Oleh :
Ahmad Munadi
- Pendahuluan
Al Quran menginformasikan dirinya sebagai hudan linnas
yang akan memberikan petunjuk kepada manusia jalan keselamatan menuju
kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan demikian, maka al Quran tentu saja
menjadi sesuatu yang sangat urgen dalam pentas kehidupan manusia, mengingat hal
tersebut maka memahaami maksud petunjuk al Quran tentu menjadi sebuah
keharusan, sebab bagaimana munkin seseorang mempedomani sesuatu yang tidak
difahami maksudnya. Upaya memahami maksud al Quran itulah yang kemudian dikenal
dengan tafsir, sehingga jelas tafsir dalam hal ini menempati posisi yang sangat
strategis.
Tafsir merupakan penjelasan maksud al Quran berdasarkan
kemampuan manusia. Kemampuan inipun bervariasi, sehingga apa yang dicerna atau
diperoleh oleh seorang penafsir dari al Quran bervariasi pula sesuai dengan
kecendrungannya.[1] Seorang
ahli hukum tentu memiliki kecendrungan yang berbeda dengan ahli bahasa ketika
memahami maksud firman Allah, sehingga pesan yang dicerna dari maksud firman
tersebut tentu akan bervariasi.
Abdullah Daraz sebagaimana yang dikemukakan Quraish
Shihab mengatakan bahwa al Quran bagaikan intan setiap sudutnya memancarkan
cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Dan tidak
mustahil jika anda mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat
lebih banyak ketimbang apa yang anda lihat.[2]
Ungkapan ini tentu mengindikasikan bahwa al Quran tidak memiliki keterbatasan,
dalam hal ini Arkoun mengungkapkan bahwa al Quran memiliki kemungkinan arti
yang tak terbatas.....kesan yang
diberikannya mengenai pemikiran dan penjelasan berada pada tingkat wujud
mutlak.....dengan demikian, ayat-ayatnya selalu terbuka (untuk interpretasi
baru), tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal.[3]
Mengingat persoalan tersebut, maka tidak mengherankan
kemudian banyak mufasir mencoba memperkenalkan maksud al Quran dengan sudut
pandang yang berbeda-beda, salah satu di antaranya adalah M. Quraish Shihab
salah seorang ahli tafsir di Indonesia yang berusaha memperkenalkan maksud
firman Allah SWT dari sudut bahasa dan keserasian ayat-ayatnya. Konsep yang
ditawarkan M. Quraish Shihab ini semakin menarik ketika mengemas ide tersebut
dengan bahasa yang lugas, logis, mudah dicerna serta disesuaikan dengan kondisi
masyarakat.
Oleh karena itu dalam tulisan ini penulis akan mencoba
memperkenalkan tafsir Al Mishbah karya
M. Quraish Shihab yang sekaligus menjadi karya terhebat yang pernah lahir dari
pena kreatif seorang tokoh tafsir Indonesia ini. Dalam tulisan ini nantinya
akan dimulai dengan pemaparan riwayat hidup M. Quraish Shihab, karya-karyanya,
metode tafsir al Mishbah serta keunggulannya.
- Pembahasan
Muhammad Quraish Shihab adalah seorang ulama kontemporer
spesialisasi tafsir yang lahir di Rappang, Sulawesi Selatan pada 16 Februari
1944. Beliau adalah salah seorang putra Prof. K.H. Abdurrahman Shihab[5], seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Setelah menyelesaikan
pendidikan dasarnya di Ujung Pandang, beliau melanjutkan pendidikan menengah di
Malang sambil menimba ilmu di Pondok Pesantren Darul Hadits Al Faqihiyah. Pada
tahun 1958 beliau berangkat ke Kairo Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyah
Al Azhar. Pada tahun 1967, beliau meraih gelar Lc (S1) pada Fakultas Ushuluddin
Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas Al Azhar. Kemudian beliau melanjutkan
pendidikan di Fakultas yang sama serta meraih gelar MA untuk spesialisasi
bidang tafsir al Quran pada tahun 1969 dengan mengangkat judul tesis al
I’jaz al Tasyri’iy li al Quran al Karim.
Setelah menyelesaikan program pascasarjana, M. Quraish
Shihab dipercayakan untuk menjabat Wakil Rektor bidang Akademik dan
Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin, Ujung Pandang. Di samping itu, beliau juga
diserahi jabatan-jabatan lain, baik di dalam kampus seperti Koordinator
Perguruan Tinggi Swasta ( Wilayah VII Indonesia bagian Timur ), maupun tugas di
luar kampus seperti Pembantu Kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan
mental. Selama berada di Ujung Pandang beliau banyak melakukan penelitian antara lain penelitian dengan tema “Penerapan
Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan “Masalah Waqaf Sulawesi
Selatan” (1978).
Pada tahun 1980, M. Quraish Shihab kembali ke Kairo dan
melanjutkan pendidikannya di Universitas al Azhar. Tahun 1982, dengan desertasi
yang berjudul Nazhm Al Durar li Al Biqa’iy, Tahqiq wa Dirasah beliau
berhasil memperoleh gelar doktor dalam ilmu-ulmu al Quran dengan yudisium Summa
Cum Laude disertai penghargaan tingkat I (mumtaz ma’a martabat asy Syaraf al
‘Ula).
Setelah menyelesaikan program doktoral, M. Quraish Shihab
ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ( sekarang UIN Syarif Hidayatullah Ciputat ). Di sini
Quraish Shihab aktif mengajar dalam bidang tafsir dan ulum al-Qur’an di program
S1, S2, dan S3. dan beliau juga mendapat jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta
dalam dua periode yaitu pada tahun 1992-1996 dan 1997-1998, ia juga dipercaya menjadi
Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal tahun 1998, pada kabinet
terakhir Soeharto, kabinet Pembangunan IV. Pada tahun 1999, Quraish Shihab
diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir
yang berkedudukan di Kairo. Selain itu, beliau juga dipercaya memegang beberapa
jabatan antara lain Ketua MUI Pusat sejak tahun 1984; Anggota Lajnah Pentashhih
al Quran Depag RI sejak tahun 1989; Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan
Nasional sejak tahun 1989, dan Ketua Lembaga Pengembangan. Di samping itu
beliau juga aktif dalam berbagai organisasi profesional antara lain Pengurus
Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari’ah; Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan; dan asisten Ketua Umum ICMI. Dan yang tak kalah
pentingnya adalah M. Qurais Shihab aktif dalam kegiatan tulis menulis. Di surat
kabar Pelita, pada setiap hari Rabu beliau menulis dalam rubrik “Pelita
Hati”. Beliau juga mengasuh rubrik “Tafsir al Amanah” serta tercatat sebagai
Anggota Dewan Redaksi majalah Ulumul Quran dan Mimbar Ulama di
Jakarta.
Tidak hanya sebagai seorang penulis, M. Quraish Shihab
juga seorang penceramah handal yang mampu menyampaikan pendapat serta gagasan
dengan bahasa yang sederhana, mudah dicerna, lugas sekaligus logis serta
cendrung berfikir moderat, sehingga bisa diterima oleh seluruh lapisan
masyarakat. Kegiatan ceramah ini dilakukan di berbagai tempat sepeti di Masjid
At Tin, Masjid Fathullah, Masjid Istiqlal dan termasuk juga membagi ilmu pada
program stasiun-stasiun TV pada setiap
bulan Ramadhan seperti di RCTI ataupun di Metro TV.
2.
Karya-karya M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab adalah seorang penulis yang produktif
sehingga banyak melahirkan karya-karya yang selanjutnya menjadi referensi
ilmiah terutama pada bidang tafsir al Quran. Berikut ini adalah beberapa karya
M. Quraish Shihab :
1)
Tafsir Al Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya, Ujung Pandang : IAIN Alaudin, 1984
2)
Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Departemen Agama, 1987
3)
Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir surat Al Fatihah), Jakarta: Untagma, 1988
4)
Membumikan Al Quran (Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat), Bandung: Mizan, 1992
5)
Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama, Bandung: Mizan, 1999
6)
Fatwa-fatwa Seputar Ibadah Mahdhah, Bandung: Mizan, 1999
7)
Menyingkap Tabir Illahi Asma al Husna dalam Perspektif al Quran, Jakarta: Lentera Hati, 1998
8)
Persoalan Penafsiran Metaforis atas Fakta-fakta Tekstual, Jakarta: Paramadina, 1995
9)
Sahur Bersama, Bandung: Mizan, 1997
10)
Studi Kritis Tafsir Al Manar karya Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Bandung: Pustaka Hidayah, 1994
11)
Tafsir al Quranil Karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan
Turunnya Wahyu, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997
12)
Lentera Hati (Kisah dan Hikmah Kehidupan ), Bandung: Mizan, 1994
13)
Lentera Al Quran ( kisah dan Hikmah Kehidupan ), Bandung: Mizan, 2008
14)
Untaian Permata Buat Anakku ( Pesan Al Quran untuk Mempelai, al Bayan, 1995
15)
Mukjizat Al Quran ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Aspek Ilmiah dan
Pemberitaan Ghaib, Bandung: Mizan, 1997
16)
Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat dalam Al Quran dan As
Sunnah serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu dan Masa Kini, Jakarta: Lentera Hati, 1999
17)
Secercah Cahaya Ilahi ( Hidup Bersama Al Quran ), 2007
18)
Wawasan Al Quran ( Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1997
19)
Haji Bersama M. Quraish Shihab
20)
Tafsir Al Mishbah, Tafsir 30 Juz, Jakarta: Lentera Hati
3.
Metode Tafsir al Mishbah
Sebelum membahas lebih jauh konstruksi metode penafsiran
dalam al Mishbah secara khusus, baik kiranya dipaparkan terlebih dahulu beberapa informasi terkait tafsir al Mishbah
dimana tafsir ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2000 yang kemudian
disambut hangat oleh masyarakat terutama para pecinta al Quran.
Tafsir al Mishbah menghimpun lebih dari 10.000 halaman
dengan 15 jilid dengan rincian sebagai berikut :
Jilid 1 : Surat Al Fatihah s/d
Surat Al Baqarah 624 halaman
Jilid 2 : Surat Ali Imron s/d
Surat An Nisa 659 halaman
Jilid 3 : Surat Al Maidah 257
halaman
Jilid 4 : Surat Al An’am 367
halaman
Jilid 5 : Surat Al A’raf s/d
Surat At Taubah 765 halaman
Jilid 6 : Surat Yunus s/d Surat
Ar Ra’du 613 halaman
Jilid 7 : Surat Ibrahim s/d
Surat Al Isra’ 585 halaman
Jilid 8 : Surat Al Kahfi s/d
Surat Al Anbiya 524 halaman
Jilid 9 : Surat Al Hajj s/d
Surat Al Furqon 554 halaman
Jilid 10 : Surat Asy Syu’ara s/d
Surat Al Ankabut 547 halaman
Jilid 11 : Surat Ar Rum s/d Surat
Yasin 582 halaman
Jilid 12 : Surat Ash Shaffat s/d
Surat Az Zukhruf 601 halaman
Jilid 13 : Surat Ad Dukhon s/d
Surat Al Waqi’ah 586 halaman
Jilid 14 : Surat Al Hadid s/d
Surat Al Mursalat 695 halaman
Jilid 15 : Juz ‘Amma 646 halaman
Sementara itu pengambilan istilah “ Al-Mishbah “ memiliki
beberapa alasan dan pertimbangan. Alasan pengambilan nama “Al Mishbah”
sebagaimana yang dikemukakan M. Qurais Shihab di dalam kata pengantar
bahwa al-Misbah berarti lampu, pelita,
lentera atau benda lain yang berfungsi serupa, yaitu memberi penerangan bagi
mereka yang berada dalam kegelapan. Dengan memilih nama ini, dapat diduga bahwa
Quraish Shihab berharap tafsir yang ditulisnya dapat memberikan penerangan
dalam mencari petunjuk dan pedoman hidup terutama bagi mereka yang mengalami
kesulitan dalam memahami makna al-Qur’an secara langung karena kendala bahasa.
Al-Qur’an
itu adalah petunjuk, tapi karena al-Qur’an disampaikan dengan bahasa Arab,
sehingga banyak orang yang kesulitan memahaminya. Disinilah manfaat tafsir
Al-Misbah yaitu untuk membantu mereka yang mengalami kesulitan dalam memahami
al Quran. Di samping itu, pemilihan nama ini didasarkan pada awal kegiatan
Quraish Shihab dalam hal tulis-menulis di Jakarta.
Sebelum
beliau bermukim di Jakarta pun, memang sudah aktif menulis tetapi
produktifitasnya sebagai penulis dapat dinilai, mulai mendapat momentumnya
setelah bermukim di Jakarta. Pada 1980-an, beliau menulis rubrik “Pelita Hati”
pada harian Pelita. Pada 1994, kumpulan tulisannya diterbitkan oleh Mizan dengan
judul Lentera Hati.
Latar
belakang penulisan tafsir al-Misbah ini diawali oleh penafsiran sebelumnya yang
berjudul “tafsir al-Qur’an al-Karim” yang diterbitkan Pustaka Hidayah pada
tahun 1997 yang dianggap kurang menarik minat orang banyak, bahkan sebagian
mereka menilainya bertele-tele dalam menguraikan pengertian kosa kata atau
kaidah-kaida yang disajikan. Akhirnya Muhammad Quraish Shihab tidak melanjutkanupayaitu[6].
Jadi jelas bahwa yang melatar belakangi lahirnya Tafsir al-Misbah ini adalah karena antusias masyarakat terhadap al-Qur’an di satu sisi baik dengan cara membaca dan melagukannya. Namun di sisi lain dari segi pemahaman terhadap al-Qur’an masih jauh dari memadai yang disebabkan oleh faktor bahasa dan ilmu yang kurang memadai, sehingga tidak jarang orang membaca ayat-ayat tertentu untuk mengusir hal-hal yang ghaib seperti jin dan setan serta lain sebagainya. Padahal semestinya ayat-ayat itu harus dijadikan sebagai hudan (petunjuk) bagi manusia. Adapun metode penafsiran yang digunakan dalam tafsir al Misbah adalah metode tahlili, yaitu penafsiran ayat per ayat berdasarkan tata urutan al Quran
Setiap tafsir tentu memiliki rujukan tertentu begitu juga dengan tafsir al-Misbah.
Jadi jelas bahwa yang melatar belakangi lahirnya Tafsir al-Misbah ini adalah karena antusias masyarakat terhadap al-Qur’an di satu sisi baik dengan cara membaca dan melagukannya. Namun di sisi lain dari segi pemahaman terhadap al-Qur’an masih jauh dari memadai yang disebabkan oleh faktor bahasa dan ilmu yang kurang memadai, sehingga tidak jarang orang membaca ayat-ayat tertentu untuk mengusir hal-hal yang ghaib seperti jin dan setan serta lain sebagainya. Padahal semestinya ayat-ayat itu harus dijadikan sebagai hudan (petunjuk) bagi manusia. Adapun metode penafsiran yang digunakan dalam tafsir al Misbah adalah metode tahlili, yaitu penafsiran ayat per ayat berdasarkan tata urutan al Quran
Setiap tafsir tentu memiliki rujukan tertentu begitu juga dengan tafsir al-Misbah.
Tafsir
al-Misbah bukan semata-mata hasil ijtihad Quraish Shihab, hal ini diakui
sendiri oleh penulisnya dalam kata pengantarnya ia mengatakan:
Akhirnya, penulis (Muhammad Quraish Shihab) merasa sangat perlu menyampaikan kepada pembaca bahwa apa yang dihidangkan disini bukan sepenuhnya ijtihad penulis. Hasil karya ulama-ulam terdahulu dan kontemporer, serta pandangan-pandangan mereka sungguh banyak penulis nukil, khususnya pandangan pakar tafsir Ibrahim Ibnu Umaral-Baqa’I (w. 887 H/1480M) yang karya tafsirnya ketika masih berbentuk manuskrip menjadi bahan Disertasi penulis di Universitas al-Azhar Cairo, dua puluh tahun yang lalu. Demikian pula karya tafsir pemimpin tertinggi al-Azhar dewasa ini, Sayyid Muhammad Thanthawi, juga Syekh Mutawalli al-Sya’rawi, dan tidak ketinggalan Sayyid Quthub, Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’I, serta beberapa pakar tafsir yang lain.[7]
Akhirnya, penulis (Muhammad Quraish Shihab) merasa sangat perlu menyampaikan kepada pembaca bahwa apa yang dihidangkan disini bukan sepenuhnya ijtihad penulis. Hasil karya ulama-ulam terdahulu dan kontemporer, serta pandangan-pandangan mereka sungguh banyak penulis nukil, khususnya pandangan pakar tafsir Ibrahim Ibnu Umaral-Baqa’I (w. 887 H/1480M) yang karya tafsirnya ketika masih berbentuk manuskrip menjadi bahan Disertasi penulis di Universitas al-Azhar Cairo, dua puluh tahun yang lalu. Demikian pula karya tafsir pemimpin tertinggi al-Azhar dewasa ini, Sayyid Muhammad Thanthawi, juga Syekh Mutawalli al-Sya’rawi, dan tidak ketinggalan Sayyid Quthub, Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’I, serta beberapa pakar tafsir yang lain.[7]
Ada beberapa prinsip yang dipegangi oleh M. Quraish
Shihab dalam karya tafsirnya, baik tahlîlî maupun mawdhû‘î, di
antaranya bahwa Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam
Al-Mishbâh, beliau tidak pernah luput dari pembahasan ilmu al-munâsabât
yang tercermin dalam enam hal:[8]
a.
keserasian kata demi kata dalam satu surah;
b.
keserasian kandungan ayat dengan penutup ayat (fawâshil);
c.
keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya;
d.
keserasian uraian awal/mukadimah satu surah dengan penutupnya;
e.
keserasian penutup surah dengan uraian awal/mukadimah surah sesudahnya;
f.
keserasian tema surah dengan nama surah.
Tafsir Al-Mishbah banyak mengemukakan ‘uraian penjelas’
terhadap sejumlah mufasir ternama sehingga menjadi referensi yang mumpuni,
informatif, argumentatif. Pemerhati karya tafsir Nusantara, Howard M.
Federspiel, merekomendasikan bahwa karya-karya tafsir M. Quraish Shihab pantas
dan wajib menjadi bacaan setiap Muslim di Indonesia sekarang.[9]
Quraish
Shihab memulai dengan menjelaskan tentang maksud-maksud firman Allah swt sesuai
kemampuan manusia dalam menafsirkan sesuai dengan keberadaan seseorang pada
lingkungan budaya dan kondisisosial dan perkambangan ilmu dalam menangkap
pesan-pesan al-Quran. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan,
tingkat, kecederungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu. Seorang mufassir di
tuntut untuk menjelaskan nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan
masyarakatnya, sehingga al-Quran dapat benar-benar berfungsi sebagai petunjuk,
pemisah antara yang haq dan bathil serta jalan keluar bagi setiap probelam
kehidupan yang dihadapi, Mufassir dituntut pula untuk menghapus kesalah pahaman
terhadap al-Qur’an atau kandungan ayat-ayat.
Quraish
Shihab juga memasukkan tentang kaum Orientalis yang mengkiritik tajam
sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Quran, sambil melemparkan kesalahan
kepada para penulis wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada bagian-bagian
al-Quran yang ditulis pada masa awal karier Nabi Muhammad saw.
Contoh
bukti yang dikemukakannya antara lain adalah: QS. Al-Ghasyiyah. Di sana
gambaran mengenai hari kiamat dan nasib orang-orang durhaka, kemudian
dilanjutkan dengan gambaran orang-orang yang taat.
Kemudian
beliau mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir, tokoh-tokohnya seperti:
Fakhruddin ar-Razi (606 H/1210 M). Abu Ishaq asy-Syathibi (w.790 H/1388 M),
Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’I (809-885 H/1406-1480 M), Badruddin Muhammad ibn
Abdullah Az-Zarkasyi (w.794 H) dan lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat
al-Quran/keserasian hubungan bagian-bagian al-Quran.[10]
Dengan
demikian, maka terlihat titik terang bahwa dalam tafsir Al Mishbah M. Quraish
Shihab menyampaikan pesan-pesan al Quran dengan menggunakan metode Bil Ra’yi
dan Bil Ma’tsur sekaligus, sebab jika dianalisa, dalam tafsir ini M.
Quraish Shihab banyak mencantumkan pendapat para mufassir untuk menguatkan
argumentasi yang yang dituangkannya
dalam tafsir Al Mishbah ini. Dan Tafsir Al Misbah ini termasuk metode tahlili jika ditinjau dari
sasaran dan tata tertib susunan ayat, sementara dari segi penjelasannya
termasuk metode moqorin.
4.
Kecendrungan M. Quraish Shihab dalam Tafsir al Mishbah
M. Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar
al-Qur'an di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan
pesan-pesan al-Qur'an dalam konteks kekinian inilah yang kemudian membuatnya
lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar al-Qur'an lainnya.
Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya
penggunaan metode tafsir maudu’i (tematik), yaitu penafsiran dengan cara
menghimpun sejumlah ayat al-Qur'an yang tersebar dalam berbagai surah yang
membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari
ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap
masalah yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat
diungkapkan pendapat-pendapat al-Qur'an tentang berbagai masalah kehidupan,
sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat al-Qur'an sejalan dengan
perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat.[11] M.
Quraish Shihab dalam Tafsir al Mishbah menyajikan pesan-pesan al Quran dengan
menggunakan pendekatan Lughowy al Adaby.
5.
Keistimewaan Tafsir Al Mishbah
Diantaranya keistimewaan Tafsir ini adalah di mana
penulisnya tidak pernah luput membahas tentang al-munâsabât yang tercermin dalam enam hal: keserasian kata demi kata dalam satu surah;
keserasian kandungan ayat dengan penutup
ayat (fawâshil); keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya; keserasian
uraian awal/mukadimah satu surah dengan penutupnya; keserasian penutup surah
dengan uraian awal/mukadimah surah sesudahnya; keserasian tema surah dengan
nama surah.
Persoalan Munasabah ini pada dasarnya bukanlah sesuatu
yang baru, bahkan ini menjadi kelaziman dalam sebuah kitab tafsir, akan tetapi
dalam al Mishbah penjelasan penulis tersaji dengan
gaya bahasa penulisan yang mudah dicerna segenap kalangan, dari mulai akademisi
hingga masyarakat luas. Penjelasan makna sebuah ayat tertuang dengan tamsilan
yang semakin menarik atensi pembaca untuk menelaahnya. Inilah yang membuat
tafsir ini istimewa.
Dalam tafsir al Misbah, M. Quraish Shihab banyak
mengemukakan pendapat atau pemikiran-pemikiran para ahli tafsir terkemuka,
sehingga apa yang dikemukakan dalam tafsir ini menjadi sangat argumentatif dan
layak menjadi referensi bagi para pencinta al Quran, kemudian argumen tersebut
dikuatkan lagi dengan hadits-hadits yang bersumber dari Rasulullah SAW, sahabat
dan pendapat para ulama.
Di samping itu, tafsir ini menjadi lebih menarik ketika M.
Quraish Shihab banyak memunculkan komentar-komentar serta argumen para
orientalis, sehingga penjelasan dalam tafsir ini terlihat lebih moderat dalam
memandang sebuah persoalan. Tafsir al Mishbah ini juga menjadi istimewa karena
di samping menggunakan metode Bil Ro’yi, M. Quraish Sihab banyak juga
merujuk kepada pendapat para mufassir. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan
bahwa dalam tafsir Al Misbah ini M. Quraish shihab menggunakan dua pendekatan
sekaligus Bil Ra’yi dan Bil Ma’tsur.
- Penutup
Dengan berbagai metode, para pakar al Quran berusaha
menyajikan kandungan dan pesan-pesan firman Allah SWT. Ada yang menyajikan
pesan-pesan tersebut berdasarkan periodesasi urutan ayat sebagaimana yang
terdapat dalam mushaf. Di samping itu ada juga yang menyajikan kandungan al
Quran dengan memilih topik atau tema tertentu kemudian menghimpun ayat-ayat al
Quran yang berkaitan dengan topik atau tema tersebut. Model yang kedua ini
dikenal dengan metode Maudhui.
M. Quraish Shihab adalah seorang pakar al Quran Tanah
Air, di mana karya-karyanya banyak menggunakan metode maudu’i maupun tahlili,
sebut saja Tafsir Al Mishbah misalnya. Dalam tafsir al Mishbah, M. Quraish
Shihab mencoba menyajikan pesan al Quran melalui metode tahlili dengan
menjelaskan ayat per ayat berdasarkan urutannya dalam mushaf.
M. Quraish Shihab bukanlah satu-satunya ahli al Quran
yang ada di Indonesia. Namun uraian-uraian yang dituangkan dalam tafsir al
Mishbah ini memberikan aroma yang khas, bahasanya yang lugas, sekaligus logis,
sehingga mudah difahami semua kalangan. Dengan demikian maka Tafsir Al Mishbah
bisa dijadikan sebagai referensi dalam upaya membumikan al Quran di Indonesia.
[5] Abdurrahman Shihab adalah seorang
tokoh pendidikan yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi.
Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina dua
perguruan tinggi di Ujung Pandang yaitu Universitas Indonesia (UMI) dan IAIN
Alaudin Ujung Pandang. Ia juga tercatat sebagai mantan rektor pada kedua
perguruan tinggi tersebut: UMI 1959 – 1965 dan IAIN 1972 – 1977. Sebagai
seorang yang berpikiran maju, Abdurrahman percaya bahwa pendidikan adalah
merupakan agen perubahan. Sikap dan pandangannya yang demikian maju itu dapat
dilihat dari latar belakang pendidikannya, yaitu Jami’atul Khair, sebuah
lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Murid-murid yang belajar di
lembaga ini diajari tentang gagasan-gagasan pembaruan gerakan dan pemikiran
Islam. Hal ini terjadi karena lembaga ini memiliki hubungan yang erat dengan
sumber-sumber pembaruan di Timur Tengah seperti Hadramaut, Haramaian dan Mesir.
Banyak guru-guru yang didatangkarn ke lembaga tersebut, di antaranya Syaikh
Ahmad Soorkati yang berasal dari Sudan, Afrika. Lihat : http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/08/biografi-quraish-shihab.html dikutip Hari Sabtu 18 Desember 2010 Pukul
23.30 WITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar