yang teraniaya; (d) saling menasehati; (e) menghormati
kebebasan beragama.[34]
Narasi tersebut
di atas sesungguhnya membuka cakrawala pemikiran bahwa Islam bukanlah
semata-mata berorientasi pada dakwah yang substansinya mengarah pada persoalan
keakhiratan, namun argument ini tidak secara sederhana kemudian membelokan
pemikiran bahwa Islam berorientasi pada kekuasaan dan politik semata.
C.
Penutup
Rasulullah adalah sosok pendidik ideal yang cukup
fenomenal sepanjang sejarah, yang mampu menawarkan konsep-konsep pendidikan
sebagai problem solving atas problematika umat. Konsep-konsep pendidikan
tersebut telah dikampanyekan Rasulullah selama periode Makah dan Madinah
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Makkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya
adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim, agar
jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah
laku dalam kehidupan sehari-hari. Sementara pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Madinah dapat dikatakansebagai
pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan
tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik.
[2]Sebuah penelitian bertitel "The Future of the Global Muslim
Population" ini memproyeksikan bahwa jumlah penduduk muslim pada 2030
akan mengambil 26,4 persen dari total populasi dunia yang diperkirakan akan
mencapai 8,3 miliar jiwa. Itu menandakan penduduk muslim saat ini yang
mengambil porsi 23,4 persen dari total penduduk dunia yang sekarang mencapai
6,9 miliar, mengalami peningkatan 3 persen. Di Eropa, Pew memprediksi bahwa
jumlah penduduk muslim akan meningkat hampir sepertiga dari jumlah sekarang
pada 20 tahun ke depan, dari 44,1 juta orang atau enam persen dari total
penduduk Eropa pada 2010, menjadi 58,2 juta orang atau delapan persen dari
total penduduk Eropa pada 2030.Penduduk muslim Inggris diprediksi naik dari 4,6
persen menjadi 8,2 persen pada 2030, sedangkan tahun itu juga penduduk muslim
Austria akan mencapai 9,3 persen dari total penduduk, padahal proporsi saat ini
adalah enam persen.Rusia, yang bukan anggota Uni Eropa, akan terus menjadi
negara berpenduduk muslim terbanyak di Eropa yang pada 2030 akan memiliki
penduduk muslim 18,6 juta orang atau 14,4 persen dari total penduduk negara
terluas dunia itu.Sementara Amerika Serikat diproyeksikan akan memliki jumlah
penduduk muslim yang lebih banyak dibandingkan negara-negara Eropa di luar
Rusia dan Prancis. Namun proporsi penduduk muslim AS akan lebih kecil
dibandingkan negara-negara Eropa.Jumlah penduduk muslim AS diperkirakan akan
tumbuh dari tingkat sekarang yang kurang dari 1 persen menjadi 1,7 persen pada
2030. Proporsi ini membuat jumlah penduduk muslim akan sebanyak penduduk
Yahudi atau penganut gereja Episkopal.Pada 2030, demikian penelitian tersebut,
jumlah penduduk muslim AS akan melonjak dari 2,6 juta jiwa pada 2010, menjadi
6,2 juta pada 2030. Lihat:http://www.antaranews.com/berita/1296115999/penduduk-muslim-bakal-jadi-mayoritas-di-dunia
[3]Tadjab, “Perbandingan Pendidikan: Studi Perbandingan Tentang Beberapa
Aspek Pendidikan Barat Modern, Islam dan Nasional”, (Surabaya: Karya
Abditama, 1994), h. 68
[4] M.M. Al
A’zami, Sejarah Teks al Quran dari Wahyu sampai Kompilaasi, (Jakarta:
Gema Insani, 2005), h. 15
[5]Agama
Tauhid, agama ini dibawa dan disampaikan oleh para nabi terdahulu, antara
lain: Nabi Hud kepada komunitas Ad, dan Nabi Shaleh kepada komunitas kaum
Tsamud. Termasuk kepada agama tauhid ini juga adalah agama Hanif yang
diajarkan oleh nabi Ibrahim a.s dan
putranya Ismail a.s. dalam konteks ini hanif dapat dimaknai sebagai
sekumpulan orang-orang Arab yang selama zaman jahiliyah tetap dalam kepercayaan
agama yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim a.s, dan putranya Ismail a.s dan tidak
meyakini kepercayaan serta tidak melakukan ibadah ritual yang diperaktekan oleh
bangsa Arab pra Islam, yang menganut system kepercayaan paganisme. Agama
Ashabiyah, yaitu kepercayaan dan penyembaha kepada benda-benda langit,
seperti: bintang, bulan, dan matahari. Kepercayaan ini mereka yakini karena
benda langit tersebut diasumsikan dapat mengatur alam yang luas ini. Agama
Yahudi, agama ini bertitik tumpu pada syariat yang diajarkan oleh Nabi Musa
a.s untuk komunitas Bani Israil. Ketika nabi Musa diusir oleh Firaun dari Mesir,
mereka berhijtah ke Palestina. Tetapi di negeri ini, Nabi Musa a.s dan pengikut agama Yahudi menuai
resistensi, bahkan penguasa romawi di negeri ini, terus menerus melakukan
pengejaran dan pembantaian terhadap pengikut agama yahudi ini. Dalam konteks
yang tidak kondusif , sebagian pengikut Yahudi bereksodus ke Jazirah Arab dan
berdomisili di Yatsrib, Wadil Quro, Yaman, dan Khaibar.
Agama Kristen,
agama ini diyakini oleh sebagian komunitas arab pra Islam yang berdomisili di
bagian Utara dan Selatan. Ada beberapa factor yang membumikan agama Kristen di
jazirah Arab, antara lain: pproses kristenisasi yang sangat itensif,
doktrin-doktrinya difondasikan di atas prinsip-prinsip humanism. Sebagaimana
halnya agama Yahudi, Kristen tidak bias berurat akar di lubuk hati bangsa Arab,
penyebabnya adalah adanya berbagai kepercayaan yang aneh-aneh dan sulit
dipahami serta dirasionalkan oleh bangsa Arab pra Islam. Paganisme,
yaitu suatu kepercayaan terhadap berhala-berhala. Kepercayaan ini amat lazim
menghampiri seluruh lapisan masyarakat Arab pra Islam.Lihat : H.M. Zaki, Menggali Sejarah Menimba Ibrah:
Tafsir Baru atas Faktaneka Sejarah Islam Klasik, (Mataram: Arga Puji Press,
2007), h. 28-31
[6]H.M. Zaki, Ibid.
h. 32-33
[7]H.M. Zaki, Ibid
[8] M. M. A’zami, Op.
Cit.h. 21
[9] H.M. Zaki, Op.
Cit. h. 36
[10] Pengadaan air
minum bagi para jamaah Haji lihat : M.M. A’zami, Sejarah Teks al Quran dari
Wahyu sampai Kompilaasi, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 21
[12] Martin Lings, Muhammad: Kisah hidup Nabi Berdasarkan sumber Klasi), (Jakarta:
PT Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 39
[13] Martin Lings, Ibid.
h. 57-60
[18]Samsul Nizar. Sejarah
Pendidikan Islam: Menelusuri jejak sejarah pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2007), h. 7
[19]Bahaking Rama. Sejarah Pendidikan Islam: Pertumbuhan dan Perkembangan Hingga Masa
Khulafaurrasidin, (Jakarta : Paradotama Wiragemilang, 2002), h. 111.
[20] Badri YAtim,
Ibid. h. 95-100
[22] A. Syalabi,
Ibid., h. 119
[26] A. Syalabi, Ibid,
[27]Dalam sejarah, masjid yang pertama kali dibangun
Nabi adalah Masjid At-Taqwa di Quba pada jarak perjalanan kurang dari 2 mil
dari kota Madinah ketika Nabi berhijrah dari Mekkah. Nakoesten sebagai mana yang dikutip Samsul Nisar Mengatakan bahwa
pendidikan Islam yang berlangsung di mesjid adalah pendidikan yang unik karena
memakai system halaqah (lingkaran). Sang syekh biasanya duduk di dekat
dinding atau pilar mesjid, sementara siswanya duduk di depannya membentuk
lingkaran dan lutut para siswa silang bersentuhan. Bila ditinjau lebih lanjut,
bahwa system halaqah seperti demikian, adalah bentuk pendidikan yang
tidak hanya menyentuh perkembangan dimensi intelektual, akan tetapi lebih
menyentuh dimensi emosional dan spiritual peserta didik. Adalah merupakan
kebiasaan dalam halaqah bahwa murid yang lebih tinggi pengetahuannya
duduk di dekat syekh. Murid yang level pengetahuannya lebih rendah dengan
sendirinya akan duduk lebih jauh, serta berjuang dengan keras agar dapat
mengubah posisinya dalam halaqahinya, sebab dengan sendirinya
posisi dalam halaqah menjadi sangat singnifikan. Meskipun tidak ada
batasan resmi, sebuah halaqah biasanya terdiri dari sekitar 20 orang
siswa.
[28] Piagam Madinah
adalah konstitusi Negara muslim pertama. Piagam Madinah dibuat sebelum perang
Badar (2H). beberapa asas yang dikandung dari Piagam Madinah adalah : (1) Asas
Kebebasan Beragama, (2) Asas Persamaan,
(3) Asas Kebersamaan (4) Asas Keadilan,
(5) Asas Perdamaian dan Berkeadilan, (6) asas Musyawarah lihat: H.M.
Zaki, Menggali Sejarah Menimba Ibrah: Tafsir Baru atas Faktaneka Sejarah Islam Klasik, (Mataram: Arga Puji Press, 2007), h. 125.
[29] H.M. Zaki,
Ibid., h. 123
[30]Menurut riwayat Ibnu
Ishaq dalam bukunya Sirah an-Nabi SAW juz II hal 119-123, dikutip Ibnu
Hisyam (wafat : 213 H.828 M). Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh A.
Guillaume, The Life of Muhammad (1955) dan Muhammad Hamidullah, The
First Written Constitution in the World (1965). disistematisasikan ke dalam
pasal-pasal oleh Dr. AJ Wensinck dalam bukunya Mohammad en de Yoden le
Medina (1928), pp. 74-84, dan W Montgomery Watt dalam bukunya Mohammad
at Medina (1956), pp. 221-225 Lihat: Pasukan
Khairaummah, Piagam Madinah: Perlembagaan Pertama di Dunia,
[34] H. Munawir
Sadjali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah
dan Pemikiran, (Jakarta: UI-Press, 1992), h. 15
izin copy
BalasHapusSilakan bang
Hapus