Patut kita syukuri perjalanan kita mencari ilmu menulis di kelas maya belajar menulis gelombang 17 menyisakan 2 pertemuan lagi. Saat ini kita sudah memasuki perjalanan yang ke 18, Jumat 13 Pebruari 2021, artinya 2 pertemuan lagi dari minimal 20 pertemuan akan membawa kita pada garis finish semoga semua bisa kita lalui dengan penuh semangat.
Pada pertemuan kali ini materi disuguhkan oleh
narasumber super hebat yaitu Bapak Joko Irawan Mumpuni dengan menu istimewa
“Menulis Buku Ajar”. Narasumber super hebat ini adalah Direktur Penerbitan PT
Andi Offset, selain itu beliau juga adalah Anggota Dewan Pertimbangan IKAPI
DIY, sekaligus Ketua IKAPI DIY. Di samping itu beliau juga seorang penulis buku
bersertifikat BNSP sekaligus menjadi Assesor BNSP. Luar biasa bukan? Karena itu
tema yang akan disuguhkan kali ini harus kita nikmati dengan semangat.
Di awal penyampaian materi, narasumber
menampilkan sebuah gambar yang sepertinya mengundang kita semua membaca dan
menganalisa gambar tersebut untuk kemudian mendeskripsikan di posisi mana kita
saat ini.
Ketika kita bertekad menghasilkan sebuah karya
yang akan kita wariskan dalam bentuk tulisan, maka karya tersebut sesungguhnya
akan memberi pengaruh terhadap banyak komponen. Komponen-komponen tersebut
misalnya penerbit, naskah, penulis, penerjemah, laba, pencetak dan sebagainya.
Hal ini dapat kita ilustrasikan pada gambar berikut:
Berdasarkan ilustrasi di atas kita dapat
melihat bahwa jejaring industry penerbitan sangatlah komplek karena secara
system saling mempengaruhi banyak komponen. Namun jika disederhanakan, jejaring dalam industry penerbitan setidaknya
melibatkan 4 komponen saja yaitu penulis, penerbit, penyalur, dan pembaca.
Pembaca dalam komponen ini kita sebut sebagai target pasar sementara pelaku
industrinya adalah penulis, penerbit dan penyalur.
Berdasarkan keempat komponen tersebut, lalu
komponen mana mendapatkan keuntungkan finansial yang paling besar? Jika sebuah
penerbit mendapat proyek menerbitkan buku, maka penulis akan mendapat royalty
10 % dan penyalur buku dalam hal ini toko buku akan mendapat 35-40%. Namun jika
buku tersebut dijual melalui jalur proyek, penulis akan mendapat keuntungan
lebih besar. Misalnya selama 1 semester penulis
berhasil menjual buku sebanyak 5000 eksemplar, maka penulis akan
mendapat royalty sebesar Rp. 50.000.000.
Industry penerbitan di Indonesia saat ini
sesungguhnya masih pada level yang cukup rendah di kawasan Asia Tenggara.
Berdasarkan research UNESCO tahun 2016
industri penerbitan di Indonesia berada pada ranking ke 3 dari bawah. Factor
yang menjadi penghambat rendahnya perkembangan industry penerbitan di Indonesia
ini dipengaruhi 3 faktor yaitu rendahnya minat baca, rendahnya minat menulis,
dan rendahnya apresiasi hak cipta.
Saat ini budaya yang berkembang di masyarakat
adalah bahwa kita cenderung lebih suka menonton dan mendengar daripada membaca.
Jika menonton tidak terasa kita menghabiskan waktu berjam-jam terlebih lagi
jika nonton drama Korea. Namun jika kita membaca, 10 menit saja mata sudah
terasa berat. Demikian pula dengan minat menulis, cenderung kita lebih suka
“ngobrol” daripada menulis. Kita bisa mengabiskan waktu berjam-jam “ngobrol”,
namun jika menuangkan pikiran dalam sebuah tulisan terasa amat sangat
berat.
Rendahnya apresiasi terhadap hak cipta juga
mempengaruhi industry penerbitan di Indonesia. Sebagai contoh jika ada buku
best seller, maka kita tidak perlu menunggu lama untuk segera mendapatkannya,
hanya dalam waktu 2 minggu pasti akan muncul versi bajakan. Budaya ini tidak
mudah untuk dirubah karena dibutuhkan waktu yang cukup lama. Membangun minat
menulis sesungguhnya menjadi salah satu cara meminimalisir peluang para
pembajak yang tidak menghargai hak cipta.
Selanjutnya bagaimana proses sebuah naskah
diterbitkan menjadi buku? Proses penerbitan naskah tentu saja dimulai dengan
pengiriman naskah ke penerbit. Penerbit kemudian mempelajari naskah tersebut.
Setelah dipelajari hanya ada dua pilihan, naskah ditolak atau diterima. Jika
naskah ditolak, penerbit akan mengembalikan ke penulis. Namun jika naskah
diterima, penulis akan diinformasikan melalui email atau surat pemberitahuan
langsung yang berisi lampiran Surat Perjanjian Penerbitan (SPP) yang
ditandatangani penulis baru kemudian dikembalikan ke penerbit beserta softcopy
naskah.
Alasan penerbit menolak sebagian besar naskah bukan disebabkan masalah editorial yang buruk, akan tetapi ada 4 komponen yang menjadi penilaian penerbit terhadap kelayakan sebuah naskah yaitu editorial 10 %, peluang potensi pasar 50 %, keilmuan dengan bobot 30 %, dan reputasi penulis dengan bobot 10 %.
Namun bobot ini berlaku fleksibel artinya bisa
saja mengalami perubahan, sebagai contoh misalnya Presiden mengirim naskah ke
penerbit, maka bobot reputasi penulis yang semula 10 % bisa berubah menjadi 100
% karena reputasi seorang presiden. Berdasarkan penilaian ini maka banyak
naskah yang ditolak. Penerbit hanya menerbitkan 30 sampai 50 judul buku dari 500 naskah yang ditawarkan terlebih lagi
pada masa pandemi.
Selanjutnya kita harus sedikit cerdas dalam
memilih penerbit, kita harus mencari penerbit yang memiliki jaringan pemasaran luas,
jika tidak justru akan merugikan penulis karena hanya terkenal dalam sekup lokal
saja. Di samping itu kita harus memilih penerbit yang jujur dalam pembayaran
royalty. Penerbit yang perlu diwaspadai bertindak sebagai broker naskah, alamat
tidak jelas, tidak ada dokumen perjanjian penerbitan, tidak memiliki jaringan
pemasaran dan pendistribusian sendiri, tidak memiliki percetakan sendiri,
posentasi royalty tidak wajar, laporan keuangan tidak jelas.
Seorang penulis setidaknya akan memperoleh 4
manfaat dari karya tulis yang dihasilkan yaitu kepuasan batin, reputasi, karir,
finansial. Kita akan memperoleh kepuasan batin dari karya yang kita hasilkan
karena akan menjadi sejarah hidup yang terdokumentasi dalam bentuk amal jariyah
dan diwariskan turun temurun.
Di samping itu karya tulis ini akan melejitkan
reputasi kita. Tidak hanya itu, secara karir kita akan memperoleh promosi
jabatan atau peluang karir lainnya. Yang terakhir, secara finansial kitapun
akan memperoleh manfaat dari karya yang kita hasilkan berupa royalty, diskon
pembelian langsung, dan kita pun akan diundang sebagai narasumber dalam
seminar-seminar.
Prioritas naskah yang akan diterbitkan
setidaknya ada 4 tipe yaitu tema dan penulis populer, tema tidak popular dan
penulis popular, tema popular dan penulis tidak popular, tema dan penulis tidak
popular. Dari keempat tipe ini tentu saja penerbit lebih menyukai tema dan
penulis keduanya popular karena buku ini akan laris manis di pasaran. Dan bagi
kita yang pemula, yang tidak popular sebaiknya mencari tema yang popular untuk
menarik minat penerbit.
Selanjutnya bagaimana teknik penerbit untuk
mengetahui tema popular dan penulis popular? Untuk mengetahui tema tersebut
popular atau tidak penerbit menganalisa dengan menggunakan google trends.
Sementara untuk mengetahui penulis popular atau tidak penerbit menganalisa
menggunakan google Cendikia.
Jumlah cetakan buku untuk pertama kali dicetak
berbeda-beda, ada buku yang dicetak 300, 3000, 2000, bahkan ratusan ribu
eksemplar. Perbedaan ini dipengaruhi kuadran kategori naskah yang meliputi 4
kategori yaitu: 1) market sempit dan lifecycle panjang (contoh buku-buku ilmu
dasar seperti matematika, kimia dan sebagainya); 2) Market lebar dan lifecycle
panjang; 3) market sempit dan lifecycle pendek; 4) Market lebar dan lifecycle
pendek.
Lalu mana dari keempat kuadran tersebut diminati
penerbit?. Tentu yang paling diminati penerbit adalah market lebar dan
lifecycle panjang contohnya kamus, buku esiklopedi dan sebagainya. Sementara
bagi para penulis pemula kuadran yang tepat adalah Market lebar dan Lifecycle
pendek, kenapa demikian? Karena penulis senior yang menjadi “rival” penulis
pemula umumnya tidak menginginkan lifecycle pendek yang mengharuskannya
merevisi buku setiap tahun, namun bagi pemula, hal ini tidak menjadi masalah
namun justru sebuah kesempatan untuk bisa masuk ke penerbit Mayor.
Di samping itu, penulis juga setidaknya terbagi
menjadi 4 kuadran yaitu: 1) tidak idealis, industrialis; 2) idealis,
industrialis; 3) tidak idealis dan tidak industrialis; 4) idealis, tidak
industrialis. Penulis yang berpikir idealis memiliki ciri-ciri: tidak terlalu
memikirkan kebutuhan pasar, tidak menyukai campur tangan pihak lain, imbalan
finansial tidak menjadi prioritas, kesempurnaan karya lebih penting dari pada
produktivitas.
Sementara itu penulis yang berpikir industrialis
memiliki ciri-ciri cenderung menulis dengan sangat memperhatikan kebutuhan
pasar, terbuka dan lapang dada terhadap intervensi pihak lain, imbalan
finansial menjadi tujuan utama, terkadang kesempurnaan karya tidak lebih
penting dari produktivitas.
Lalu level konten buku bagaimana yang laris
manis di pasaran? Level konten buku yang laku manis di pasaran dapat
diilustrasikan dengan piramida. Lapisan puncak adalah jumlah konsumen dan penulisnya
sedikit. Level pertengahan adalah jumlah konsumen dan penulisnya menengah,
sementara level terakhir yang paling banyak adalah jumlah konsumen dan
penulisnya besar. Berdasarkan ilustrasi piramida tersebut, buku yang akan laris
manis di pasar adalah lapisan akhir yaitu jumlah konsumen dan penulisnya besar.
Level yang terakhir ini selanjutnya nanti akan memunculkan persaingan pada
level penulis dan yang paling diuntungkan tentu saja penulis yang popular.
Selanjutnya cara mengirimkan naskah ke penerbit dilakukan dengan 5 langkah yaitu: PERTAMA, cetak naskah lengkap; KEDUA, sertakan biodata penulis; KETIGA, deskripsikan segmen pasar yang ingin diraih, KEEMPAT, masukkan ke amplop lalu kirim ke penerbit; KELIMA, tunggu informasi selanjutnya dari penerbit.
Jika naskah diterima penerbit, maka penerbit
akan melounching buku tersebut berdasarkan timing pasar tidak berdasarkan antrian
naskah yang masuk terlebih dahulu. Namun jika naskah tersebut didasarkan karena
permintaan, misalkan karena sudah banyak yang memesan maka buku tersebut bisa
diterbitkan segera.
“Bilau kau bukan anak raja, juga bukan anak
ulama besar, maka menulislah…” al Ghazali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar