Artikel

Sabtu, 25 April 2015

TELAAH SINGKAT TAFSIR AL MISHBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB

Oleh :

Ahmad Munadi

  1. Pendahuluan
Al Quran menginformasikan dirinya sebagai hudan linnas yang akan memberikan petunjuk kepada manusia jalan keselamatan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan demikian, maka al Quran tentu saja menjadi sesuatu yang sangat urgen dalam pentas kehidupan manusia, mengingat hal tersebut maka memahaami maksud petunjuk al Quran tentu menjadi sebuah keharusan, sebab bagaimana munkin seseorang mempedomani sesuatu yang tidak difahami maksudnya. Upaya memahami maksud al Quran itulah yang kemudian dikenal dengan tafsir, sehingga jelas tafsir dalam hal ini menempati posisi yang sangat strategis.
Tafsir merupakan penjelasan maksud al Quran berdasarkan kemampuan manusia. Kemampuan inipun bervariasi, sehingga apa yang dicerna atau diperoleh oleh seorang penafsir dari al Quran bervariasi pula sesuai dengan kecendrungannya.[1] Seorang ahli hukum tentu memiliki kecendrungan yang berbeda dengan ahli bahasa ketika memahami maksud firman Allah, sehingga pesan yang dicerna dari maksud firman tersebut tentu akan bervariasi.
Abdullah Daraz sebagaimana yang dikemukakan Quraish Shihab mengatakan bahwa al Quran bagaikan intan setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Dan tidak mustahil jika anda mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak ketimbang apa yang anda lihat.[2] Ungkapan ini tentu mengindikasikan bahwa al Quran tidak memiliki keterbatasan, dalam hal ini Arkoun mengungkapkan bahwa al Quran memiliki kemungkinan arti yang tak terbatas.....kesan  yang diberikannya mengenai pemikiran dan penjelasan berada pada tingkat wujud mutlak.....dengan demikian, ayat-ayatnya selalu terbuka (untuk interpretasi baru), tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal.[3]
Mengingat persoalan tersebut, maka tidak mengherankan kemudian banyak mufasir mencoba memperkenalkan maksud al Quran dengan sudut pandang yang berbeda-beda, salah satu di antaranya adalah M. Quraish Shihab salah seorang ahli tafsir di Indonesia yang berusaha memperkenalkan maksud firman Allah SWT dari sudut bahasa dan keserasian ayat-ayatnya. Konsep yang ditawarkan M. Quraish Shihab ini semakin menarik ketika mengemas ide tersebut dengan bahasa yang lugas, logis, mudah dicerna serta disesuaikan dengan kondisi masyarakat.
Oleh karena itu dalam tulisan ini penulis akan mencoba memperkenalkan tafsir Al Mishbah  karya M. Quraish Shihab yang sekaligus menjadi karya terhebat yang pernah lahir dari pena kreatif seorang tokoh tafsir Indonesia ini. Dalam tulisan ini nantinya akan dimulai dengan pemaparan riwayat hidup M. Quraish Shihab, karya-karyanya, metode tafsir al Mishbah serta keunggulannya.
 
  1. Pembahasan
1.      Riwayat Hidup M. Quraish Shihab[4]
Muhammad Quraish Shihab adalah seorang ulama kontemporer spesialisasi tafsir yang lahir di Rappang, Sulawesi Selatan pada 16 Februari 1944. Beliau adalah salah seorang putra Prof. K.H. Abdurrahman Shihab[5], seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang, beliau melanjutkan pendidikan menengah di Malang sambil menimba ilmu di Pondok Pesantren Darul Hadits Al Faqihiyah. Pada tahun 1958 beliau berangkat ke Kairo Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyah Al Azhar. Pada tahun 1967, beliau meraih gelar Lc (S1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas Al Azhar. Kemudian beliau melanjutkan pendidikan di Fakultas yang sama serta meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang tafsir al Quran pada tahun 1969 dengan mengangkat judul tesis al I’jaz al Tasyri’iy li al Quran al Karim.
Setelah menyelesaikan program pascasarjana, M. Quraish Shihab dipercayakan untuk menjabat Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin, Ujung Pandang. Di samping itu, beliau juga diserahi jabatan-jabatan lain, baik di dalam kampus seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta ( Wilayah VII Indonesia bagian Timur ), maupun tugas di luar kampus seperti Pembantu Kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama berada di Ujung Pandang beliau banyak melakukan penelitian  antara lain penelitian dengan tema “Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan “Masalah Waqaf Sulawesi Selatan” (1978).
Pada tahun 1980, M. Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikannya di Universitas al Azhar. Tahun 1982, dengan desertasi yang berjudul Nazhm Al Durar li Al Biqa’iy, Tahqiq wa Dirasah beliau berhasil memperoleh gelar doktor dalam ilmu-ulmu al Quran dengan yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat I (mumtaz ma’a martabat asy Syaraf al ‘Ula).
Setelah menyelesaikan program doktoral, M. Quraish Shihab ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ( sekarang UIN Syarif Hidayatullah Ciputat ). Di sini Quraish Shihab aktif mengajar dalam bidang tafsir dan ulum al-Qur’an di program S1, S2, dan S3. dan beliau juga mendapat jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta dalam dua periode yaitu pada tahun 1992-1996 dan 1997-1998, ia juga dipercaya menjadi Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal tahun 1998, pada kabinet terakhir Soeharto, kabinet Pembangunan IV. Pada tahun 1999, Quraish Shihab diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir yang berkedudukan di Kairo. Selain itu, beliau juga dipercaya memegang beberapa jabatan antara lain Ketua MUI Pusat sejak tahun 1984; Anggota Lajnah Pentashhih al Quran Depag RI sejak tahun 1989; Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional sejak tahun 1989, dan Ketua Lembaga Pengembangan. Di samping itu beliau juga aktif dalam berbagai organisasi profesional antara lain Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari’ah; Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; dan asisten Ketua Umum ICMI. Dan yang tak kalah pentingnya adalah M. Qurais Shihab aktif dalam kegiatan tulis menulis. Di surat kabar Pelita, pada setiap hari Rabu beliau menulis dalam rubrik “Pelita Hati”. Beliau juga mengasuh rubrik “Tafsir al Amanah” serta tercatat sebagai Anggota Dewan Redaksi majalah Ulumul Quran dan Mimbar Ulama di Jakarta.
Tidak hanya sebagai seorang penulis, M. Quraish Shihab juga seorang penceramah handal yang mampu menyampaikan pendapat serta gagasan dengan bahasa yang sederhana, mudah dicerna, lugas sekaligus logis serta cendrung berfikir moderat, sehingga bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan ceramah ini dilakukan di berbagai tempat sepeti di Masjid At Tin, Masjid Fathullah, Masjid Istiqlal dan termasuk juga membagi ilmu pada program stasiun-stasiun  TV pada setiap bulan Ramadhan seperti di RCTI ataupun di Metro TV.

2.      Karya-karya M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab adalah seorang penulis yang produktif sehingga banyak melahirkan karya-karya yang selanjutnya menjadi referensi ilmiah terutama pada bidang tafsir al Quran. Berikut ini adalah beberapa karya M. Quraish Shihab :
1)      Tafsir Al Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya, Ujung Pandang : IAIN Alaudin, 1984
2)      Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Departemen Agama, 1987
3)      Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir surat Al Fatihah), Jakarta: Untagma, 1988
4)      Membumikan Al Quran (Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat), Bandung: Mizan, 1992
5)      Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama, Bandung: Mizan, 1999
6)      Fatwa-fatwa Seputar Ibadah Mahdhah, Bandung: Mizan, 1999
7)      Menyingkap Tabir Illahi Asma al Husna dalam Perspektif al Quran, Jakarta: Lentera Hati, 1998
8)      Persoalan Penafsiran Metaforis atas Fakta-fakta Tekstual, Jakarta: Paramadina, 1995
9)      Sahur Bersama, Bandung: Mizan, 1997
10)  Studi Kritis Tafsir Al Manar karya Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Bandung: Pustaka Hidayah, 1994
11)  Tafsir al Quranil Karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997
12)  Lentera Hati (Kisah dan Hikmah Kehidupan ), Bandung: Mizan, 1994
13)  Lentera Al Quran ( kisah dan Hikmah Kehidupan ), Bandung: Mizan, 2008
14)  Untaian Permata Buat Anakku ( Pesan Al Quran untuk Mempelai, al Bayan, 1995
15)  Mukjizat Al Quran ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Aspek Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib, Bandung: Mizan, 1997
16)  Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat dalam Al Quran dan As Sunnah serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu dan Masa Kini, Jakarta: Lentera Hati, 1999
17)  Secercah Cahaya Ilahi ( Hidup Bersama Al Quran ), 2007
18)  Wawasan Al Quran ( Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1997
19)   Haji Bersama M. Quraish Shihab
20)  Tafsir Al Mishbah, Tafsir 30 Juz, Jakarta: Lentera Hati

3.      Metode Tafsir al Mishbah
Sebelum membahas lebih jauh konstruksi metode penafsiran dalam al Mishbah secara khusus, baik kiranya dipaparkan terlebih dahulu  beberapa informasi terkait tafsir al Mishbah dimana tafsir ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2000 yang kemudian disambut hangat oleh masyarakat terutama para pecinta al Quran.
Tafsir al Mishbah menghimpun lebih dari 10.000 halaman dengan 15 jilid dengan rincian sebagai berikut :
Jilid 1        : Surat Al Fatihah s/d Surat Al Baqarah 624 halaman
Jilid 2        : Surat Ali Imron s/d Surat An Nisa 659 halaman
Jilid 3        : Surat Al Maidah 257 halaman
Jilid 4        : Surat Al An’am 367 halaman
Jilid 5        : Surat Al A’raf s/d Surat At Taubah 765 halaman
Jilid 6        : Surat Yunus s/d Surat Ar Ra’du 613 halaman
Jilid 7        : Surat Ibrahim s/d Surat Al Isra’ 585 halaman
Jilid 8        : Surat Al Kahfi s/d Surat Al Anbiya 524 halaman
Jilid 9        : Surat Al Hajj s/d Surat Al Furqon 554 halaman
Jilid 10      : Surat Asy Syu’ara s/d Surat Al Ankabut 547 halaman
Jilid 11      : Surat Ar Rum s/d Surat Yasin 582 halaman
Jilid 12      : Surat Ash Shaffat s/d Surat Az Zukhruf 601 halaman
Jilid 13      : Surat Ad Dukhon s/d Surat Al Waqi’ah 586 halaman
Jilid 14      : Surat Al Hadid s/d Surat Al Mursalat 695 halaman
Jilid 15      : Juz ‘Amma 646 halaman
Sementara itu pengambilan istilah “ Al-Mishbah “ memiliki beberapa alasan dan pertimbangan. Alasan pengambilan nama “Al Mishbah” sebagaimana yang dikemukakan M. Qurais Shihab di dalam kata pengantar bahwa  al-Misbah berarti lampu, pelita, lentera atau benda lain yang berfungsi serupa, yaitu memberi penerangan bagi mereka yang berada dalam kegelapan. Dengan memilih nama ini, dapat diduga bahwa Quraish Shihab berharap tafsir yang ditulisnya dapat memberikan penerangan dalam mencari petunjuk dan pedoman hidup terutama bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam memahami makna al-Qur’an secara langung karena kendala bahasa.
Al-Qur’an itu adalah petunjuk, tapi karena al-Qur’an disampaikan dengan bahasa Arab, sehingga banyak orang yang kesulitan memahaminya. Disinilah manfaat tafsir Al-Misbah yaitu untuk membantu mereka yang mengalami kesulitan dalam memahami al Quran. Di samping itu, pemilihan nama ini didasarkan pada awal kegiatan Quraish Shihab dalam hal tulis-menulis di Jakarta.
Sebelum beliau bermukim di Jakarta pun, memang sudah aktif menulis tetapi produktifitasnya sebagai penulis dapat dinilai, mulai mendapat momentumnya setelah bermukim di Jakarta. Pada 1980-an, beliau menulis rubrik “Pelita Hati” pada harian Pelita. Pada 1994, kumpulan tulisannya diterbitkan oleh Mizan dengan judul Lentera Hati.
Latar belakang penulisan tafsir al-Misbah ini diawali oleh penafsiran sebelumnya yang berjudul “tafsir al-Qur’an al-Karim” yang diterbitkan Pustaka Hidayah pada tahun 1997 yang dianggap kurang menarik minat orang banyak, bahkan sebagian mereka menilainya bertele-tele dalam menguraikan pengertian kosa kata atau kaidah-kaida yang disajikan. Akhirnya Muhammad Quraish Shihab tidak melanjutkanupayaitu[6].
Jadi jelas bahwa yang melatar belakangi lahirnya Tafsir al-Misbah ini adalah karena antusias masyarakat terhadap al-Qur’an di satu sisi baik dengan cara membaca dan melagukannya. Namun di sisi lain dari segi pemahaman terhadap al-Qur’an masih jauh dari memadai yang disebabkan oleh faktor bahasa dan ilmu yang kurang memadai, sehingga tidak jarang orang membaca ayat-ayat tertentu untuk mengusir hal-hal yang ghaib seperti jin dan setan serta lain sebagainya. Padahal semestinya ayat-ayat itu harus dijadikan sebagai hudan (petunjuk) bagi manusia. Adapun metode  penafsiran yang digunakan dalam tafsir al Misbah adalah metode tahlili, yaitu penafsiran ayat per ayat berdasarkan tata urutan al Quran
Setiap tafsir tentu memiliki rujukan tertentu begitu juga dengan tafsir al-Misbah.
Tafsir al-Misbah bukan semata-mata hasil ijtihad Quraish Shihab, hal ini diakui sendiri oleh penulisnya dalam kata pengantarnya ia mengatakan:
Akhirnya, penulis (Muhammad Quraish Shihab) merasa sangat perlu menyampaikan kepada pembaca bahwa apa yang dihidangkan disini bukan sepenuhnya ijtihad penulis. Hasil karya ulama-ulam terdahulu dan kontemporer, serta pandangan-pandangan mereka sungguh banyak penulis nukil, khususnya pandangan pakar tafsir Ibrahim Ibnu Umaral-Baqa’I (w. 887 H/1480M) yang karya tafsirnya ketika masih berbentuk manuskrip menjadi bahan Disertasi penulis di Universitas al-Azhar Cairo, dua puluh tahun yang lalu. Demikian pula karya tafsir pemimpin tertinggi al-Azhar dewasa ini, Sayyid Muhammad Thanthawi, juga Syekh Mutawalli al-Sya’rawi, dan tidak ketinggalan Sayyid Quthub, Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’I, serta beberapa pakar tafsir yang lain.[7]
Ada beberapa prinsip yang dipegangi oleh M. Quraish Shihab dalam karya tafsirnya, baik tahlîlî maupun mawdhû‘î, di antaranya bahwa Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam Al-Mishbâh, beliau tidak pernah luput dari pembahasan ilmu al-munâsabât yang tercermin dalam enam hal:[8]
a.       keserasian kata demi kata dalam satu surah;
b.      keserasian kandungan ayat dengan penutup ayat (fawâshil);
c.       keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya;
d.      keserasian uraian awal/mukadimah satu surah dengan penutupnya;
e.       keserasian penutup surah dengan uraian awal/mukadimah surah sesudahnya;
f.       keserasian tema surah dengan nama surah.
Tafsir Al-Mishbah banyak mengemukakan ‘uraian penjelas’ terhadap sejumlah mufasir ternama sehingga menjadi referensi yang mumpuni, informatif, argumentatif. Pemerhati karya tafsir Nusantara, Howard M. Federspiel, merekomendasikan bahwa karya-karya tafsir M. Quraish Shihab pantas dan wajib menjadi bacaan setiap Muslim di Indonesia sekarang.[9]
Quraish Shihab memulai dengan menjelaskan tentang maksud-maksud firman Allah swt sesuai kemampuan manusia dalam menafsirkan sesuai dengan keberadaan seseorang pada lingkungan budaya dan kondisisosial dan perkambangan ilmu dalam menangkap pesan-pesan al-Quran. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecederungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu. Seorang mufassir di tuntut untuk menjelaskan nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakatnya, sehingga al-Quran dapat benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah antara yang haq dan bathil serta jalan keluar bagi setiap probelam kehidupan yang dihadapi, Mufassir dituntut pula untuk menghapus kesalah pahaman terhadap al-Qur’an atau kandungan ayat-ayat.
Quraish Shihab juga memasukkan tentang kaum Orientalis yang mengkiritik tajam sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Quran, sambil melemparkan kesalahan kepada para penulis wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada bagian-bagian al-Quran yang ditulis pada masa awal karier Nabi Muhammad saw.
Contoh bukti yang dikemukakannya antara lain adalah: QS. Al-Ghasyiyah. Di sana gambaran mengenai hari kiamat dan nasib orang-orang durhaka, kemudian dilanjutkan dengan gambaran orang-orang yang taat.
Kemudian beliau mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir, tokoh-tokohnya seperti: Fakhruddin ar-Razi (606 H/1210 M). Abu Ishaq asy-Syathibi (w.790 H/1388 M), Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’I (809-885 H/1406-1480 M), Badruddin Muhammad ibn Abdullah Az-Zarkasyi (w.794 H) dan lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat al-Quran/keserasian hubungan bagian-bagian al-Quran.[10]
Dengan demikian, maka terlihat titik terang bahwa dalam tafsir Al Mishbah M. Quraish Shihab menyampaikan pesan-pesan al Quran dengan menggunakan metode Bil Ra’yi dan Bil Ma’tsur sekaligus, sebab jika dianalisa, dalam tafsir ini M. Quraish Shihab banyak mencantumkan pendapat para mufassir untuk menguatkan argumentasi yang  yang dituangkannya dalam tafsir Al Mishbah ini. Dan Tafsir Al Misbah ini termasuk  metode tahlili jika ditinjau dari sasaran dan tata tertib susunan ayat, sementara dari segi penjelasannya termasuk metode moqorin.

4.      Kecendrungan M. Quraish Shihab dalam Tafsir al Mishbah
M. Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar al-Qur'an di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan pesan-pesan al-Qur'an dalam konteks kekinian inilah yang kemudian membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar al-Qur'an lainnya.
Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudu’i (tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al-Qur'an yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-pendapat al-Qur'an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat al-Qur'an sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat.[11] M. Quraish Shihab dalam Tafsir al Mishbah menyajikan pesan-pesan al Quran dengan menggunakan pendekatan Lughowy al Adaby.

5.      Keistimewaan Tafsir Al Mishbah
Diantaranya keistimewaan Tafsir ini adalah di mana penulisnya tidak pernah luput  membahas tentang al-munâsabât yang tercermin dalam enam hal: keserasian kata demi kata dalam satu surah; keserasian kandungan ayat dengan penutup ayat (fawâshil); keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya; keserasian uraian awal/mukadimah satu surah dengan penutupnya; keserasian penutup surah dengan uraian awal/mukadimah surah sesudahnya; keserasian tema surah dengan nama surah.
Persoalan Munasabah ini pada dasarnya bukanlah sesuatu yang baru, bahkan ini menjadi kelaziman dalam sebuah kitab tafsir, akan tetapi dalam al Mishbah penjelasan penulis tersaji dengan gaya bahasa penulisan yang mudah dicerna segenap kalangan, dari mulai akademisi hingga masyarakat luas. Penjelasan makna sebuah ayat tertuang dengan tamsilan yang semakin menarik atensi pembaca untuk menelaahnya. Inilah yang membuat tafsir ini istimewa.
Dalam tafsir al Misbah, M. Quraish Shihab banyak mengemukakan pendapat atau pemikiran-pemikiran para ahli tafsir terkemuka, sehingga apa yang dikemukakan dalam tafsir ini menjadi sangat argumentatif dan layak menjadi referensi bagi para pencinta al Quran, kemudian argumen tersebut dikuatkan lagi dengan hadits-hadits yang bersumber dari Rasulullah SAW, sahabat dan pendapat para ulama.
Di samping itu, tafsir ini menjadi lebih menarik ketika M. Quraish Shihab banyak memunculkan komentar-komentar serta argumen para orientalis, sehingga penjelasan dalam tafsir ini terlihat lebih moderat dalam memandang sebuah persoalan. Tafsir al Mishbah ini juga menjadi istimewa karena di samping menggunakan metode Bil Ro’yi, M. Quraish Sihab banyak juga merujuk kepada pendapat para mufassir. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam tafsir Al Misbah ini M. Quraish shihab menggunakan dua pendekatan sekaligus Bil Ra’yi dan Bil Ma’tsur.

  1. Penutup
Dengan berbagai metode, para pakar al Quran berusaha menyajikan kandungan dan pesan-pesan firman Allah SWT. Ada yang menyajikan pesan-pesan tersebut berdasarkan periodesasi urutan ayat sebagaimana yang terdapat dalam mushaf. Di samping itu ada juga yang menyajikan kandungan al Quran dengan memilih topik atau tema tertentu kemudian menghimpun ayat-ayat al Quran yang berkaitan dengan topik atau tema tersebut. Model yang kedua ini dikenal dengan metode Maudhui.
M. Quraish Shihab adalah seorang pakar al Quran Tanah Air, di mana karya-karyanya banyak menggunakan metode maudu’i maupun tahlili, sebut saja Tafsir Al Mishbah misalnya. Dalam tafsir al Mishbah, M. Quraish Shihab mencoba menyajikan pesan al Quran melalui metode tahlili dengan menjelaskan ayat per ayat berdasarkan urutannya dalam mushaf.
M. Quraish Shihab bukanlah satu-satunya ahli al Quran yang ada di Indonesia. Namun uraian-uraian yang dituangkan dalam tafsir al Mishbah ini memberikan aroma yang khas, bahasanya yang lugas, sekaligus logis, sehingga mudah difahami semua kalangan. Dengan demikian maka Tafsir Al Mishbah bisa dijadikan sebagai referensi dalam upaya membumikan al Quran di Indonesia. 



     [1] Lihat kata pengantar : M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah vol. 1 hal xv
     [2] Ibid
     [3] M. Quraish Shihab, Op.Cit hal 16
     [4] Riwayat Hidup M. Quraish Sihab ini dikutip dari buku karya M. Quraish Shihab Membumikan al Quran ( Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat ), Bandung: Mizan, 2003.
     [5] Abdurrahman Shihab adalah seorang tokoh pendidikan yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi. Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina dua perguruan tinggi di Ujung Pandang yaitu Universitas Indonesia (UMI) dan IAIN Alaudin Ujung Pandang. Ia juga tercatat sebagai mantan rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959 – 1965 dan IAIN 1972 – 1977. Sebagai seorang yang berpikiran maju, Abdurrahman percaya bahwa pendidikan adalah merupakan agen perubahan. Sikap dan pandangannya yang demikian maju itu dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya, yaitu Jami’atul Khair, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Murid-murid yang belajar di lembaga ini diajari tentang gagasan-gagasan pembaruan gerakan dan pemikiran Islam. Hal ini terjadi karena lembaga ini memiliki hubungan yang erat dengan sumber-sumber pembaruan di Timur Tengah seperti Hadramaut, Haramaian dan Mesir. Banyak guru-guru yang di­datangkarn ke lembaga tersebut, di antaranya Syaikh Ahmad Soorkati yang berasal dari Sudan, Afrika.                    Lihat : http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/08/biografi-quraish-shihab.html dikutip Hari Sabtu 18 Desember 2010 Pukul 23.30 WITA
     [6] M. Quraish Shihab, Tafsir al Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2000, hal. viii-ix
       [7] M. Quraish Shihab, Tafsir al Mishbah, vol. 1,  Ibid.
       [8] Ibid.
      [10] Lihat kata pengantar : M. Quraish Shihab, Tafsir al Mishbah, vol. 1
      [11] http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Quraish_Shihab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar