Artikel

Jumat, 19 Maret 2021

MENELUSURI JEJAK PERJALANAN SANG GURU: TGH. MUSTHOFA UMAR ABDUL AZIZ (Bagian 2)

Setelah tidak lagi menjadi siswa di Sekolah Rakyat, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz dididik oleh orang tuanya di rumah dengan memperdalam ilmu agama sembari membantu ayahnya bekerja di sawah dan terkadang membantu ibunya berjualan kue, dan kondisi ini berlangsung kurang lebih selama 5 tahun karena setelah itu beliau kembali menuntut ilmu di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan (NW) Pancor Kabupaten Lombok Timur di bawah bimbingan TGKH. M. Zainudin Abdul Madjid.

TGKH. M.  Zainuddin Abdul Madjid adalah seorang ulama di Pulau Lombok yang secara genitas berasal dari garis keturunan darah biru. TGKH. M.  Zainuddin Abdul Madjid dilahirkan di kampung Bermi, Pancor, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 17 Rabi’ul Awwal 1316 H bertepatan dengan tanggal 5 Agustus 1898 M dari perkawinan TGH. Abdul Madjid dengan seorang wanita bernama Hajah Halimah al-Sa'diyah. Sejumlah kalangan berpendapat bahwa TGKH. M.  Zainuddin Abdul Madjid berasal dari  keturunan orang-orang terpandang, yaitu keturunan sultan-sultan Selaparang. Argumen ini paralel dengan analisa yang diajukan oleh seorang antropolog berkebangsaan Swedia bernama Sven Cederroth, yang merujuk pada kegiatan ziarah yang dilakukan TGKH. M.  Zainuddin Abdul Madjid ke makam Selaparang pada tahun 1971, sebelum berlangsungnya kegiatan pemilihan umum. 

Praktek ziarah semacam ini memang biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, termasuk masyarakat Sasak, untuk mengidentifikasikan diri dengan leluhurnya. Di samping itu pula, TGKH. M.  Zainuddin Abdul Madjid tidak pernah secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap anggapan dan pernyataan-pernyataan yang selama ini beredar tentang silsilah keturunannya, yakni kaitan genetiknya dengan sultan-sultan Kerajaan Selaparang

TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz menuntut ilmu di bawah bimbingan TGKH. M. Zainudin Abdul Madjid kurang lebih selama 4 tahun. Pendidikan di Pancor seharusnya diselesaikan selama 6 tahun, namun karena TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz tergolong santri yang memiliki kecerdasan intelektual di atas rata-rata maka pendidikannya di Pancor dapat diselesaikan hanya dalam waktu 4 tahun. Dalam keseharian di pondok, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz terkenal sebagai santri yang sangat rajin belajar dan beribadah. Semangat belajar yang menjadi karakteristiknya semakin produktif karena ditopang oleh kemampuan akademiknya yang cukup tinggi. Dalam waktu yang relative singkat beliau dapat mengusai materi kitab yang disajikan. Satu hal yang menjadi tradisi TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz ketika berada di pondok adalah selalu tidur lebih awal dan bangun cepat. Pada sepertiga malam beliau selalu menghabiskan waktu untuk bercengkrama dengan Allah SWT melalui Qiyam al Lail, Tilawah al Quran, dan mengkaji kitab-kitab yang telah dipelajari serta melakukan wirid dzikir.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Pancor pada tahun 1949, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz akhirnya kembali ke kampung halaman dan mengabdikan diri di lembaga pendidikan yang dibangun kakak beliau yaitu TGH. Muhammad Sakaki. Lembaga pendidikan ini berorientasi untuk mendidik dan membina anak-anak dalam pendidikan keagamaan. Dalam perkembangannya, lembaga pendidikan ini mendapat respon yang cukup positif dari masyarakat, sehingga masyarakat pun menyarankan agar jangkauan lembaga ini diperluas sehingga tidak terbatas untuk mendidik anak-anak namun juga remaja atau masyarakat umum. Dalam rangka mewujudkan harapan masyarakat tersebut, lembaga pendidikan yang pada awalnya bernama Nahdlatul Aulad berubah menjadi Nahdlatul Muslimin.

Di samping menjalankan profesi sebagai seorang pendidik di lembaga Nahdlatul Muslimin, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz juga membuka peluang usaha berupa menjual sembako dan bisnis jual beli tanah. Setelah sekian lama bergelut di dalam dunia pendidikan dan dunia usaha, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz memutuskan untuk pergi berhaji ke Tanah Suci melalui jalur laut dengan menggunakan kapal.

Sekembali dari Tanah Suci, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz menyempatkan diri untuk bersilaturrahmi dengan sang guru TGKH. M. Zainudin Abdul Madjid. Di sela-sela agenda silaturrahmi tersebut, Sang Guru menyarankan TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz untuk melanjutkan studi di Makkah untuk memperdalam kajian terhadap kitab-kitab keislaman. Setelah cukup lama merenungi saran dari Sang Guru, maka TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz akhirnya memutuskan untuk melakukan pengembaraan ke Tanah Suci mengambil berkah ilmu dari para masyaikh.

TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz cukup lama menuntut ilmu di Makkah. Tidak hanya menuntut ilmu, beliau juga dipercaya oleh pemerintah Arab Saudi sebagai tim pengajar di Masjidil Harom, tugas ini beliau jalankan kurang lebih selama 2 tahun terakhir sebelum dikeluarkan kebijakan oleh pemerintah Arab Saudi terkait larangan mengajar di Masjid al Haram bagi pengajar yang tidak memiliki surat domisili. Pada tahun 1985 pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan bahwa seluruh ulama non Arab tidak lagi diperkenankan mengajar di Masjidil Harom kecuali yang memiliki surat keterangan domisili. Terkait kebijakan ini, maka TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz akhirnya kembali ke Pulau Lombok dan mendirikan Pondok Pesantren Al-Aziziyah.

Setelah cukup lama mengabdikan diri kepada masyarakat untuk mendistribusikan ide dan pemikiran beliau serta ikhtiar membumikan al Quran di Pulau Lombok melalui Pondok Pesantren Al-Aziziyah, tepat di hari Kamis tanggal 1 Rajab 1435 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Mei 2014 sekitar pukul 11.40 WIB TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz kembali ke rahmatullah dengan meninggalkan 1 orang istri yaitu Hj. Fauziyah dan 8 orang putra putri yaitu Drs. H. Munawwir Musthofa, SH, MH, H. Munawwar Hadi, S.H, H. Fauzul Bayan Musthofa, S.Ag, TGH. Fathul Aziz Musthofa, Hj. Fuziyati Musthofa, H. Fauzan Musthofa, S.H, H. Fawwaz Musthofa, S.H, M.A, dan Hj. Zakiyah Musthofa, S.Pd.I.

TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz meninggalkan warisan berharga kepada masyarakat Lombok yaitu ribuan santri, dewan asatidz dan sebuah lembaga pendidikan Pondok Pesantren yang menjadi pusat pengembangan program Tahfizh al Quran di Pulau Lombok. Warisan tersebut tentu saja hingga kini memberikan kontribusi yang cukup signifikan terutama dalam ikhtiar pengembangan program Tahfizh al Qur’an di Pulau Lombok. Estapeta perjuangan TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz sejatinya harus senantiasa dilanjutkan agar ikhtiar membumikan kalam-kalam Tuhan di Pulau seribu Masjid dapat terwujud.

Guru-guru TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz

Kapasitas keilmuan yang dimiliki TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz tidak lepas dari peran para guru yang telah membimbing dan membina beliau baik ketika berada di Lombok maupun di Makkah al Mukarromah. Di antara guru-guru beliau adalah: (1) TGH. Umar Abdul Aziz, adalah orang tua sekaligus guru TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz. Sejak usia dini beliau secara intens dibimbing untuk memahami dasar-dasar agama terutama persoalan-persoalan terkait al-Quran. (2) TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid, adalah sosok yang juga berjasa dalam membimbing TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz ketika beliau menuntut ilmu di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan (NW) Panncor Lombok Timur. (3) TGH. Lalu Zainal Abidin, Sakra Lombok Timur. (4) TGH. M. Rois, Sekarbela Kota Mataram. (5) TGH. Abdul Hafizh, Kediri Lombok Barat; (6)   Syekh Hasan Masyath, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz belajar tentang Hadits Bukhori Muslim. (7)  Syekh Muhammad Amin Quthby; (8)   Syekh Muhammad Qadir as-Syangkithy; (9)  Syekh Yahya Al-Hindy; (10) Syekh Yasin al-Fadany, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz belajar Ilmu Sanad Hadits; (11) Syekh Zaid Hasan al-Yamani, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz Ushul Fiqh; (12) Syekh Syekh Ahmad Anshori, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz belajar tentang Fiqih; (13) Syekh Anizar Hamdi al-Iraqy, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz belajar tentang ilmu Tafsir; (14) Syekh Manshur, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz belajar tentang sejarah; (15) Syekh Abu Zakaria Yahya, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz belajar Ilmu Tauhid; (16) Syekh Zakaria Billa, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz belajar Ilmu Ushul Fiqh; (17) Syekh Abdullah al-Sankiti Murtania, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz belajar Ilmu Nahwu; (18) Syekh Abdul Hamid al-Ubadi, TGKH. Musthofa Umar Abdul Aziz belajar Ilmu Tasawuf; (19)  Dan beberapa masyaikh lannya. (Bersambung)

Selasa, 09 Maret 2021

KISAH GURU INSPIRATIF DARI SUDUT TIMUR INDONESIA (Pertemuan ke 23)

Waktu berjalan begitu cepat dan tidak terasa malam ini kita sudah memasuki pertemuan  ke 23, Rabu 24 Februari 2021. Pada pertemuan kali ini perkuliahan akan disuguhkan oleh narasumber hebat, yang akan mengulas perjalanan kisahnya menjadi guru di "Sudut Timur Indonesia". Beliau adalah Khamdan Muhaimin, S.Pd, Gr seorang guru di SMPN 5 Sambi Rampas Kab. Manggarai Timur, Provinsi NTT.

Pak Khamdan Muhaimin bukanlah orang yang berasal dari “Timur Indonesia”, namun beliau adalah kelahiran Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah yang selanjutkan mengabdikan dirinya untuk membangun pendidikan di Sudut Timur Indonesia yaitu di kabupaten Manggarai Provinsi NTT. Beliau bertugas di daerah terpencil dengan kategori daerah 3T (Terdepan, terluar dan tertinggal), daerah yang cukup jauh dari hingar bingar kehidupan kota yang serba lengkap dengan fasilitas yang menopang kehidupan masyarakat.

Pak Khamdan mengabdi di daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal) dari tahun 2015 sampai sekarang kurang lebih selama 6 tahun. Mendengar istilah daerah 3T tentu kita sudah bisa membayangkan kondisi daerah tersebut, seperti yang dipaparkan Pak Khamdan bahwa kondisi daerah tempatnya bertugas tidak ada akses listrik, sinyal susah, air susah, jalan rusak mendaki menurun sedangkan mata pencaharian masyarakat berkebun/petani kopi yang hasil panenya satu tahun satu kali. Sehingga kehidupan ekonomi masyarakat adalah ekonomi menengah ke bawah. Di sini terdapat 7 kampung yang mana masing-masing kampung lokasinya berjauhan antara yang satu dengan lainnya.

Akses menuju Ibu Kota Kabupaten membutuhkan waktu kurang lebih 4 jam. Jadi untuk sekedar menikmati semangkuk bakso, mie ayam, nasi gorong, sate dan lainnya kita harus menempuh perjalanan 8 jam.

Warga di "Sudut Timur Indonesia" ini tidak pernah atau bahkan  jarang sekali membeli sayur ke kota karena umumnya mereka menanam sendiri segala kebutuhan hidup untuk dimakan sehari-hari, alam sudah menyediakan apa yang mereka butuhkan. Mereka menanam labu, daun singkong, kubis, buncis, daun pepaya. Tetapi makanan favorit adalah daun singkong, labu beserta daunya karena tumbuh setiap saat (tidak mengenal musim) sedangkan kubis menunggu musim kemarau. Untuk lauk kita biasanya dengan telur,mie instan, ikan asin, ikan basah kalo musim ikan dan ayam pedaging .

Adat di daerah 3T sangat kuat, berbagai acara adat masih ada misalkan di daerah ini adalah Pertama Irong, tidak boleh berteriak, menyalakan api, ribut, selama 1-2 hari, tujuanya adalah supaya hasil panen melimpah. Kedua, Acara mbaru dor, adalah masuk rumah baru mereka menggunakan berbagai acara adat. Ketiga, Kepok tuak adalah adat menyambut kedatangan tamu dengan berbicara adat menggunakan tuak, rokok dan ayam kampung. Ungkapan ketulusan orang disini menerima tamu dan kegembiraan menyambut tamu baru. Keempat      Makan padi baru, acara pesta sekolah dll.

Kondisi yang serba terbatas inilah yang kemudian membuat Pak Khamdan termotivasi untuk mendokumentasikan kisahnya dalam sebuah tulisan. Menulis tentang berbagai  tantangan dan solusi menjadi pendidik di daerah 3T. Pertama kali menulis langsung menjadikannya finalis (10) besar kegiatan Simposium GTK 2016 di Jakarta yang diselenggarakan oleh Kemdikbud RI.

Motivasi terbesar yang membuatnya menulis adalah keinginan agar pendidikan di daerah khusus atau daerah terpencil yang masih serba kekurangan dari berbagai akses dapat diperhatikan oleh pemerintah. Di samping itu tentu saja dengan menulis tentang kisah pengabdian di daerah 3T dapat memotivasi guru-guru yang berjuang di garis depan daerah terpencil supaya para pendidik semangat  berinovasi dan  menginspirasi walaupun berada di tempat yang paling sudut dari Indonesia. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah tulisan ini akan menjadi “tamparan” yang cukup keras bagi kita para pendidik yang ditakdirkan mendidik di daerah perkotaan, daerah yang serba lengkap dengan fasilitas namun justru belum mampu mendedikasikan diri seutuhnya untuk kemajuan pendidikan.

Memunculkan ide dalam menulis dapat dilakukan dengan mencari permasalahan-permasalahan untuk selanjutnya kita carikan solusinya seperti yang Pak Khamdan lakukan, menulis dengan mengidentifikasi  persoalan-persoalan yang ditemukan terutama berkaitan dengan pendidian di daerah 3T kemudian selanjutnya memberikan solusi dari persoalan-persoalan tersebut. Persoalan dan solusi ini selanjutnya didokumentasikan dalam tulisan setidaknya agar lebih banyak memberi manfaat, sehingga setiap orang yang membaca akan terinspirasi dan bisa menjadikannya referensi dalam menyelesaikan persoalan yang serupa.

“Sebaik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain”

Di daerah 3T Pak Khamdan mendirikan rumah belajar pada tahun 2016 dan masih eksis sampai sekarang.  Rumah belajar ini dibangun dalam rangka mengarahkan anak-anak daerah 3T untuk belajar, mengingat segudang aktivitas yang harus mereka jalani sepulang sekolah. Anak-anak setelah pulang sekolah makan, istirahat sebentar kemudian ke kebun untuk ambil kayu bakar dan sayur kemudian pulang makan malam dan tidur karena kelelahan sehingga tidak sempat belajar. Melihat kondisi itu maka didirikanlah rumah belajar agar  anak-anak semangat belajar dengan menyajikan kegiatan les matematika, membaca buku, menggambar, mewarnai, bulu tangkis , bola voli, puzzle dan sebagainya. Sedangkan malamnya pukul 19.30 wita anak-anak juga dapat belajar mengoperasikan laptop dan akses internet gratis di rumah belajar. Bahkan yang sangat special rumah belajar ini pernah mendapatkan kiriman buku dari  Najwa Shihab sebagai duta baca Indonesia.

Di samping mendirikan rumah belajar, Pak Khamdan juga menjadi relawan di daerah 3T dengan membuat proposal bantuan ke berbagi instansi negeri maupun swasta. menjalin kerjasama dengan Yayasan, kampus, komunitas, media online, perpustaakan daerah maupun nasional. Bantuan-bantuan dari berbagai instansi termasuk lembaga sosial lainnya selanjutnya  didistribusikan ke sekolah-sekolah berupa flashdisk vidio pembelajaran, seragam sekolah, buku bacaan, alat tulis.

Tidak hanya untuk kebutuhan sekolah, banyak juga bantuan berupa mukena, al Quran, Iqro, buku, karpet, yang selanjutnya didisribusikan ke masjid. Di samping itu Pak Khamdan bersama donator  membuat dua sumber mata air dan 4 bak penampung air untuk warga sekitar yang kekurangan air di daerah 3T.

Mengabdi di daerah 3T membutuhkan 2 syarat utama yaitu harus ikhlas dan pastinya sabar. Di daerah 3T sinyal susah kadang blank sinyal 3 hari, kita bisa bayangkan 3 hari tanpa HP, berat bukan?

Persolan inilah yang dihadapi Pak Khamdan, sebagai solusi beliau menginisiasi sekolah berbasis digital seperti: Computer Based Tes offline dan pemilihan ketua OSIS offline merupakan pertama kali dilaksanakan di sekolah-sekolah yang ada di kabupaten Manggarai Timur, cara kerja ini digital akan tetapi tanpa menggunakan sinyal dan kartu perdana, selain itu dibuat  juga kelompok belajar mini di setiap kampung.

Ketika menemukan persoalan-persolan di daerah 3T Pak Khamdan biasanya mencatat persoalan tersebut, kemudian pada malam harinya beliau baca sambil  mencari solusi dengan inovasi-inovasi yang bisa dilakukan.

Memberikan perubahan di masyarakat membutuhkan waktu dan proses yang lama, tidak semudah mengedipkan mata. Harus dilakukan secara konsisten, istiqomah.  Secara perlahan kita sodorkan program yang bisa memberi manfaat untuk mereka. Umumnya masyarakat akan antusias dengan hal baru, terlebih lagi masyarakat yang berada di daerah pedalaman, kedatangan kita sangat diharapkan, karena mereka sadar bahwa kita akan membawa perubahan ke arah lebih baik..

Anak-anak di daerah 3T juga bagian dari kita, jadi kita juga harus merasa bahwa mereka harus mendapatkan kesempatan dan fasilitas yang cukup, sehingga kita berharap dan tentunya dengan ikhtiar yang kuat agar anak-anak di daerah 3T dapat mengejar ketertinggalan dengan pengabdian yang tulus dari guru-guru yang ditugaskan di daerah 3T.

Semoga Pak Khamdan selalu menjadi pelita yang akan menyinari daerah di “Sudut Yang Paling Timur Indonesia” dan tentunya selalu menginspirasi para pendidik untuk berikhtiar seoptimal mungkin menebar manfaat. Guru tidak hanya mengajar tetapi juga bisa berkontribusi bagi lingkungan sekitar yang membutuhkan.

TIPS MENCARI IDE MENULIS (Pertemuan ke 13)

Menu perkuliahan online malam ini Rabu 3 Pebruari 2021 disuguhkan oleh narsumber hebat Bapak Agus Sampurno yang bertemakan “Ide Menulis”. Saat ini narasumber menjabat sebagai Education specialist sekaligus Ketua Yayasan Pendidikan Sorowako Sulawesi Selatan. Sebelumnya dari tahun 2015- sampai Oktober 2020 beliau adalah Konsultan sekolah dan project leader pada Putera Sampoerna Foundation School Development Outreach Jakarta. (Tahun 2018) menjadi Master Trainer Sertifikasi BNSP.

Narasumber malam ini memiliki pengalaman mengelola sekolah menjadi Kepala sekolah Ananda Islamic School Jakarta Barat setelah sebelumnya selema 13 tahun  menjadi guru dan Koordinator kurikulum di Global Jaya International School Jakarta. Penghargaan yang pernah diraih adalah pada tahun 2009 sebagai Bloger Pendidikan terbaik Detik.com, menjadi guru Microsoft Indonesia Innovative Educators pada tahun 2010.

Untuk mengulas lebih jauh terkait “Ide Menulis”, setidaknya kita harus memahami beberapa prinsip dasar yaitu:

PERTAMA,  90% ide tulisan muncul ketika Anda tidak peduli dengan apa yang orang lain katakan mengenai tulisan anda. 10% keberhasilan menulis baru mengenai seberapa anda konsisten dalam menulis. KEDUA,  Menulislah dengan hati, mengeditlah dengan pikiran; KETIGA, Hambatan penulis terjadi ketika kita terlalu menghakimi diri sendiri saat mulai menulis; KEEMPAT,  Mengedit sebuah tulisan adalah sebuah upaya pembersihan dan akan terasa membosankan serta bisa juga membuat frustrasi, tetapi juga bersifat terapeutik atau hal yang baik bagi kegiatan menulis anda. Mengedit seperti yang sering kita lakukan dalam kehidupan kita. Buang jauh yang tak perlu. Utamakan yang inti; KELIMA, Tiga prinsip dalam menulis. 1) Sederhanakan pesan Anda. 2) Buatlah tulisan Anda menyenangkan, menakutkan, menegangkan, atau mendidik.3) Buatlah tulisan Anda begitu menarik sehingga seseorang pasti sudah gila untuk tidak membacanya.

KEENAM. "Menulis dengan baik berarti berpikir dengan baik. Jika Anda tidak dapat menulis dengan baik, itu berarti Anda tidak dapat berpikir dengan baik; KETUJUH,  Tulisan awal Anda akan seperti air kotor, tetapi semakin banyak Anda menulis, semakin bersih “air kreatif” Anda; KEDELAPAN,  Pisahkan kegiatan antara mencari ide dan menulis. Carilah ide dan buatlah daftar. Baru kemudian ambil stu persatu untuk anda tuliskan; KESEMBILAN, Kegiatan mengedit tulisan sama pentingnya dengan menulis itu sendiri. Jika anda membaca tulisan di blog yang 'mentah' itu berarti nafsu si penulis hanya menerbitkan (posting) dan bukan mempersembahkan buah pikiran nya yang terbaik;  KESEPULUH, Membuat sebuah judul tulisan adalah sebuah seni tersendiri. Teruslah berlatih; KESEBELAS, konsisten lah dalam menulis, anda akan menemukan diri anda sebagai penulis saat anda konsisten; KEDUABELAS, jangan pernah berpikir untuk punya ide anda sendiri. lakukan ATM terus menerus amati tiru dan modifikasi. Penyakit seorang penulis adalah memaksa dirinya keluarkan hal yang asli produk dari dirinya. akibatnya ia malah tidak pernah menulis; KETIGABELAS,  bagaimana menjadi sosok yang berbeda di internet?cari keunikan anda, pelajari sebuah hal yang akan jadi brand anda, jika sudah punya brand lanjutkan dengan mengajarkan orang lain.

Menu perkuliahan malam ini cukup membangkitkan selera, hal ini terlihat dari kegelisahan para peserta hebat yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan. Di antara pertanyaan yang muncul misalnya adalah cara mengelola hati supaya tak merasa kecewa berkepanjangan ketika karya tulis tidak dihiraukan oleh orang lain. Dilihat tidak, apalagi sampai dibaca dan diberikan komentar.

Persoalan ini lumrah terjadi, dan ini sebagai sebuah ujian mental sekuat apa mental yang kita persiapkan untuk menjadi seorang penulis. Ada dua perspektif dalam hal berkarya, PERTAMA dilihat dari penulis. Bagi seorang penulis yang akan menjadi sorotan adalah yang buruk dan inilah yang pada akhirnya membuat si penulis kecewa. KEDUA adalah dilihat dari konsumen yaitu para pembaca. Pembaca akan selalu mengingat sisi bagusnya sebuah karya. Karena itulah kemudian sebagai seorang penulis sejatinya kita memposisikan diri layaknya sebagai konsumen yang akan menikmati sebuah karya sehingga kita akan selalu berpikir positif terhadap karya yang kita hasilkan. Kita harus bersikap masa bodoh dengan  karya kita yang tidak dilirik orang, teruslah berkarya karena boleh jadi suatu saat karya tersebut menjadi karya yang fenomenal.

Hal yang mesti dihindari adalah ketika kita menulis sesuatu yang merupakan ungkapan jiwa sendiri kemudian justru kita menuntut pembaca untuk memberikan respons positif terhadap karya tersebut. Penilaian sepenuhnya hak pembaca, jika mereka menikmati dan mendapat fanfaat dari karya kita sudah dipastikan mereka akan memberi respon positif. Secara secara manusiawi orang hanya memperhatikan sesuatu yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya. Bukan berarti sebuah ungkapan jiwa tidak akan bisa dihargai.

Dalam menulis kita jangan pernah berpikir untuk punya ide sendiri. Sebuah karya tidak muncul murni dan alami tanpa pernah bersinggungan dengan karya lain yang serupa, maka kita harus menerapkan rumus ATM terus menerus, amati, tiru lalu modifikasi. Penyakit seorang penulis adalah memaksa dirinya keluarkan hal yang asli produk dari dirinya. akibatnya ia malah tidak pernah menulis.

Dalam menerapkan rumus ATM bukan berarti selanjutnya seorang penulis tidak memiliki kekhasan. Ada istilah 'nothing new under the sun's artinya di dunia ini sebenarnya tidak ada yang sama sekali baru. Lalu apa langkah kita selanjutnya? temukan siapa penulis yang kita sukai. Pelajari, telusuri jejak penulis tersebut lalu modifikasi konsepnya. Semakin sering kita melakukan riset, maka secara tersendiri kita pada akhirnya nanti akan melahirkan kekhasan kita sendiri.

ATM adalah cara untuk seorang penulis menyusun tenaga agar bisa konsisten kemudian punya gayanya sendiri. Bagaimana cara menemukan brand unik dari karya kita? Brand adalah hal yang kita sukai dan dengan senang hati akan kita ajarkan kepada orang lain. Dalam menulis brand bisa berarti sebuah cara orang tertarik pada sebuah tulisan. Brand membuat orang punya julukan dan citra yang melekat.

Di samping brand, ketertarikan pembaca dipicu juga dengan sebuah judul. Membuat judul berarti memunculkan sesuatu pernyataan yang membuat orang tertarik. Setidaknya ada 5 teknik pembuatan judul yang harus kita pahami (5 Persuasive Words That Controls Minds) yaitu: 1. You, 2. Free, 3. New, 4. Now 5. Secret. Kelima elemen ini harus terepresentasi dalam sebuah judul yaitu anda, Bebas atau gratis, Baru atau terkini, Sekarang, dan Rahasia. Salah satu contoh judul yang menggambarkan rumusan  tersebut adalah:

“Tips bagi anda, guru kreatif dalam menaklukan kelas yang pasif selama PJJ (Anda)”

“Gratis untuk anda, resep membuat video pembelajaran yang memukau siswa (Gratis)”

“Aplikasi terkini pembelajaran jarak jauh (Terkini)”

“Temukan sekarang, 10 penyebab murid malas saat pembelajaran jarak jauh”

“Tujuh rahasia guru yang dirindukan siswanya saat PJJ (Rahasia)”

MOTIVASI MENULIS (Pertemuan ke 12)


Alhamdulillah kembali malam ini 29 Januari 2021 kita bersilaturrahmi di kelas maya “Belajar Menulis Gelombag 17”. Berharap semangat terus menemani agar kita tidak tergerus kejenuhan dan kesibukkan yang kemudian membuat aktivitas menulis menjadi terbengkalai.

Pertemuan ke 12 ini kita akan ditemani oleh seorang narasumber hebat yang berasal dari Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan. Jauh-jauh dari Sulawesi Selatan, beliau menyempatkan diri untuk silaturrahmi dan berbagi pengalaman pada malam ini. Kecanggihan teknologi membuat Tana Toraja menjadi semakin dekat

Narasumber kita malam ini adalah Pak Yulius Roma Patandean, S.Pd seorang guru yang mengajar Bahasa Inggris di SMAN 5 Tana Toraja. Beliau kelahiran 6 Juli 1988 dan merupakan salah satu alumni kelas belajar menulis gelombang 8, yang bukunya sudah tembus 2 kali ke penerbit mayor.

Buku Digital Transformation telah diterbitkan oleh Penerbit ANDI dan menyusul Buku berjudul Flipped Classroom yang akan diterbitkan juga oleh Penerbit ANDI. Kedua buku ini adalah tulisan kolaborasi Pak Yulius dengan Prof. Richardus Eko Indrajit. Buku Guru Menulis Guru Berkarya adalah buku kumpulan resume Pelatihan Belajar Menulis gelombang 8. Sementara Buku Tetesan Di Ujung Pena adalah buku kumpulan puisi yang ditulis di bulan September-Desember 2020.

Pada prinsipnya kita sesungguhnya memiliki dua modal dasar dalam mendokumentasikan karya tulis yaitu ide dan pengalaman. Kedua modal ini tidak akan bermanfaat jika kemudian tidak kita olah dan kembangkan menjadi sebuah karya tulis yang bermanfaat. Hal ini sesungguhnya mudah dilakukan karena kita semua memiliki potensi dalam menulis.

Untuk menggali potensi menulis tersebut, langkah awal yang perlu kita lakukan adalah dengan berlatih dan terus berlatih menulis. Salah satu yang paling sederhana yang bisa kita lakukan adalah dengan membuat resume dari materi perkuliahan online “Belajar Menulis” yang diinisiasi oleh Omjay dkk. Resume ini akan melatih keistiqomahan kita menulis, mengasah otak untuk berpikir memunculkan ide-ide kreatif yang selanjutnya dituangkan dalam tulisan. Resume ini menjadi sangat mudah karena kontennya sudah ada, tinggal kita berinovasi melakukan tambal-sulam agar rangkaian kata-katanya mudah dicerna.

Menulislah tanpa beban, seperti air yang mengalir dari ketinggian, di mana ia akan berhenti di tempat yang datar untuk menjadi satu kumpulan yang besar. Demikianlah kata demi kata yang kita tuliskan, sedikit demi sedikit, pada akhirnya akan terkumpul menjadi naskah yang bisa dibukukan.

(Yulius Roma Patandean)

Sebuah buku berdasarkan format yang ditetapkan UNESCO minimal berisi 40 halaman, jika kita menulis minimal 20 resume dengan jumlah 5 halaman pada setiap resumenya sebagaimana program pelatihan “Belajar Menulis” ini kita bisa selesaikan dengan  baik, maka dengan ukuran kertas A5 akan menghasilkan buku dengan jumlah 100 halaman.

Sebagai ikhtiar kita untuk membangun motivasi dalam menulis, kita harus selalu berbagi agar tulisan tersebut memberi manfaat untuk orang lain. Ketika tulisan mendatangkan kebermanfaatan untuk orang lain maka rasa percaya diri kita akan terbangun dan secara otomatis akan membangkitkan motivasi kita untuk menulis dan terus menulis. Kita bisa berbagi melalui blog, WA Grup sekolah, menulis artikel di laman guruberbagi.kemdikbud.go.id, atau bisa juga yang paling sederhana melalui KKG dan MGMP.

Di samping itu berbagi untuk membangkitkan motivasi menulis bisa kita lakukan dengan mengajak rekan-rekan guru di sekolah agar mau menulis. Untuk memprofokasi mereka menulis kita harus menyiapkan bukti karya yang sudah kita terbitkan. Dengan demikian strategi ini bisa memotivasi mereka untuk menulis. Jika ada guru yang berminat tinggal kita arahkan sesuai dengan minatnya, misalkan jika guru Bahasa Indonesia kita bisa mengarahkannya menulis puisi untuk kemudian dikumpulkan dalam satu naskah dan selanjutnya diterbitkan menjadi sebuah buku. Jika guru Pendidikan Agama Islam misalnya, bisa kita arahkan untuk membuat naskah khutbah yang kemudian bisa kita kumpulkan dan terbitkan menjadi sebuah buku kumpulan khutbah.

Strategi ini seperti yang dikatakan Bapak Yulius adalah yang paling sederhana. Sehingga beliau pernah mengajak rekan-rekan guru membuat karya puisi. Setelah dua bulan berjalan akhirnya terkumpul 71 puisi yang siap dibukukan dengan judul buku Merajut Asa di Badai Korona

Ikhtiar berbagi yang kita lakukan ini sebagai jawaban bahwa menerbitkan buku itu sangatlah  mudah. Sebab sering kali kita berpikir bahwa menerbitkan buku adalah sangat sulit, terlebih lagi jika kita hanya seorang guru yang tidak dituntut membuat sebuah karya tulis, beda halnya dengan dosen yang mana menulis menjadi sebuah kewajiban. Maka dari sini kemudian kebanyakan kita berpikir jika menulis sangatlah sulit, harus ilmiah, dan bahkan harus mengerutkan dahi untuk berpikir dalam. Namun ternyata menulis pada prinsipnya sangatlah mudah, kita bisa menulis hal-hal yang paling sederhana yang bisa kita temukan di sekitar dan yang paling penting dari semua itu adalah bahwa kita bisa melakukannya.

Banyak imbasan yang muncul ketika kita berhasil menerbitkan sebuah karya tulis, terlebih lagi bagi guru-guru yang berstatus PNS yang mana karya tulis ini sangat diperlukan pada saat kenaikan pangkat. Dengan demikian kita yang menjadi guru PNS setidaknya bisa menjadi motivator yang akan memotivasi rekan-rekan guru lainnya untuk membangkitkan semangat untuk menulis. Terlebih bagi guru-guru PNS yang ada di grup menulis PGRI ini, mari kita menjadi pionir untuk mengkampanyekan naik pangkat secara bermartabat melalui karya tulis yang ber-ISBN.

Resume dari materi yang disampaikan narasumber pada perkuliahan online “Belajar Menulis” bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan kenaikan pangkat bagi rekan-rekan guru. Buku kumpulan resume adalah buku yang berisi juga tentang pendidikan, yakni metode penulisan, motivasi tentang belajar, strategi menulis dan sebagainya. Bahkan kita bisa mendesain buku kumpulan resume ini menjadi lebih mengarah pada pendidikan untuk selanjutnya kita terbitkan untuk kebutuhan kenaikan pangkat. Buku dalam bidang pendidikan yang dicetak oleh penerbit dan ber-ISBN, nilainya 3. Sementara buku yang dicetak oleh penerbit namun  tidak ber-ISBN nilainya 1,5.

DISIPLIN DALAM MENULIS (Pertemuan ke 28)

Perkuliahan “Belajar Menulis” kali ini Senin 8 Maret 2021 disajikan oleh narasumber hebat yaitu Ibu Tini. Nama lengkap beliau Tini Sumartini kelahiran Bandung 13 Juni 1968. Beliau termasuk pemula dalam menulis namun karyanya seperti penulis professional. Detail profil beliau bisa diakses di https://ambuguru.blogspot.com/2021/01/biodataku.html

Di awal pemaparannya, Ibu Tini menjelaskan bahwa sebenarnya beliau  terlambat jatuh cinta pada dunia literasi karena beliau baru mulai belajar menulis pada usia di atas 50 tahun. Namun prinsip yang selalu dijadikan motto adalah  'never too old to learn, dengan demikian usia sesungguhnya hanyalah persoalan waktu. Pada usia berapapun kita belajar selama ikhtiar itu dilakukan dengan sepenuh hati, maka sudah pasti kita akan menuai hasil yang maksimal.

Dalam menulis kita harus bisa membangun motivasi yang kuat, kita harus bisa berekspektasi yang tinggi untuk menerbitkan buku. Jika seorang PNS kita bisa menjadikan menulis sebagai sebuah motivasi untuk pengajuan kenaikan pangkat.  Dengan demikian, meciptakan sebuah ekspektasi sedari awal akan menjadi sebuah “cambuk” yang selanjutnya akan selalu mengontrol kita untuk mewujudkan target yang telah ditetapkan. Sebagai penulis pemula hal inilah yang harus kita lakukan karena kuncinya tiada lain adalah disiplin diri.

Lalu apa saja tips dalam membangun kedispilinan diri agar bisa konsisten menulis? Berkut ini tips yang bisa diaplikasikan:

PERTAMA, Mulai bergabung dengan komunitas bloger. Hal ini perlu dilakukan sebagai ikhtiar awal membangun budaya menulis. Budaya ini adalah hal utama yang harus dibentuk terlebih lagi kita sebagai seorang penulis pemula

Dengan bergabung di komunitas blogger setidaknya menjadi sebuah proses membangun budaya menulis, budaya tidak bisa tercipta begitu saja namun membutuhkan waktu yang cukup lama. Jika tergabung dalam komunitas blogger rutinitas menulis kita akan terjaga, sebab akan banyak tantangan yang akan disuguhkan oleh komunitas tersebut untuk memicu kita mau dan terus menulis dan menulis.

KEDUA, Meluangkan waktu untuk menulis. Meluangkan waktu menulis artinya kita harus mampu menciptakan waktu tesendiri untuk menulis, bukan menunggu ada waktu baru kemudian menulis. Jangan mencari waktu luang, tetapi ciptakan waktu luang. Mari ita investasikan waktu yang kita miliki untuk membangun budaya menulis yang nantinya menjadi karya abadi yang akan kita wariskan ke anak cucu.

KETIGA,  Menetapkan target. Target ini adalah trik paling jitu  untuk membunuh rasa malas. Target ini akan menjadi seacam “cambuk” atau “alarm” yang nantinya akan mengingatkan kita ketika rasa malas menggerogoti.

KEEMPAT, Memperbanyak membaca. Membaca adalah kunci utama menggapai kesuksesan. Akan banyak manfaat yang kita peroleh dari membaca karena itulah dalam ajaran agama (baca:Islam) wayu yang pertama kali diturunkan adalah yang berkaitan dengan membaca. Membaca apa saja, baik yang berupa teks maupun non teks.

Dengan membaca kita bisa menambah kekayaan dari kontens tulisan karena dengan membaca secara otomatis akan menambah perbendaharaan kosa kata, menambah istilah-istilah. Di samping itu dengan membaca kita bisa memicu munculnya ide dalam menulis.  

KELIMA, Melakukan blog walking. Blog walking atau silaturrahmi ke blog orang juga menjadi tips hebat yang bisa kita terapkan dalam membangun kedisiplinan menulis. Dengan melakukan silaturrahmi ke banyak blog akan  menambah wawasan pengetahuan dari posting-an orang lain.

Silaturrahmi ke blog harus disertai dengan memberi komentar, saran-saran yang membangun.  Memberi komentar untuk penulis pada blog akan menjadi semacam motivasi bagi penulis karena  merasa dihargai sehingga mereka akan terus berkarya. Karena kita juga penulis, suatu saat kita pun akan mengalami rasa senang ketika ada orang lain yang mengapresiasi karya kita.

Rabu, 24 Februari 2021

PROVOKASI DIRI UNTUK BERPRESTASI (Pertemuan ke 22)

Belajar menulis malam ini Senin, 22 Februari 2021 ditemani seorang narasumber super hebat yaitu Bapak Dede Suryana, seorang guru dengan segudang prestasi dan sejuta pengalaman yang insha Allah akan dibagi secara gratis kepada kita semua malam ini. Menu perkuliahan kali ini bertemakan “Motivasi Berprestasi”, sebuah tema yang akan menggugah semangat untuk berprestasi. Semoga tema ini mampu memprofokasi kita untuk terus menulis dan berkarya sebagai ikhtiar menjadi manusia yang bermanfaat untuk semesta.

Profesi seorang guru akan mengarahkan kita menuju “jalan tol” yang akan membawa kita menjadi manusia yang bermanfaat bagi semesta, terlebih lagi jika kita menjadi seorang guru penulis. Mengapa guru penulis? Karena tidak semua guru mampu mendokumentasikan pikiran-pikiran cerdasnya dalam tulisan, guru penulis cenderung lebih luas jangkauan silaturrahminya dibanding guru yang hanya  focus pada aktivitas mengajar yang tentu saja jangkauan silaturrahminya terbatas secara local.

Namun secara umum pada prinsipnya guru adalah profesi mulia dibandingkan profesi lainnya (maaf bukan mengaggap profesi lain tidak mulia). Guru semacam pabrik yang akan mengubah bahan baku menjadi barang bermanfaat guna. Profesi apapun yang kita geluti tanpa kehadiran seorang guru tentu tidak akan terwujud.  

Setiap orang memiliki motivasi, tapi tidak semua orang memiliki motivasi yang kuat untuk berprestasi. Karena itulah kemudian motivasi berprestasi ini harus selalu kita provokasi agar tidak pudar dan selanjutnya menghilang begitu saja. Dengan demikian, prinsip dasar yang harus kita jadikan sebagai referensi adalah kita harus mencatat apa yang saja yang harus dikerjakan kemudian hendaknya kita kerjakan apa yang sudah dicatat, artinya kalau ada tugas kerjakan, kalau ada ide tuliskan, kalau ada masalah,  bertanyalah seperti yang ditegaskan dalam al Quran surat an Nahl ayat 43, Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.

Abah, panggilan akrab narasumber kita malam ini adalah seorang pendidik yang sangat menginspirasi, beliau berbagi bagaimana sejatinya kita menjadi manusia yang bermanfaat kepada semesta. Prinsip dasar yang beliau jadikan sebagai pegangan utama adalah keikhlasan dan tekad yang kuat.

Selama kurang lebih 13 tahun beliau melakoni peran sebagai pendidik di sekolah inklusif, tentu ini tidaklah mudah karena tidak semua orang mampu untuk ambil bagian dalam mendidik dan membina anak-anak inklusif. Lalu mengapa “Abah” bisa bertahan selama 13 tahun lamanya? Beliau bertahan untuk terus mengajar, mungkin karena tuntutan hati yang dalam hal ini bisa kita istilahkan dengan “keikhlasan”

Sejak awal “Abah” memang bercita-cita menjadi seorang guru, namun cita-cita ini pernah pupus di tengah jalan karena beliau ditinggal sang ayah pada tahun 1981 hingga akhirnya pendidikan harus berakhir di bangku SMA. Karena Allah SWT sudah menggariskan dalam catatan taqdirnya bahwa “Abah” menjadi seorang guru, maka tahun 1987 “Abah” direkomendasikan menjadi pengajar di SMP.

“Abah” direkomendasikan untuk mengajar di SMP  oleh salah seorang guru beliau yang menyadari sejak awal kapasitas dan kompetens “Abah”, dan akhirnya “Abah” pun mengajar di SMP tersebut selama kurang lebih 20 tahun lamanya hanya bermodal ijazah SMA.

Selanjutnya pada tahun 2006 beliau hijrah ke Bandung dan dengan bermodal ijazah SMA beliau mengajar di Sekolah Dasar. Motivasi intelektual “abah” seolah tidak pernah surut untuk selalu belajar hingga akhirnya pada tahun 2010 beliau terdaftar sebagai mahasiswa S-1 di UPI Bandung melalui jalur beasiswa. Pada tahun 2014 beliau menyelesaikan pendidikan S-1 di usia 40 tahun, hebat bukan?

Perjalanan yang ditempuh hingga berhasil menyelesaikan pendidikan S-1 tidaklah mudah. Ada dua factor yang cukup menjadi kendala, yang pertama tentu saja factor usia. Usia  40 tahun tidaklah muda, jika kita mengamati mahasiswa-mahasiswa S-1 saat ini adalah mereka yang rata-rata baru lulus SMA yang dari segi usia relative muda. Jika ada mahasiswa saat ini kuliah S-1 di usia 35 tahun ke atas, tentu memiliki motivasi yang berbeda, bahkan tidak berlebihan mungkin jika kita menduga bahwa mereka yang kuliah di usia ini tidaklah termotivasi karena tuntutan keilmuan namun lebih kepada tuntutan pekerjaan atau jabatan.

Factor kedua yang juga menjadi kendala adalah ketika harus memikirkan 2 hal secara bersamaan, kuliah dan keluarga. Secara finansial kita membutuhkan biaya kuliah demikian pula halnya urusan dapur harus terpenuhi, sehingga ketika misalnya kita tidak memiliki motivasi sekuat baja tentu akan menjadi boomerang yang pada akhirnya membuat kita stres.

Lulus S-1 tahun 2014 tidaklah membuat “Abah” merasa puas, pada tahun 2016 “Abah” melanjutkan perjalanan intelektualnya dengan mengikuti program pascasarjana dan lulus tahun 2018 di usia 50 tahun.

Prestasi bukanlah sesuatu yang bisa diperoleh dengan instan, tidak semudah mengedipkan mata, atau bahkan tidak sesederhana menyeruput secangkir kopi hangat di pagi hari. Namun prestasi membutuhkan ikhtiar, komitmen dan konsistensi yang tinggi. Untuk itu maka kita harus bisa memprofokasi diri sendiri untuk meningkatkan kompetensi, seperti apa yang disuguhkan “Abah” dalam melakoni perannya sebagai seorang pendidik.

Karena kompetensi yang dimilikinya banyak orang yang kemudian mengundang “Abah” untuk  mendedikasikan dirinya pendidik putra putri bangsa di jenjang SMP, SD, perguruan tinggi, dan bahkan beliau menjadi narasumber di berbagai kajian ilmiah. Berkesempatan berbagi dengan guru hebat pada kegiatan Bimtek guru pembimbing khusus bagi guru yg mengajar di sekolah inklusif di Indonesia.

Guru zaman NOW sesungguhnya adalah mereka yang merasakan kenyamanan saat berada di zona yang tidak nyaman dan selalu belajar tanpa batas “long life uducation”, tuntutlah ilmu dari buaian hingga masuk ke dalam liang lahat.

Sebagai seorang guru, kita harus konsisten untuk menjalalani amanah sebagai seorang pendidik dalam memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada anak bangsa, terlepas dengan status yang kita sandang apakah itu guru honorer ataupun PNS karena prinsip  yang harus kita jadikan pijakan utama adalah lakoni profesi yang diamanahkan kepada dengan komitmen dan konsistensi yang tinggi, tetap semangat dan selalu berpikir positif bahwa tidak ada kata terlambat untuk berkontribusi bagi pendidikan di negeri ini.

Karena itulah kemudian kita jangan pernah merasa lelah belajar dan mencari ilmu sebab akan jauh lebih melelahkan dan tersiksa ketika nanti di kemudian hari kita menjadi orang yang “bodoh”. Sebagai seorang pendidik kita jangan menonjolkan egosentrisme dalam menghadapi peserta didik, jika tidak justru mereka akan melawan. Berilah peserta didik kita “cinta” agar terjadi ikatan emosional yang akan melahirkan  energy positif sehingga mereka bisa menerima kita dengan ketulusan hati.

 

Cintai profesi kita, Insya Allah nanti akan datang takqir baik yg misterius

Rabu, 17 Februari 2021

ISTIQOMAHLAH MEMBUAT JEJAK DIGITAL DI BLOG (Pertemuan ke 20)


Alhamdulillah tidak terasa malam ini Rabu 17 Pebruari 2021 kita sudah berada di lembaran ke 20, lembaran yang menjadi batas minimal membuat resume yang nantinya kita desain menjadi sebuah buku. 

Bahkan sampai detik ini saya pribadi belum merasa percaya diri untuk kemudian menyusun resume-resume yang sudah saya buat menjadi sebuah buku karena mungkin saya merasa coretan-coretan saya di blog belum layak menjadi konsumsi publik.

Malam ini saya beraharap rasa percaya diri itu akan muncul kembali mengingat materi malam ini menjadi batas minimal pembuatan resume. Di samping itu narasumber malam ini sepertinya sudah siap untuk membakar semangat para peserta yang sudah terlihat lesu dan sudah mulai kehilangan konsentrasi bahkan konsistensi dalam memainkan jemarinya di atas keyboard. Adapun materi kali ini disuguhkan oleh Bapak Dedi Dwitagama seorang pendidik yang pastinya memiliki sejuta pengalaman dan prestasi. Menu perkuliahan kali ini bertemakan “Komitmen Menulis dan Berkarya di Blog”.

Jika kita telusuri di https://id.wikipedia.org/wiki/Blog , kita akan menemukan definisi bahwa Blog adalah bentuk aplikasi web yang berbentuk tulisan-tulisan (yang dimuat sebagai posting) pada sebuah laman web. Tulisan-tulisan ini sering kali dimuat dalam urutan isi terbaru dahulu sebelum diikuti isi yang lama, meskipun tidak selamanya demikian. Situs web seperti ini biasanya dapat diakses oleh semua orang pengguna internet sesuai dengan topic dan tujuan dari pengguna blog tersebut.

Sejarah blog, mulai 2003, ditemukan oleh Evan Williams, lahir di Nebraska pada 31 Maret 1972. Adapun tujuan penulis menggunakan blog ketika itu adalah untuk mendokumentasikan catatan-catatan penulis. Namun jika kita telusuri di https://www.niagahoster.co.id/blog/blog-adalah/ Cikal bakal blog dimulai pada tahun 1994 oleh Justin Hall yang membuat jurnal pribadi online dengannama links.net.

Selanjutnya pada tahun 1997, Jorn Barger memperkenalkan istilah “Weblog” yang merupakan gabungan kata “web” dan “log”.  Kemudian pada tahun 1999 dirilis lah tiga platform blog personal. LiveJournal menjadi platform blog pertama yang didirikan pada tahun tersebut oleh Brad Fitzpatrick. Pyra Labs yang digawangi oleh Evan Williams dan Meg Hourihan menyusul LiveJournal pada Agustus 1999 dengan platform blog bernama Blogger. Kemudian dilanjutkan dengan kehadiran platform blog ketiga, yaitu Xanga

Blog memiliki manfaat dalam banyak hal, jika kita berprofesi sebagai guru misalnya bisa kita manfaatkan blog sebagai media pembelajaran. Kita bisa menyisipkan bahan atau materi pelajaran yang bisa berbentuk powerpoint, foto, video dan sebagainya lalau selanjutnya link blog tersebut bisa kita share kepada siswa. Media pembelajaran menggunakan blog ini menjadi sangat relevan terutama di saat pandemi yang mengharuskan pembelajaran dilakukan secara daring.

Blog yang ramai pengunjungnya adalah blog yang menjawab kebutuhan masyarakat di dunia maya. Karena itulah kemudian jika menginginkan blog kita ramai dikunjungi, maka kita harus meramaikan blog tersebut dengan konten-konten terupdate yang menjadi kebutuhan para pengguna internet.  Adapun terkait soal konten, tentu saja ini adalah hak kita untuk kemudian meramaikannya dengan konten apa, karena kita bebas untuk mengelola sendiri. Namun pada prinsipnya konten tersebut setidaknya memberi manfaat untuk orang lain.  

Blog umumnya ada dua versi, ada yang gratis ada juga yang berbayar. Blog bayar atau gratis secara penampakan hampir sama, yang membedakan adalah jika yang bayar iklannya bisa dikendalikan oleh pemilik, sementara yang gratis iklannya tergantung dari penyedia platform. Selanjutnya yang membedakan antara blog berbayar dengan yang gratis adalah  jika dalam durasi satu tahun kita tidak membayar iuran pada blog berbayar, maka akan secara otomatis blog kita akan hilang dari peredaran. Berbeda halnya dengan blog gratis yang akan tetap aman dan nyaman di tempatnya sekalipun kita sudah tidak mengurusnya lagi.

Selanjutnya hal yang  paling berat dalam mengelola blog adalah konsistensi, dan komitmen blogging. Banyak orang yang punya blog, tapi kemudian terbengkalai tak lagi diisi bahkan sampai lupa  passwordnya dan akibatnya membuat blog baru lagi, tapi mangkrak lagi tak berkelanjutan, demikian seterusnya. Karena itulah kemudian keistiqomahan dalam mengelola blog menjadi “PR” tersendiri bagi kita, dan sudah pasti hanya kita yang bisa menjawab persoalan ini.

Istiqomah dalam menorehkan jejak digital di blog memang persoalan yang teramat sulit, namun sesuatu yang sulit bukan berarti membuat kita kehilangan arah, bukankah dalam al Quran Allah menegaskan Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, (QS al Inshirah 5). Karena itulah kemudian mari kita berikhtiar untuk menulis dan terus menulis

Closing statement dari narasumber kali ini sangat menarik untuk kita resapi:

Bayangkan jika seorang koruptor yang pernah viral beritanya dan dipenjara memiliki seorang cucu, lau cucu sang koruptor itu browsing nama kakek/neneknya di mesin pencari dan menemukan cerita kasus kakeknya. Kita bisa bayangkan bagaimana orang tua sang cucu menjawab pertanyaan anaknya setelah tau cerita kakeknya?

Bayangkan jika suatu ketika nanti cucu kita mencari nama kakeknya di mesin pencarian lalu menemukan tulisan-tulisan sang kakek di blog dengan wajah masa lalu. Kita bisa bayangkan betapa bangganya cucu tersebut.

“Tinggalkanlah jejak digital kepada anak cucu kita, cukuplah jejak itu sebagai bukti bahwa ilmu adalah warisan permanen yang akan dikenang sepanjang masa”

 

Selasa, 16 Februari 2021

BAGAIMANA NASKAH BUKU DITERBITKAN?

Patut kita syukuri perjalanan kita mencari ilmu menulis di kelas maya belajar menulis gelombang 17  menyisakan 2 pertemuan lagi. Saat ini kita sudah memasuki perjalanan yang ke 18, Jumat 13 Pebruari 2021, artinya 2 pertemuan lagi dari minimal 20 pertemuan akan membawa kita pada garis finish semoga semua bisa kita lalui dengan penuh semangat.

Pada pertemuan kali ini materi disuguhkan oleh narasumber super hebat yaitu Bapak Joko Irawan Mumpuni dengan menu istimewa “Menulis Buku Ajar”. Narasumber super hebat ini adalah Direktur Penerbitan PT Andi Offset, selain itu beliau juga adalah Anggota Dewan Pertimbangan IKAPI DIY, sekaligus Ketua IKAPI DIY. Di samping itu beliau juga seorang penulis buku bersertifikat BNSP sekaligus menjadi Assesor BNSP. Luar biasa bukan? Karena itu tema yang akan disuguhkan kali ini harus kita nikmati dengan semangat.

Di awal penyampaian materi, narasumber menampilkan sebuah gambar yang sepertinya mengundang kita semua membaca dan menganalisa gambar tersebut untuk kemudian mendeskripsikan di posisi mana kita saat ini.


Gambar tersebut mengilustrasikan seorang penulis seperti kupu-kupu yang begitu menawan terlihat setelah melalui beberapa fase kehidupan mulai dari ulat, kepompong lalu berubah wujud menjadi makhluk yang begitu indah. Demikian juga seorang penulis akan melalui fase-fase seperti digambarkan di atas. Lalu pertanyaanya, di manakah posisi kita saat ini? Tentu saja
  yang bisa menjawab pertanyaan ini adalah diri kita sendiri. Dan sudah pasti saat ini kita memiliki jawaban yang bervariasi, namun setelah menyelesaikan proses belajar menulis ini kita berharap memiliki jawaban yang senada yaitu “Yes, I Did it”

Ketika kita bertekad menghasilkan sebuah karya yang akan kita wariskan dalam bentuk tulisan, maka karya tersebut sesungguhnya akan memberi pengaruh terhadap banyak komponen. Komponen-komponen tersebut misalnya penerbit, naskah, penulis, penerjemah, laba, pencetak dan sebagainya. Hal ini dapat kita ilustrasikan pada gambar berikut:



Berdasarkan ilustrasi di atas kita dapat melihat bahwa jejaring industry penerbitan sangatlah komplek karena secara system saling mempengaruhi banyak komponen. Namun jika disederhanakan,  jejaring dalam industry penerbitan setidaknya melibatkan 4 komponen saja yaitu penulis, penerbit, penyalur, dan pembaca. Pembaca dalam komponen ini kita sebut sebagai target pasar sementara pelaku industrinya adalah penulis, penerbit dan penyalur.



Berdasarkan keempat komponen tersebut, lalu komponen mana mendapatkan keuntungkan finansial yang paling besar? Jika sebuah penerbit mendapat proyek menerbitkan buku, maka penulis akan mendapat royalty 10 % dan penyalur buku dalam hal ini toko buku akan mendapat 35-40%. Namun jika buku tersebut dijual melalui jalur proyek, penulis akan mendapat keuntungan lebih besar. Misalnya selama 1 semester penulis  berhasil menjual buku sebanyak 5000 eksemplar, maka penulis akan mendapat royalty sebesar Rp. 50.000.000.

Industry penerbitan di Indonesia saat ini sesungguhnya masih pada level yang cukup rendah di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan  research UNESCO tahun 2016 industri penerbitan di Indonesia berada pada ranking ke 3 dari bawah. Factor yang menjadi penghambat rendahnya perkembangan industry penerbitan di Indonesia ini dipengaruhi 3 faktor yaitu rendahnya minat baca, rendahnya minat menulis, dan rendahnya apresiasi hak cipta.



Saat ini budaya yang berkembang di masyarakat adalah bahwa kita cenderung lebih suka menonton dan mendengar daripada membaca. Jika menonton tidak terasa kita menghabiskan waktu berjam-jam terlebih lagi jika nonton drama Korea. Namun jika kita membaca, 10 menit saja mata sudah terasa berat. Demikian pula dengan minat menulis, cenderung kita lebih suka “ngobrol” daripada menulis. Kita bisa mengabiskan waktu berjam-jam “ngobrol”, namun jika menuangkan pikiran dalam sebuah tulisan terasa amat sangat berat. 

Rendahnya apresiasi terhadap hak cipta juga mempengaruhi industry penerbitan di Indonesia. Sebagai contoh jika ada buku best seller, maka kita tidak perlu menunggu lama untuk segera mendapatkannya, hanya dalam waktu 2 minggu pasti akan muncul versi bajakan. Budaya ini tidak mudah untuk dirubah karena dibutuhkan waktu yang cukup lama. Membangun minat menulis sesungguhnya menjadi salah satu cara meminimalisir peluang para pembajak yang tidak menghargai hak cipta.

Selanjutnya bagaimana proses sebuah naskah diterbitkan menjadi buku? Proses penerbitan naskah tentu saja dimulai dengan pengiriman naskah ke penerbit. Penerbit kemudian mempelajari naskah tersebut. Setelah dipelajari hanya ada dua pilihan, naskah ditolak atau diterima. Jika naskah ditolak, penerbit akan mengembalikan ke penulis. Namun jika naskah diterima, penulis akan diinformasikan melalui email atau surat pemberitahuan langsung yang berisi lampiran Surat Perjanjian Penerbitan (SPP) yang ditandatangani penulis baru kemudian dikembalikan ke penerbit beserta softcopy naskah.

Alasan penerbit menolak sebagian besar naskah bukan disebabkan masalah editorial yang buruk, akan tetapi ada 4 komponen yang menjadi penilaian penerbit terhadap kelayakan sebuah naskah yaitu editorial 10 %, peluang potensi pasar 50 %, keilmuan dengan bobot 30 %, dan reputasi penulis dengan bobot 10 %.

Namun bobot ini berlaku fleksibel artinya bisa saja mengalami perubahan, sebagai contoh misalnya Presiden mengirim naskah ke penerbit, maka bobot reputasi penulis yang semula 10 % bisa berubah menjadi 100 % karena reputasi seorang presiden. Berdasarkan penilaian ini maka banyak naskah yang ditolak. Penerbit hanya menerbitkan 30 sampai 50 judul buku  dari 500 naskah yang ditawarkan terlebih lagi pada masa pandemi.

Selanjutnya kita harus sedikit cerdas dalam memilih penerbit, kita harus mencari penerbit yang memiliki jaringan pemasaran luas, jika tidak justru akan merugikan penulis karena hanya terkenal dalam sekup lokal saja. Di samping itu kita harus memilih penerbit yang jujur dalam pembayaran royalty. Penerbit yang perlu diwaspadai bertindak sebagai broker naskah, alamat tidak jelas, tidak ada dokumen perjanjian penerbitan, tidak memiliki jaringan pemasaran dan pendistribusian sendiri, tidak memiliki percetakan sendiri, posentasi royalty tidak wajar, laporan keuangan tidak jelas.

Seorang penulis setidaknya akan memperoleh 4 manfaat dari karya tulis yang dihasilkan yaitu kepuasan batin, reputasi, karir, finansial. Kita akan memperoleh kepuasan batin dari karya yang kita hasilkan karena akan menjadi sejarah hidup yang terdokumentasi dalam bentuk amal jariyah dan diwariskan turun temurun.

Di samping itu karya tulis ini akan melejitkan reputasi kita. Tidak hanya itu, secara karir kita akan memperoleh promosi jabatan atau peluang karir lainnya. Yang terakhir, secara finansial kitapun akan memperoleh manfaat dari karya yang kita hasilkan berupa royalty, diskon pembelian langsung, dan kita pun akan diundang sebagai narasumber dalam seminar-seminar.

Prioritas naskah yang akan diterbitkan setidaknya ada 4 tipe yaitu tema dan penulis populer, tema tidak popular dan penulis popular, tema popular dan penulis tidak popular, tema dan penulis tidak popular. Dari keempat tipe ini tentu saja penerbit lebih menyukai tema dan penulis keduanya popular karena buku ini akan laris manis di pasaran. Dan bagi kita yang pemula, yang tidak popular sebaiknya mencari tema yang popular untuk menarik minat penerbit.

Selanjutnya bagaimana teknik penerbit untuk mengetahui tema popular dan penulis popular? Untuk mengetahui tema tersebut popular atau tidak penerbit menganalisa dengan menggunakan google trends. Sementara untuk mengetahui penulis popular atau tidak penerbit menganalisa menggunakan google Cendikia.

Jumlah cetakan buku untuk pertama kali dicetak berbeda-beda, ada buku yang dicetak 300, 3000, 2000, bahkan ratusan ribu eksemplar. Perbedaan ini dipengaruhi kuadran kategori naskah yang meliputi 4 kategori yaitu: 1) market sempit dan lifecycle panjang (contoh buku-buku ilmu dasar seperti matematika, kimia dan sebagainya); 2) Market lebar dan lifecycle panjang; 3) market sempit dan lifecycle pendek; 4) Market lebar dan lifecycle pendek.

Lalu mana dari keempat kuadran tersebut diminati penerbit?. Tentu yang paling diminati penerbit adalah market lebar dan lifecycle panjang contohnya kamus, buku esiklopedi dan sebagainya. Sementara bagi para penulis pemula kuadran yang tepat adalah Market lebar dan Lifecycle pendek, kenapa demikian? Karena penulis senior yang menjadi “rival” penulis pemula umumnya tidak menginginkan lifecycle pendek yang mengharuskannya merevisi buku setiap tahun, namun bagi pemula, hal ini tidak menjadi masalah namun justru sebuah kesempatan untuk bisa masuk ke penerbit Mayor.

Di samping itu, penulis juga setidaknya terbagi menjadi 4 kuadran yaitu: 1) tidak idealis, industrialis; 2) idealis, industrialis; 3) tidak idealis dan tidak industrialis; 4) idealis, tidak industrialis. Penulis yang berpikir idealis memiliki ciri-ciri: tidak terlalu memikirkan kebutuhan pasar, tidak menyukai campur tangan pihak lain, imbalan finansial tidak menjadi prioritas, kesempurnaan karya lebih penting dari pada produktivitas.

Sementara itu penulis yang berpikir industrialis memiliki ciri-ciri cenderung menulis dengan sangat memperhatikan kebutuhan pasar, terbuka dan lapang dada terhadap intervensi pihak lain, imbalan finansial menjadi tujuan utama, terkadang kesempurnaan karya tidak lebih penting dari produktivitas.

Lalu level konten buku bagaimana yang laris manis di pasaran? Level konten buku yang laku manis di pasaran dapat diilustrasikan dengan piramida. Lapisan puncak adalah jumlah konsumen dan penulisnya sedikit. Level pertengahan adalah jumlah konsumen dan penulisnya menengah, sementara level terakhir yang paling banyak adalah jumlah konsumen dan penulisnya besar. Berdasarkan ilustrasi piramida tersebut, buku yang akan laris manis di pasar adalah lapisan akhir yaitu jumlah konsumen dan penulisnya besar. Level yang terakhir ini selanjutnya nanti akan memunculkan persaingan pada level penulis dan yang paling diuntungkan tentu saja penulis yang popular.

Selanjutnya cara mengirimkan naskah ke penerbit dilakukan dengan 5 langkah yaitu: PERTAMA, cetak naskah lengkap; KEDUA, sertakan biodata penulis; KETIGA, deskripsikan segmen pasar yang ingin diraih, KEEMPAT, masukkan ke amplop lalu kirim ke penerbit; KELIMA, tunggu informasi selanjutnya dari penerbit.

Jika naskah diterima penerbit, maka penerbit akan melounching buku tersebut berdasarkan timing pasar tidak berdasarkan antrian naskah yang masuk terlebih dahulu. Namun jika naskah tersebut didasarkan karena permintaan, misalkan karena sudah banyak yang memesan maka buku tersebut bisa diterbitkan segera.

“Bilau kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah…” al Ghazali

Rabu, 10 Februari 2021

KIAT SUKSES MENEMBUS PENERBIT MAYOR (Pertemuan ke 17)


Hari ini Rabu 10 Februari 2021 kembali kita bersilaturrahmi di kelas maya desain hebat Omjay dan Tim, untuk menerima suguhan materi dari narasumber-narasumber hebat. Semoga kita senantiasa dianugerahi konsistensi mengikuti materi demi materi sampai kegiatan belajar menulis ini bisa kita lalui hingga tahap akhir. Walaupun terkadang (seperti yang saya rasakan saat ini) ketika memasuki fase akhir kegiatan, ujian semakin besar terasa entah itu kesibukan, kejenuhan, dan alasan lain yang kemudian membuat kita kehilangan konsentrasi bahkan mungkin konsistensi mengikuti kegiatan belajar menulis ini.

Pada perkuliahan ke 8, Cak Inin yang ketika itu menjadi narasumber membongkar sedikit tentang penerbit mayor dan penerbit Indie. Pada pertemuan itu wawasan kita sedikit terbuka bahwa ada dua opsi dalam menerbitkan buku. Dari kedua opsi tersebut, penerbit Mayor terlihat menjadi penerbit yang sepertinya sulit untuk ditembus, sehingga mungkin kita mengubah niat untuk tidak menjadikan penerbit Mayor sebagai pilihan.

Tema pada pertemuan kali ini cukup menarik karena sepertinya narasumber berusaha membukakan jalan bahwa masih ada peluang bagi kita jika ingin menerbitkan buku di Penerbit Mayor. Materi kali ini disuguhkan oleh Bapak Edi S. Mulyanta, Menejer Operasional Penerbit Andi. Adapun tema yang disuguhkan adalah “Menembus Tulisan di Penerbit Mayor”.

Jika kita merujuk pada Undang-undang no 3 th 2017 tentang Sistem perbukuan, kita akan menemukan definisi beberapa istilah yang berkaitan dengan penerbitan. Beberapa istilah tersebut misalnya, penerbit. Yang dimaksud dengan penerbit adalah lembaga pemerintah atau lembaga swasta yang menyelenggarakan kegiatan penerbitan Buku. Sementara penerbitan adalah seluruh proses kegiatan yang dimulai dari pengeditan, pengilustrasian, dan pendesainan Buku.

Sedangkan penulis selanjutnya yang dimaksud dengan penulis adalah setiap orang yang menulis Naskah Buku untuk diterbitkan dalam bentuk Buku. Penulisan adalah penyusunan Naskah Buku melalui bahasa tulisan dan atau bahasa gambar. Sedangkan Buku adalah karya tulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala.Naskah Buku adalah draf karya tulis dan/atau karya gambar yang memuat bagian awal, bagian isi,dan bagian akhir.

Pada prinsipnya tidak ada penggolongan penerbit Mayor dan Minor, yang ada adalah penerbit berdasarkan definisi UU no 3 th 17 tersebut. Akan tetapi dalam perkembangan dunia penerbitan yang berorganisasi di bawah IKAPI atau Ikatan Penerbit Indonesia, akhirnya secara alami penerbit ini berproses secara mandiri memproduksi bukunya.

Setiap penerbit anggota IKAPI berhak mengelola terbitannya dan dipantau oleh Perpustakaan Nasional yang mengeluarkan nomor ISBN. Jumlah judul yang diproduksi oleh penerbit berbeda-beda dengan genre yang berbeda pula sehingga akhirnya membentuk pengelompokan tersendiri dalam jumlah output produksinya. Perpusnas akhirnya memberikan kode-kode tersendiri di dalam ISBN untuk menentukan penggolongan penerbit dengan jumlah produksi terntentu.

Berikut ini struktur rentang ISBN yang menunjukkan golongan penerbit


Berdasarkan ilustrasi tersebut, kita bisa melihat  ISBN Publication Element adalah jumlah produksi bukunya, sehingga penggolongan ini menjadikan digit semakin besar adalah penerbit yang mempunyai kapasitas jumlah produksi yang besar

Penerbit mayor tentunya mempunyai rentang produksi dari 3 digit hingga 4 digit, karena kapasitas produksi dan penjualannya bisa mencapai jumlah tertentu. Hal inilah menjadikan masyarakat akhirnya memberikan istilah ada penerbit mayor dan minor, karena jumlah yang diterbitkan dan besaran pemasarannya.

Dengan jumlah produksi yang besar, penerbit dapat mendistribusikan secara merata di seluruh Toko Buku dan Outlet penjualan yang lain secara nasional,sehingga menambah penyebutan penerbit skala nasional.

Penyebutan ini akhirnya diadopsi pada peraturan-peraturan sesudahnya dalam hal pengukuran indeks, yang digunakan oleh penulis-penulis yang tergabung dalam beberapa profesi pendidik yang mengharuskan menghasilkan luaran atau outcomes berupa hasil tulisan

Berkaitan dengan angka kredit dalam penulisan buku, kita bisa merujuk pada peraturan Permeneg PAN. Angka kredit penulisan buku menjadi unsur yang penting dalam kenaikan pangkat. 

Pada tahun 2019, keluar peraturan pemerintah PP 75 yang mengatur pelaksanaan UU perbukuan no 3 th 2017 tersebut dengan membagi jenis-jenis buku yang dapat ditulis oleh para calon penulis. Berikut ini jenis-jenis buku yang diatur oleh PP 75 th 2019:


Mengacu pada paparan di atas, penerbit-penerbit di bawah IKAPI akhirnya menentukan segmentasi buku yang sesuai dengan visi dan misi mereka serta tentunya mencari keuntungan dengan menjual buku hasil tulisan dari para penulisnya.

Buku yang dapat kita tulis setidaknya terbagi menjadi beberapa jenis buku, yaitu buku teks pelajaran yang mempunyai nilai angka kredit yang tinggi, terutama yang bisa lolos Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Buku Non Teks berupa buku pengayaan maupun buku referensi, atau buku modul pelajaran. Dan yang terakhir adalah buku umum karya Fiksi atau novel

Penerbit akan melihat kemungkinan terbitnya dari dasar 4 kwadran prioritas terbitnya. Kita bisa melihat sudut pandang penerbit dalam memandang calon naskah yang akan diterbitkannya. Terlihat bahwa unsur market cukup dominan, karena yang diterbitkan tentunya harus mempunyai market yang besar.


Buku teks pelajaran mempunyai effort yang cukup berat baik dari sisi penulis maupun penerbit, karena harus melalui evaluasi dari BNSP secara nasional. Dengan demikian, maka buku yang lebih mudah masukkan ke penerbit adalah jenis buku pengayaan ataupun modul pelajaran.

Dari sudut pandang penerbit ini, kita dapat menyesuaikan dengan bahan naskah yang akan kita tulis, sehingga dapat diterima oleh penerbit yang memang satu visi dan misi.

Ketika akan menerbitkan buku di penerbit mayor, maka kita harus mengajukan proposal naskah buku terlebih dahulu untuk kemudian ditawarkan ke penerbit. Isi proposal ini adalah, Judul, Sub Judul jika ada, sinopsis buku, Outline, Sampel Bab minimal 2 bab, dan CV penulis.

Di samping itu kita harus memberikan penjelasan terkait sasaran pasar, pesaing buku lain yang telah terbit, untuk membantu penerbit dalam memandang naskah bapak ibu sekalian. Berikan data-data market sasaran, positioning materi pesaing, keunggulan buku dibanding pesaing, untuk mempermudah penerbit dalam melakukan review naskah.

Namun kita perlu memahami bahwa tidak semua buku bisa diterbitkan oleh penerbit karena keterbatasan modal, strategi pemasaran, serta visi misi mereka. Apalagi saat pandemi seperti saat ini, di mana outlet toko buku sedang terkena PSBB sehingga proses penjualan dan distribusi buku menjadi terkendala.

Penerbit ANDI hanya menerbitkan 20-30 persen saja dari naskah yang masuk yang jumlahnya bisa mencapai 200 an perbulan, Sehingga proses review naskah terkadang membutuhkan kecermatan, agar produk yang telah diputuskan diterbitkan dapat terserap di pasar dengan baik.

Sebagai gambaran pasar saat pandemic terjadi, kita bisa melihat prosentase outlet buku-buku yang telah terbit sebagai berikut.


Semua saluran outlet buku saat ini telah bergeser sedemikian rupa sehingga banyak penerbit yang belum siap akan perubahan ini. Model pemasaran buku telah bergeser tidak seperti pola pemasaran sebelum pandemi melanda.

Setiap buku terbit, telah akan disiapkan sarana-sarana promosi kekinian, seperti webinar, bincang daring, worshop online, podcast hingga channel youtube untuk membantu memperkuat resonansi gaung pasar buku yang bapak ibu tulis ke calon pembaca. Produksi buku juga perlahan bergeser ke ranah digital, dengan kerjasama bersama Google Play, masuk ke pasar digital dalam bentuk E-BOok di google.

Dengan perkembangan teknologi saat ini, maka kita harus siap menerima perubahan ke arah digitalisasi buku, sehingga harus selalu up to date dalam memanfaatkan teknologi informasi terutama dalam hal tetap memroduksi bahan-bahan tulisan untuk dapat dinikmati pembaca, dan mencerdaskan kehidupan bangsa seperti visi dan misi penerbit.

Sebagai seorang pemula yang berniat menembus penerbit mayor, setidaknya kita harus memahami beberapa hal yang kemudian bisa kita jadikan acuan. Pertama: pelajari buku-buku yang telah diterbitkan penerbit tersebut lalu sesuaikan dengan kompetensi yang kita miliki. Tidak ada salahnya kita menawarkan naskah dalam bentuk rencana tulisan atau proposal penerbitan buku. Tidak harus diselesaikan bukunya, akan tetapi ada sampel-sampel bab yang dapat disertakan dalam pengajuan proposal tersebut. Kedua: Kirimkan ke beberapa penerbit, supaya mereka memahami penawaran tulisan kita. Jangan terpaku hanya di satu penerbit. Ada 600 penerbit yang masih aktif di IKAPI. Akan tapi kita perlu mengetahui keaktifan penerbit di IKAPI, apakah masih berjalan proses bisnisnya atau sudah berhenti. Penerbit IKAPI akan lebih dihargai dalam bentuk angka kredit yang maksimal. Jangan lupa tanyakan keanggotaan IKAPI nya dalam bentuk surat IKAPI. Ketiga: jangan takut ditolak atau tidak diterbitkan, setiap penerbit mempunyai pandangan sendiri dalam menerbitkan bukunya.

Di samping beberapa tips di atas, bagi kita yang pemula harus memiliki strategi dalam menawarkan naskah ke penerbit, misalnya dengan meminta kata pengantar dari Tokoh yang dianggap mumpuni sesuai dengan kompenensinya. Atau tokoh ini mempunyai social media yang banyak pengikutnya, sehingga akan membantu promo buku atau tulisan kita nanti.

Perlu bapak ibu ketahui, penulis besar Andrea Hirata, juga megalami hal yang sama saat memasukkan naskah pertama beliau. Saat itu semua penerbit tidak ada yang tahu siapa itu Andrea Hirata, naskahnya juga ditolak penerbit di sana-sini karena tidak ada rekam jejak sebelumnya Andrea Hirata. Akan tetapi ada satu penerbit yang berani mengambil tantangan ini, akhirnya buku ini menjadi buku paling laku di Indonesia.

Penerbit mayor, terkadang menyisihakan anggarannya untuk terbitan-terbitan penulis pemula yang mempunyai tulisan yang di luar trend. Terkadang justru melawan trend. Dengan risiko memang buku tersebut tidak laku di pasar. Akan tetapi manajemen risikonya telah diperhitungkan di awal penerbitan buku.

Sebagai penutup tulisan ini, Jangan pernah putus asa menawarkan tulisan ke penerbit, karena penerbit juga membutuhkan naskah-naskah yang memberikan warna baru di dunia tulis-menulis, dan sekaligus mencari keuntungan. Karena dengan keuntungan tersebut, penerbit bisa bertahan di tengah gempuran teknologi yang semakin berutal.