Artikel

Rabu, 24 Februari 2021

PROVOKASI DIRI UNTUK BERPRESTASI (Pertemuan ke 22)

Belajar menulis malam ini Senin, 22 Februari 2021 ditemani seorang narasumber super hebat yaitu Bapak Dede Suryana, seorang guru dengan segudang prestasi dan sejuta pengalaman yang insha Allah akan dibagi secara gratis kepada kita semua malam ini. Menu perkuliahan kali ini bertemakan “Motivasi Berprestasi”, sebuah tema yang akan menggugah semangat untuk berprestasi. Semoga tema ini mampu memprofokasi kita untuk terus menulis dan berkarya sebagai ikhtiar menjadi manusia yang bermanfaat untuk semesta.

Profesi seorang guru akan mengarahkan kita menuju “jalan tol” yang akan membawa kita menjadi manusia yang bermanfaat bagi semesta, terlebih lagi jika kita menjadi seorang guru penulis. Mengapa guru penulis? Karena tidak semua guru mampu mendokumentasikan pikiran-pikiran cerdasnya dalam tulisan, guru penulis cenderung lebih luas jangkauan silaturrahminya dibanding guru yang hanya  focus pada aktivitas mengajar yang tentu saja jangkauan silaturrahminya terbatas secara local.

Namun secara umum pada prinsipnya guru adalah profesi mulia dibandingkan profesi lainnya (maaf bukan mengaggap profesi lain tidak mulia). Guru semacam pabrik yang akan mengubah bahan baku menjadi barang bermanfaat guna. Profesi apapun yang kita geluti tanpa kehadiran seorang guru tentu tidak akan terwujud.  

Setiap orang memiliki motivasi, tapi tidak semua orang memiliki motivasi yang kuat untuk berprestasi. Karena itulah kemudian motivasi berprestasi ini harus selalu kita provokasi agar tidak pudar dan selanjutnya menghilang begitu saja. Dengan demikian, prinsip dasar yang harus kita jadikan sebagai referensi adalah kita harus mencatat apa yang saja yang harus dikerjakan kemudian hendaknya kita kerjakan apa yang sudah dicatat, artinya kalau ada tugas kerjakan, kalau ada ide tuliskan, kalau ada masalah,  bertanyalah seperti yang ditegaskan dalam al Quran surat an Nahl ayat 43, Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.

Abah, panggilan akrab narasumber kita malam ini adalah seorang pendidik yang sangat menginspirasi, beliau berbagi bagaimana sejatinya kita menjadi manusia yang bermanfaat kepada semesta. Prinsip dasar yang beliau jadikan sebagai pegangan utama adalah keikhlasan dan tekad yang kuat.

Selama kurang lebih 13 tahun beliau melakoni peran sebagai pendidik di sekolah inklusif, tentu ini tidaklah mudah karena tidak semua orang mampu untuk ambil bagian dalam mendidik dan membina anak-anak inklusif. Lalu mengapa “Abah” bisa bertahan selama 13 tahun lamanya? Beliau bertahan untuk terus mengajar, mungkin karena tuntutan hati yang dalam hal ini bisa kita istilahkan dengan “keikhlasan”

Sejak awal “Abah” memang bercita-cita menjadi seorang guru, namun cita-cita ini pernah pupus di tengah jalan karena beliau ditinggal sang ayah pada tahun 1981 hingga akhirnya pendidikan harus berakhir di bangku SMA. Karena Allah SWT sudah menggariskan dalam catatan taqdirnya bahwa “Abah” menjadi seorang guru, maka tahun 1987 “Abah” direkomendasikan menjadi pengajar di SMP.

“Abah” direkomendasikan untuk mengajar di SMP  oleh salah seorang guru beliau yang menyadari sejak awal kapasitas dan kompetens “Abah”, dan akhirnya “Abah” pun mengajar di SMP tersebut selama kurang lebih 20 tahun lamanya hanya bermodal ijazah SMA.

Selanjutnya pada tahun 2006 beliau hijrah ke Bandung dan dengan bermodal ijazah SMA beliau mengajar di Sekolah Dasar. Motivasi intelektual “abah” seolah tidak pernah surut untuk selalu belajar hingga akhirnya pada tahun 2010 beliau terdaftar sebagai mahasiswa S-1 di UPI Bandung melalui jalur beasiswa. Pada tahun 2014 beliau menyelesaikan pendidikan S-1 di usia 40 tahun, hebat bukan?

Perjalanan yang ditempuh hingga berhasil menyelesaikan pendidikan S-1 tidaklah mudah. Ada dua factor yang cukup menjadi kendala, yang pertama tentu saja factor usia. Usia  40 tahun tidaklah muda, jika kita mengamati mahasiswa-mahasiswa S-1 saat ini adalah mereka yang rata-rata baru lulus SMA yang dari segi usia relative muda. Jika ada mahasiswa saat ini kuliah S-1 di usia 35 tahun ke atas, tentu memiliki motivasi yang berbeda, bahkan tidak berlebihan mungkin jika kita menduga bahwa mereka yang kuliah di usia ini tidaklah termotivasi karena tuntutan keilmuan namun lebih kepada tuntutan pekerjaan atau jabatan.

Factor kedua yang juga menjadi kendala adalah ketika harus memikirkan 2 hal secara bersamaan, kuliah dan keluarga. Secara finansial kita membutuhkan biaya kuliah demikian pula halnya urusan dapur harus terpenuhi, sehingga ketika misalnya kita tidak memiliki motivasi sekuat baja tentu akan menjadi boomerang yang pada akhirnya membuat kita stres.

Lulus S-1 tahun 2014 tidaklah membuat “Abah” merasa puas, pada tahun 2016 “Abah” melanjutkan perjalanan intelektualnya dengan mengikuti program pascasarjana dan lulus tahun 2018 di usia 50 tahun.

Prestasi bukanlah sesuatu yang bisa diperoleh dengan instan, tidak semudah mengedipkan mata, atau bahkan tidak sesederhana menyeruput secangkir kopi hangat di pagi hari. Namun prestasi membutuhkan ikhtiar, komitmen dan konsistensi yang tinggi. Untuk itu maka kita harus bisa memprofokasi diri sendiri untuk meningkatkan kompetensi, seperti apa yang disuguhkan “Abah” dalam melakoni perannya sebagai seorang pendidik.

Karena kompetensi yang dimilikinya banyak orang yang kemudian mengundang “Abah” untuk  mendedikasikan dirinya pendidik putra putri bangsa di jenjang SMP, SD, perguruan tinggi, dan bahkan beliau menjadi narasumber di berbagai kajian ilmiah. Berkesempatan berbagi dengan guru hebat pada kegiatan Bimtek guru pembimbing khusus bagi guru yg mengajar di sekolah inklusif di Indonesia.

Guru zaman NOW sesungguhnya adalah mereka yang merasakan kenyamanan saat berada di zona yang tidak nyaman dan selalu belajar tanpa batas “long life uducation”, tuntutlah ilmu dari buaian hingga masuk ke dalam liang lahat.

Sebagai seorang guru, kita harus konsisten untuk menjalalani amanah sebagai seorang pendidik dalam memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada anak bangsa, terlepas dengan status yang kita sandang apakah itu guru honorer ataupun PNS karena prinsip  yang harus kita jadikan pijakan utama adalah lakoni profesi yang diamanahkan kepada dengan komitmen dan konsistensi yang tinggi, tetap semangat dan selalu berpikir positif bahwa tidak ada kata terlambat untuk berkontribusi bagi pendidikan di negeri ini.

Karena itulah kemudian kita jangan pernah merasa lelah belajar dan mencari ilmu sebab akan jauh lebih melelahkan dan tersiksa ketika nanti di kemudian hari kita menjadi orang yang “bodoh”. Sebagai seorang pendidik kita jangan menonjolkan egosentrisme dalam menghadapi peserta didik, jika tidak justru mereka akan melawan. Berilah peserta didik kita “cinta” agar terjadi ikatan emosional yang akan melahirkan  energy positif sehingga mereka bisa menerima kita dengan ketulusan hati.

 

Cintai profesi kita, Insya Allah nanti akan datang takqir baik yg misterius

Rabu, 17 Februari 2021

ISTIQOMAHLAH MEMBUAT JEJAK DIGITAL DI BLOG (Pertemuan ke 20)


Alhamdulillah tidak terasa malam ini Rabu 17 Pebruari 2021 kita sudah berada di lembaran ke 20, lembaran yang menjadi batas minimal membuat resume yang nantinya kita desain menjadi sebuah buku. 

Bahkan sampai detik ini saya pribadi belum merasa percaya diri untuk kemudian menyusun resume-resume yang sudah saya buat menjadi sebuah buku karena mungkin saya merasa coretan-coretan saya di blog belum layak menjadi konsumsi publik.

Malam ini saya beraharap rasa percaya diri itu akan muncul kembali mengingat materi malam ini menjadi batas minimal pembuatan resume. Di samping itu narasumber malam ini sepertinya sudah siap untuk membakar semangat para peserta yang sudah terlihat lesu dan sudah mulai kehilangan konsentrasi bahkan konsistensi dalam memainkan jemarinya di atas keyboard. Adapun materi kali ini disuguhkan oleh Bapak Dedi Dwitagama seorang pendidik yang pastinya memiliki sejuta pengalaman dan prestasi. Menu perkuliahan kali ini bertemakan “Komitmen Menulis dan Berkarya di Blog”.

Jika kita telusuri di https://id.wikipedia.org/wiki/Blog , kita akan menemukan definisi bahwa Blog adalah bentuk aplikasi web yang berbentuk tulisan-tulisan (yang dimuat sebagai posting) pada sebuah laman web. Tulisan-tulisan ini sering kali dimuat dalam urutan isi terbaru dahulu sebelum diikuti isi yang lama, meskipun tidak selamanya demikian. Situs web seperti ini biasanya dapat diakses oleh semua orang pengguna internet sesuai dengan topic dan tujuan dari pengguna blog tersebut.

Sejarah blog, mulai 2003, ditemukan oleh Evan Williams, lahir di Nebraska pada 31 Maret 1972. Adapun tujuan penulis menggunakan blog ketika itu adalah untuk mendokumentasikan catatan-catatan penulis. Namun jika kita telusuri di https://www.niagahoster.co.id/blog/blog-adalah/ Cikal bakal blog dimulai pada tahun 1994 oleh Justin Hall yang membuat jurnal pribadi online dengannama links.net.

Selanjutnya pada tahun 1997, Jorn Barger memperkenalkan istilah “Weblog” yang merupakan gabungan kata “web” dan “log”.  Kemudian pada tahun 1999 dirilis lah tiga platform blog personal. LiveJournal menjadi platform blog pertama yang didirikan pada tahun tersebut oleh Brad Fitzpatrick. Pyra Labs yang digawangi oleh Evan Williams dan Meg Hourihan menyusul LiveJournal pada Agustus 1999 dengan platform blog bernama Blogger. Kemudian dilanjutkan dengan kehadiran platform blog ketiga, yaitu Xanga

Blog memiliki manfaat dalam banyak hal, jika kita berprofesi sebagai guru misalnya bisa kita manfaatkan blog sebagai media pembelajaran. Kita bisa menyisipkan bahan atau materi pelajaran yang bisa berbentuk powerpoint, foto, video dan sebagainya lalau selanjutnya link blog tersebut bisa kita share kepada siswa. Media pembelajaran menggunakan blog ini menjadi sangat relevan terutama di saat pandemi yang mengharuskan pembelajaran dilakukan secara daring.

Blog yang ramai pengunjungnya adalah blog yang menjawab kebutuhan masyarakat di dunia maya. Karena itulah kemudian jika menginginkan blog kita ramai dikunjungi, maka kita harus meramaikan blog tersebut dengan konten-konten terupdate yang menjadi kebutuhan para pengguna internet.  Adapun terkait soal konten, tentu saja ini adalah hak kita untuk kemudian meramaikannya dengan konten apa, karena kita bebas untuk mengelola sendiri. Namun pada prinsipnya konten tersebut setidaknya memberi manfaat untuk orang lain.  

Blog umumnya ada dua versi, ada yang gratis ada juga yang berbayar. Blog bayar atau gratis secara penampakan hampir sama, yang membedakan adalah jika yang bayar iklannya bisa dikendalikan oleh pemilik, sementara yang gratis iklannya tergantung dari penyedia platform. Selanjutnya yang membedakan antara blog berbayar dengan yang gratis adalah  jika dalam durasi satu tahun kita tidak membayar iuran pada blog berbayar, maka akan secara otomatis blog kita akan hilang dari peredaran. Berbeda halnya dengan blog gratis yang akan tetap aman dan nyaman di tempatnya sekalipun kita sudah tidak mengurusnya lagi.

Selanjutnya hal yang  paling berat dalam mengelola blog adalah konsistensi, dan komitmen blogging. Banyak orang yang punya blog, tapi kemudian terbengkalai tak lagi diisi bahkan sampai lupa  passwordnya dan akibatnya membuat blog baru lagi, tapi mangkrak lagi tak berkelanjutan, demikian seterusnya. Karena itulah kemudian keistiqomahan dalam mengelola blog menjadi “PR” tersendiri bagi kita, dan sudah pasti hanya kita yang bisa menjawab persoalan ini.

Istiqomah dalam menorehkan jejak digital di blog memang persoalan yang teramat sulit, namun sesuatu yang sulit bukan berarti membuat kita kehilangan arah, bukankah dalam al Quran Allah menegaskan Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, (QS al Inshirah 5). Karena itulah kemudian mari kita berikhtiar untuk menulis dan terus menulis

Closing statement dari narasumber kali ini sangat menarik untuk kita resapi:

Bayangkan jika seorang koruptor yang pernah viral beritanya dan dipenjara memiliki seorang cucu, lau cucu sang koruptor itu browsing nama kakek/neneknya di mesin pencari dan menemukan cerita kasus kakeknya. Kita bisa bayangkan bagaimana orang tua sang cucu menjawab pertanyaan anaknya setelah tau cerita kakeknya?

Bayangkan jika suatu ketika nanti cucu kita mencari nama kakeknya di mesin pencarian lalu menemukan tulisan-tulisan sang kakek di blog dengan wajah masa lalu. Kita bisa bayangkan betapa bangganya cucu tersebut.

“Tinggalkanlah jejak digital kepada anak cucu kita, cukuplah jejak itu sebagai bukti bahwa ilmu adalah warisan permanen yang akan dikenang sepanjang masa”

 

Selasa, 16 Februari 2021

BAGAIMANA NASKAH BUKU DITERBITKAN?

Patut kita syukuri perjalanan kita mencari ilmu menulis di kelas maya belajar menulis gelombang 17  menyisakan 2 pertemuan lagi. Saat ini kita sudah memasuki perjalanan yang ke 18, Jumat 13 Pebruari 2021, artinya 2 pertemuan lagi dari minimal 20 pertemuan akan membawa kita pada garis finish semoga semua bisa kita lalui dengan penuh semangat.

Pada pertemuan kali ini materi disuguhkan oleh narasumber super hebat yaitu Bapak Joko Irawan Mumpuni dengan menu istimewa “Menulis Buku Ajar”. Narasumber super hebat ini adalah Direktur Penerbitan PT Andi Offset, selain itu beliau juga adalah Anggota Dewan Pertimbangan IKAPI DIY, sekaligus Ketua IKAPI DIY. Di samping itu beliau juga seorang penulis buku bersertifikat BNSP sekaligus menjadi Assesor BNSP. Luar biasa bukan? Karena itu tema yang akan disuguhkan kali ini harus kita nikmati dengan semangat.

Di awal penyampaian materi, narasumber menampilkan sebuah gambar yang sepertinya mengundang kita semua membaca dan menganalisa gambar tersebut untuk kemudian mendeskripsikan di posisi mana kita saat ini.


Gambar tersebut mengilustrasikan seorang penulis seperti kupu-kupu yang begitu menawan terlihat setelah melalui beberapa fase kehidupan mulai dari ulat, kepompong lalu berubah wujud menjadi makhluk yang begitu indah. Demikian juga seorang penulis akan melalui fase-fase seperti digambarkan di atas. Lalu pertanyaanya, di manakah posisi kita saat ini? Tentu saja
  yang bisa menjawab pertanyaan ini adalah diri kita sendiri. Dan sudah pasti saat ini kita memiliki jawaban yang bervariasi, namun setelah menyelesaikan proses belajar menulis ini kita berharap memiliki jawaban yang senada yaitu “Yes, I Did it”

Ketika kita bertekad menghasilkan sebuah karya yang akan kita wariskan dalam bentuk tulisan, maka karya tersebut sesungguhnya akan memberi pengaruh terhadap banyak komponen. Komponen-komponen tersebut misalnya penerbit, naskah, penulis, penerjemah, laba, pencetak dan sebagainya. Hal ini dapat kita ilustrasikan pada gambar berikut:



Berdasarkan ilustrasi di atas kita dapat melihat bahwa jejaring industry penerbitan sangatlah komplek karena secara system saling mempengaruhi banyak komponen. Namun jika disederhanakan,  jejaring dalam industry penerbitan setidaknya melibatkan 4 komponen saja yaitu penulis, penerbit, penyalur, dan pembaca. Pembaca dalam komponen ini kita sebut sebagai target pasar sementara pelaku industrinya adalah penulis, penerbit dan penyalur.



Berdasarkan keempat komponen tersebut, lalu komponen mana mendapatkan keuntungkan finansial yang paling besar? Jika sebuah penerbit mendapat proyek menerbitkan buku, maka penulis akan mendapat royalty 10 % dan penyalur buku dalam hal ini toko buku akan mendapat 35-40%. Namun jika buku tersebut dijual melalui jalur proyek, penulis akan mendapat keuntungan lebih besar. Misalnya selama 1 semester penulis  berhasil menjual buku sebanyak 5000 eksemplar, maka penulis akan mendapat royalty sebesar Rp. 50.000.000.

Industry penerbitan di Indonesia saat ini sesungguhnya masih pada level yang cukup rendah di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan  research UNESCO tahun 2016 industri penerbitan di Indonesia berada pada ranking ke 3 dari bawah. Factor yang menjadi penghambat rendahnya perkembangan industry penerbitan di Indonesia ini dipengaruhi 3 faktor yaitu rendahnya minat baca, rendahnya minat menulis, dan rendahnya apresiasi hak cipta.



Saat ini budaya yang berkembang di masyarakat adalah bahwa kita cenderung lebih suka menonton dan mendengar daripada membaca. Jika menonton tidak terasa kita menghabiskan waktu berjam-jam terlebih lagi jika nonton drama Korea. Namun jika kita membaca, 10 menit saja mata sudah terasa berat. Demikian pula dengan minat menulis, cenderung kita lebih suka “ngobrol” daripada menulis. Kita bisa mengabiskan waktu berjam-jam “ngobrol”, namun jika menuangkan pikiran dalam sebuah tulisan terasa amat sangat berat. 

Rendahnya apresiasi terhadap hak cipta juga mempengaruhi industry penerbitan di Indonesia. Sebagai contoh jika ada buku best seller, maka kita tidak perlu menunggu lama untuk segera mendapatkannya, hanya dalam waktu 2 minggu pasti akan muncul versi bajakan. Budaya ini tidak mudah untuk dirubah karena dibutuhkan waktu yang cukup lama. Membangun minat menulis sesungguhnya menjadi salah satu cara meminimalisir peluang para pembajak yang tidak menghargai hak cipta.

Selanjutnya bagaimana proses sebuah naskah diterbitkan menjadi buku? Proses penerbitan naskah tentu saja dimulai dengan pengiriman naskah ke penerbit. Penerbit kemudian mempelajari naskah tersebut. Setelah dipelajari hanya ada dua pilihan, naskah ditolak atau diterima. Jika naskah ditolak, penerbit akan mengembalikan ke penulis. Namun jika naskah diterima, penulis akan diinformasikan melalui email atau surat pemberitahuan langsung yang berisi lampiran Surat Perjanjian Penerbitan (SPP) yang ditandatangani penulis baru kemudian dikembalikan ke penerbit beserta softcopy naskah.

Alasan penerbit menolak sebagian besar naskah bukan disebabkan masalah editorial yang buruk, akan tetapi ada 4 komponen yang menjadi penilaian penerbit terhadap kelayakan sebuah naskah yaitu editorial 10 %, peluang potensi pasar 50 %, keilmuan dengan bobot 30 %, dan reputasi penulis dengan bobot 10 %.

Namun bobot ini berlaku fleksibel artinya bisa saja mengalami perubahan, sebagai contoh misalnya Presiden mengirim naskah ke penerbit, maka bobot reputasi penulis yang semula 10 % bisa berubah menjadi 100 % karena reputasi seorang presiden. Berdasarkan penilaian ini maka banyak naskah yang ditolak. Penerbit hanya menerbitkan 30 sampai 50 judul buku  dari 500 naskah yang ditawarkan terlebih lagi pada masa pandemi.

Selanjutnya kita harus sedikit cerdas dalam memilih penerbit, kita harus mencari penerbit yang memiliki jaringan pemasaran luas, jika tidak justru akan merugikan penulis karena hanya terkenal dalam sekup lokal saja. Di samping itu kita harus memilih penerbit yang jujur dalam pembayaran royalty. Penerbit yang perlu diwaspadai bertindak sebagai broker naskah, alamat tidak jelas, tidak ada dokumen perjanjian penerbitan, tidak memiliki jaringan pemasaran dan pendistribusian sendiri, tidak memiliki percetakan sendiri, posentasi royalty tidak wajar, laporan keuangan tidak jelas.

Seorang penulis setidaknya akan memperoleh 4 manfaat dari karya tulis yang dihasilkan yaitu kepuasan batin, reputasi, karir, finansial. Kita akan memperoleh kepuasan batin dari karya yang kita hasilkan karena akan menjadi sejarah hidup yang terdokumentasi dalam bentuk amal jariyah dan diwariskan turun temurun.

Di samping itu karya tulis ini akan melejitkan reputasi kita. Tidak hanya itu, secara karir kita akan memperoleh promosi jabatan atau peluang karir lainnya. Yang terakhir, secara finansial kitapun akan memperoleh manfaat dari karya yang kita hasilkan berupa royalty, diskon pembelian langsung, dan kita pun akan diundang sebagai narasumber dalam seminar-seminar.

Prioritas naskah yang akan diterbitkan setidaknya ada 4 tipe yaitu tema dan penulis populer, tema tidak popular dan penulis popular, tema popular dan penulis tidak popular, tema dan penulis tidak popular. Dari keempat tipe ini tentu saja penerbit lebih menyukai tema dan penulis keduanya popular karena buku ini akan laris manis di pasaran. Dan bagi kita yang pemula, yang tidak popular sebaiknya mencari tema yang popular untuk menarik minat penerbit.

Selanjutnya bagaimana teknik penerbit untuk mengetahui tema popular dan penulis popular? Untuk mengetahui tema tersebut popular atau tidak penerbit menganalisa dengan menggunakan google trends. Sementara untuk mengetahui penulis popular atau tidak penerbit menganalisa menggunakan google Cendikia.

Jumlah cetakan buku untuk pertama kali dicetak berbeda-beda, ada buku yang dicetak 300, 3000, 2000, bahkan ratusan ribu eksemplar. Perbedaan ini dipengaruhi kuadran kategori naskah yang meliputi 4 kategori yaitu: 1) market sempit dan lifecycle panjang (contoh buku-buku ilmu dasar seperti matematika, kimia dan sebagainya); 2) Market lebar dan lifecycle panjang; 3) market sempit dan lifecycle pendek; 4) Market lebar dan lifecycle pendek.

Lalu mana dari keempat kuadran tersebut diminati penerbit?. Tentu yang paling diminati penerbit adalah market lebar dan lifecycle panjang contohnya kamus, buku esiklopedi dan sebagainya. Sementara bagi para penulis pemula kuadran yang tepat adalah Market lebar dan Lifecycle pendek, kenapa demikian? Karena penulis senior yang menjadi “rival” penulis pemula umumnya tidak menginginkan lifecycle pendek yang mengharuskannya merevisi buku setiap tahun, namun bagi pemula, hal ini tidak menjadi masalah namun justru sebuah kesempatan untuk bisa masuk ke penerbit Mayor.

Di samping itu, penulis juga setidaknya terbagi menjadi 4 kuadran yaitu: 1) tidak idealis, industrialis; 2) idealis, industrialis; 3) tidak idealis dan tidak industrialis; 4) idealis, tidak industrialis. Penulis yang berpikir idealis memiliki ciri-ciri: tidak terlalu memikirkan kebutuhan pasar, tidak menyukai campur tangan pihak lain, imbalan finansial tidak menjadi prioritas, kesempurnaan karya lebih penting dari pada produktivitas.

Sementara itu penulis yang berpikir industrialis memiliki ciri-ciri cenderung menulis dengan sangat memperhatikan kebutuhan pasar, terbuka dan lapang dada terhadap intervensi pihak lain, imbalan finansial menjadi tujuan utama, terkadang kesempurnaan karya tidak lebih penting dari produktivitas.

Lalu level konten buku bagaimana yang laris manis di pasaran? Level konten buku yang laku manis di pasaran dapat diilustrasikan dengan piramida. Lapisan puncak adalah jumlah konsumen dan penulisnya sedikit. Level pertengahan adalah jumlah konsumen dan penulisnya menengah, sementara level terakhir yang paling banyak adalah jumlah konsumen dan penulisnya besar. Berdasarkan ilustrasi piramida tersebut, buku yang akan laris manis di pasar adalah lapisan akhir yaitu jumlah konsumen dan penulisnya besar. Level yang terakhir ini selanjutnya nanti akan memunculkan persaingan pada level penulis dan yang paling diuntungkan tentu saja penulis yang popular.

Selanjutnya cara mengirimkan naskah ke penerbit dilakukan dengan 5 langkah yaitu: PERTAMA, cetak naskah lengkap; KEDUA, sertakan biodata penulis; KETIGA, deskripsikan segmen pasar yang ingin diraih, KEEMPAT, masukkan ke amplop lalu kirim ke penerbit; KELIMA, tunggu informasi selanjutnya dari penerbit.

Jika naskah diterima penerbit, maka penerbit akan melounching buku tersebut berdasarkan timing pasar tidak berdasarkan antrian naskah yang masuk terlebih dahulu. Namun jika naskah tersebut didasarkan karena permintaan, misalkan karena sudah banyak yang memesan maka buku tersebut bisa diterbitkan segera.

“Bilau kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah…” al Ghazali

Rabu, 10 Februari 2021

KIAT SUKSES MENEMBUS PENERBIT MAYOR (Pertemuan ke 17)


Hari ini Rabu 10 Februari 2021 kembali kita bersilaturrahmi di kelas maya desain hebat Omjay dan Tim, untuk menerima suguhan materi dari narasumber-narasumber hebat. Semoga kita senantiasa dianugerahi konsistensi mengikuti materi demi materi sampai kegiatan belajar menulis ini bisa kita lalui hingga tahap akhir. Walaupun terkadang (seperti yang saya rasakan saat ini) ketika memasuki fase akhir kegiatan, ujian semakin besar terasa entah itu kesibukan, kejenuhan, dan alasan lain yang kemudian membuat kita kehilangan konsentrasi bahkan mungkin konsistensi mengikuti kegiatan belajar menulis ini.

Pada perkuliahan ke 8, Cak Inin yang ketika itu menjadi narasumber membongkar sedikit tentang penerbit mayor dan penerbit Indie. Pada pertemuan itu wawasan kita sedikit terbuka bahwa ada dua opsi dalam menerbitkan buku. Dari kedua opsi tersebut, penerbit Mayor terlihat menjadi penerbit yang sepertinya sulit untuk ditembus, sehingga mungkin kita mengubah niat untuk tidak menjadikan penerbit Mayor sebagai pilihan.

Tema pada pertemuan kali ini cukup menarik karena sepertinya narasumber berusaha membukakan jalan bahwa masih ada peluang bagi kita jika ingin menerbitkan buku di Penerbit Mayor. Materi kali ini disuguhkan oleh Bapak Edi S. Mulyanta, Menejer Operasional Penerbit Andi. Adapun tema yang disuguhkan adalah “Menembus Tulisan di Penerbit Mayor”.

Jika kita merujuk pada Undang-undang no 3 th 2017 tentang Sistem perbukuan, kita akan menemukan definisi beberapa istilah yang berkaitan dengan penerbitan. Beberapa istilah tersebut misalnya, penerbit. Yang dimaksud dengan penerbit adalah lembaga pemerintah atau lembaga swasta yang menyelenggarakan kegiatan penerbitan Buku. Sementara penerbitan adalah seluruh proses kegiatan yang dimulai dari pengeditan, pengilustrasian, dan pendesainan Buku.

Sedangkan penulis selanjutnya yang dimaksud dengan penulis adalah setiap orang yang menulis Naskah Buku untuk diterbitkan dalam bentuk Buku. Penulisan adalah penyusunan Naskah Buku melalui bahasa tulisan dan atau bahasa gambar. Sedangkan Buku adalah karya tulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala.Naskah Buku adalah draf karya tulis dan/atau karya gambar yang memuat bagian awal, bagian isi,dan bagian akhir.

Pada prinsipnya tidak ada penggolongan penerbit Mayor dan Minor, yang ada adalah penerbit berdasarkan definisi UU no 3 th 17 tersebut. Akan tetapi dalam perkembangan dunia penerbitan yang berorganisasi di bawah IKAPI atau Ikatan Penerbit Indonesia, akhirnya secara alami penerbit ini berproses secara mandiri memproduksi bukunya.

Setiap penerbit anggota IKAPI berhak mengelola terbitannya dan dipantau oleh Perpustakaan Nasional yang mengeluarkan nomor ISBN. Jumlah judul yang diproduksi oleh penerbit berbeda-beda dengan genre yang berbeda pula sehingga akhirnya membentuk pengelompokan tersendiri dalam jumlah output produksinya. Perpusnas akhirnya memberikan kode-kode tersendiri di dalam ISBN untuk menentukan penggolongan penerbit dengan jumlah produksi terntentu.

Berikut ini struktur rentang ISBN yang menunjukkan golongan penerbit


Berdasarkan ilustrasi tersebut, kita bisa melihat  ISBN Publication Element adalah jumlah produksi bukunya, sehingga penggolongan ini menjadikan digit semakin besar adalah penerbit yang mempunyai kapasitas jumlah produksi yang besar

Penerbit mayor tentunya mempunyai rentang produksi dari 3 digit hingga 4 digit, karena kapasitas produksi dan penjualannya bisa mencapai jumlah tertentu. Hal inilah menjadikan masyarakat akhirnya memberikan istilah ada penerbit mayor dan minor, karena jumlah yang diterbitkan dan besaran pemasarannya.

Dengan jumlah produksi yang besar, penerbit dapat mendistribusikan secara merata di seluruh Toko Buku dan Outlet penjualan yang lain secara nasional,sehingga menambah penyebutan penerbit skala nasional.

Penyebutan ini akhirnya diadopsi pada peraturan-peraturan sesudahnya dalam hal pengukuran indeks, yang digunakan oleh penulis-penulis yang tergabung dalam beberapa profesi pendidik yang mengharuskan menghasilkan luaran atau outcomes berupa hasil tulisan

Berkaitan dengan angka kredit dalam penulisan buku, kita bisa merujuk pada peraturan Permeneg PAN. Angka kredit penulisan buku menjadi unsur yang penting dalam kenaikan pangkat. 

Pada tahun 2019, keluar peraturan pemerintah PP 75 yang mengatur pelaksanaan UU perbukuan no 3 th 2017 tersebut dengan membagi jenis-jenis buku yang dapat ditulis oleh para calon penulis. Berikut ini jenis-jenis buku yang diatur oleh PP 75 th 2019:


Mengacu pada paparan di atas, penerbit-penerbit di bawah IKAPI akhirnya menentukan segmentasi buku yang sesuai dengan visi dan misi mereka serta tentunya mencari keuntungan dengan menjual buku hasil tulisan dari para penulisnya.

Buku yang dapat kita tulis setidaknya terbagi menjadi beberapa jenis buku, yaitu buku teks pelajaran yang mempunyai nilai angka kredit yang tinggi, terutama yang bisa lolos Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Buku Non Teks berupa buku pengayaan maupun buku referensi, atau buku modul pelajaran. Dan yang terakhir adalah buku umum karya Fiksi atau novel

Penerbit akan melihat kemungkinan terbitnya dari dasar 4 kwadran prioritas terbitnya. Kita bisa melihat sudut pandang penerbit dalam memandang calon naskah yang akan diterbitkannya. Terlihat bahwa unsur market cukup dominan, karena yang diterbitkan tentunya harus mempunyai market yang besar.


Buku teks pelajaran mempunyai effort yang cukup berat baik dari sisi penulis maupun penerbit, karena harus melalui evaluasi dari BNSP secara nasional. Dengan demikian, maka buku yang lebih mudah masukkan ke penerbit adalah jenis buku pengayaan ataupun modul pelajaran.

Dari sudut pandang penerbit ini, kita dapat menyesuaikan dengan bahan naskah yang akan kita tulis, sehingga dapat diterima oleh penerbit yang memang satu visi dan misi.

Ketika akan menerbitkan buku di penerbit mayor, maka kita harus mengajukan proposal naskah buku terlebih dahulu untuk kemudian ditawarkan ke penerbit. Isi proposal ini adalah, Judul, Sub Judul jika ada, sinopsis buku, Outline, Sampel Bab minimal 2 bab, dan CV penulis.

Di samping itu kita harus memberikan penjelasan terkait sasaran pasar, pesaing buku lain yang telah terbit, untuk membantu penerbit dalam memandang naskah bapak ibu sekalian. Berikan data-data market sasaran, positioning materi pesaing, keunggulan buku dibanding pesaing, untuk mempermudah penerbit dalam melakukan review naskah.

Namun kita perlu memahami bahwa tidak semua buku bisa diterbitkan oleh penerbit karena keterbatasan modal, strategi pemasaran, serta visi misi mereka. Apalagi saat pandemi seperti saat ini, di mana outlet toko buku sedang terkena PSBB sehingga proses penjualan dan distribusi buku menjadi terkendala.

Penerbit ANDI hanya menerbitkan 20-30 persen saja dari naskah yang masuk yang jumlahnya bisa mencapai 200 an perbulan, Sehingga proses review naskah terkadang membutuhkan kecermatan, agar produk yang telah diputuskan diterbitkan dapat terserap di pasar dengan baik.

Sebagai gambaran pasar saat pandemic terjadi, kita bisa melihat prosentase outlet buku-buku yang telah terbit sebagai berikut.


Semua saluran outlet buku saat ini telah bergeser sedemikian rupa sehingga banyak penerbit yang belum siap akan perubahan ini. Model pemasaran buku telah bergeser tidak seperti pola pemasaran sebelum pandemi melanda.

Setiap buku terbit, telah akan disiapkan sarana-sarana promosi kekinian, seperti webinar, bincang daring, worshop online, podcast hingga channel youtube untuk membantu memperkuat resonansi gaung pasar buku yang bapak ibu tulis ke calon pembaca. Produksi buku juga perlahan bergeser ke ranah digital, dengan kerjasama bersama Google Play, masuk ke pasar digital dalam bentuk E-BOok di google.

Dengan perkembangan teknologi saat ini, maka kita harus siap menerima perubahan ke arah digitalisasi buku, sehingga harus selalu up to date dalam memanfaatkan teknologi informasi terutama dalam hal tetap memroduksi bahan-bahan tulisan untuk dapat dinikmati pembaca, dan mencerdaskan kehidupan bangsa seperti visi dan misi penerbit.

Sebagai seorang pemula yang berniat menembus penerbit mayor, setidaknya kita harus memahami beberapa hal yang kemudian bisa kita jadikan acuan. Pertama: pelajari buku-buku yang telah diterbitkan penerbit tersebut lalu sesuaikan dengan kompetensi yang kita miliki. Tidak ada salahnya kita menawarkan naskah dalam bentuk rencana tulisan atau proposal penerbitan buku. Tidak harus diselesaikan bukunya, akan tetapi ada sampel-sampel bab yang dapat disertakan dalam pengajuan proposal tersebut. Kedua: Kirimkan ke beberapa penerbit, supaya mereka memahami penawaran tulisan kita. Jangan terpaku hanya di satu penerbit. Ada 600 penerbit yang masih aktif di IKAPI. Akan tapi kita perlu mengetahui keaktifan penerbit di IKAPI, apakah masih berjalan proses bisnisnya atau sudah berhenti. Penerbit IKAPI akan lebih dihargai dalam bentuk angka kredit yang maksimal. Jangan lupa tanyakan keanggotaan IKAPI nya dalam bentuk surat IKAPI. Ketiga: jangan takut ditolak atau tidak diterbitkan, setiap penerbit mempunyai pandangan sendiri dalam menerbitkan bukunya.

Di samping beberapa tips di atas, bagi kita yang pemula harus memiliki strategi dalam menawarkan naskah ke penerbit, misalnya dengan meminta kata pengantar dari Tokoh yang dianggap mumpuni sesuai dengan kompenensinya. Atau tokoh ini mempunyai social media yang banyak pengikutnya, sehingga akan membantu promo buku atau tulisan kita nanti.

Perlu bapak ibu ketahui, penulis besar Andrea Hirata, juga megalami hal yang sama saat memasukkan naskah pertama beliau. Saat itu semua penerbit tidak ada yang tahu siapa itu Andrea Hirata, naskahnya juga ditolak penerbit di sana-sini karena tidak ada rekam jejak sebelumnya Andrea Hirata. Akan tetapi ada satu penerbit yang berani mengambil tantangan ini, akhirnya buku ini menjadi buku paling laku di Indonesia.

Penerbit mayor, terkadang menyisihakan anggarannya untuk terbitan-terbitan penulis pemula yang mempunyai tulisan yang di luar trend. Terkadang justru melawan trend. Dengan risiko memang buku tersebut tidak laku di pasar. Akan tetapi manajemen risikonya telah diperhitungkan di awal penerbitan buku.

Sebagai penutup tulisan ini, Jangan pernah putus asa menawarkan tulisan ke penerbit, karena penerbit juga membutuhkan naskah-naskah yang memberikan warna baru di dunia tulis-menulis, dan sekaligus mencari keuntungan. Karena dengan keuntungan tersebut, penerbit bisa bertahan di tengah gempuran teknologi yang semakin berutal.

Sabtu, 06 Februari 2021

TGH. MUHAMMAD RAIS DAN UPAYA PEMBUMIAN PENDIDIKAN ISLAM DI PULAU LOMBOK

 Sekarbela merupakan salah satu kelurahan di Kota Mataram. Daerah ini menyimpan pesona yang luar biasa. Kelurahan Sekarbela akrab dengan sebutan sebagai pusat kerajinan emas dan perak. Di samping itu, daerah ini juga menyimpan tradisi yang cukup unik yaitu tradisi “ngaji kitab”, tradisi ini umumnya menjadi pemandangan di daerah-daerah terpencil, pedesaan dan sebagainya dan kurang populer di kalangan masyarakat perkotaan, namun di Sekarbela tradisi unik ini justru menjadi ritual masyarakat. Jika ditelusuri ternyata tradisi ini memang sudah akrab di kalangan masyarakat, karena Sekarbela merupakan daerah yang banyak melahirkan tuan guru.

Ada banyak tuan guru yang pernah terlahir di tanah Sekarbela hingga kini, diantaranya TGH. Musthofa Kamal, TGH. Muhammad Ra’is, TGH. Mushtofa Bakrie-Banjar, TGH. Jalaluddin, TGH. Muhammad Fadhil (1914 - 1977),  TGH. Luqman, TGH. Syafi’i, TGH. Muktamad Ra’is, TGH. Maqsud Ra’is, TGH. Musthofa Zuhdi, dan lainnya. Kecenderungan masyarakat sasak pada umumnya di seluruh Lombok yang hanya memberikan gelar “tuan guru” bagi alim ulama yang telah menyempurnakan rukun Islam yang kelima, yaitu menunaikan ibadah haji. Sedangkan, orang alim yang di kenal memiliki ilmu agama Islam yang dalam tetapi belum menunaikan ibadah haji biasanya bergelar ustadz atau di Sekarbela juga lebih lazim bergelar guru.

Sebagaimana lazimnya diketahui, tuan guru merupkan sosok yang sangat dikagumi dan dihormati oleh masyarakat, karena keluasan dan kedalaman ilmu agama yang dimiliki. Disamping itu  tuan guru memiliki peran yang penting dalam mendorong terjadinya perubahan pemahaman keagaman pada masyarakat. Nilai-nilai pendidikan islam terus diturunkan kepada masyarakat melalui bentuk (lembaga) pendidikan yang sederhana seperti halaqah-halaqah kecil sebagimana dikenal dalam pendidikan islam tradisional, yang tidak berbentuk klasikal seperti perkembangan pendidikan Islam sampai sekarang,

Tulisan ini selanjutnya akan penulis arahkan untuk mendeskripsikan upaya pembumian pendidikan Islam TGH. Muhammad Ra’is yang memiliki peranan besar di Sekarbela pada masa silam. Beliau adalah salah satu diantara tuan guru yang tercatat dalam sejarah Sekarbela yang memilki karisma tinggi dan mumpuni dalam hal ilmu-ilmu agama, terutama sekali beliau dikenal sebagai ahli ilmu-ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah dan lainnya, disamping ilmu-ilmu keagamaan lainnya.

TGH. Muhammad Rais dan Upaya Pembumian  Pendidikan Islam di Pulau Lombok

Jika menganalisa wajah ulama besar ini, sepintas kita bisa menarik kesimpulan mengenai kepribadiannya, sorotan matanya yang tajam mengindikasikan sifatnya tegas, bakat ilmunya yang sangat cerdas, tutur bahasanya yang lugas dan kepribadiannya yang menampilkan kesan ikhlas. Itulah TGH. Muhammad Ra`is, ulama besar Sekarbela yang menjadi intan permata bagi masyarakat Sekarbela yang terus bersinar hingga sekarang.

TGH. Muhammad Ra’is di lahirkan di Sekarbela tahun 1855 M, bertepatan dengan tahun 1275 H (yakni 156 tahun yang  lalu). Nama aselinya adalah Muhammad Ra`is. Masyarakat Sekarbela lebih akrab menyebutnya TGH. Rais. Di luar daerah Sekarbela, ia pun sering disebut Datuk Sekarbela atau Datuk Ra`is. Ayah beliau bernama H. Toha sedangkan Ibunya bernama Ruga’iyyah. Ra`is kecil lahir dari keluarga yang sederhana. Keta`atan dan ke`aliman ayahnya mengalirkan ketertarikan padanya mendalami pelajaran agama Islam. Pola pendidikan yang telah diterapkan oleh ayahnya yang islami membentuk karakternya yang cukup tegas.

TGH. Muhammad Ra’is menikah sebanyak dua kali. beliau menetap di Pesinggahan kecamatan Mataram. Di Pesinggahan beliau menikah dengan misannya bernama Kibtiyyah. Dan hasil dari pernikahan ini beliau dikaruniai putra dan putri yakni Jamil, Sa’dah dan Subki tetapi semuaya meninggal di usia remaja.

Dari Pesinggahan TGH. Ra’is kemudian pindah ke Sekarbela dan menikah dengan Miwasih. Dari pernikahan ini beliau mendapatkan 6 orang putra-putri. Alm. Ibu Hj. Radmah (istri dari TGH. Jalaludin). Putra beliau yang menjadi penerus adalah TGH. Faqih Farhan. Alm. Mufti (meninggal di usia remaja). Ibu Hj. Wasi’ah (istri dari TGH. Abdurrahman Banjar). Diantara putra-putri beliau yang menjadi penerus adalah Ustad H. Tahmid, Dr.Hj.Nurul Yaqin, M.Pd (Pembantu Rektor UIN Mataram), dan Dra.Hj.Warti’ah, M.Pd (anggota DPRD Propinsi NTB). Alm. TGH. Muktamad Ra’is yang meneruskan perjuangan TGH Ra’is. Beliau adalah Mudir ‘Am Pondok Pesantren Al-Raisiyah Sekarbela yang meninggal pada tanggal 20 oktober 2004. Diantara putra beliau yang menjadi penerus adalah TGH. Mashun dan Hj. Husnah Busaini, SPd. Ibu Hj. Fauziah (istri dari TGH. Idhar Karang Anyar) diantara putra beliau yang menjadi penerus adalah TGH. Tanwir dan Drs. H. Wildan (staf ahli Gubernur bidang Pendidikan propinsi NTB). Alm. TGH. Drs. Maqsud Ra’is (Dosen IAIN Sunan Ampel Mataram, meninggal pada tanggal 22 Agustus 1997). Putra beliau yang menjadi penerus adalah TGH. Mujiburrahman (anggota Dewan Perwakilan Rakyat daerah kota Mataram).

Waliyulloh yang dijuluki “bahrul `ulum” ini mangkat pada hari senin tanggal 8 Januari 1967 bertepatan dengan tanggal 8 syawwal 1387 H. dengan demikian usia beliau sewaktu meninggal dunia kira-kira 112 tahun. Menurut penuturan narasumber yang pernah bertemu langsung dengan Maulana Syech TGH. Zainuddin Abdul Majid, diceritakan oleh Maulana Syech bahwa semasa hidup dua ulama besar Lombok itu pernah saling berniat satu sama lain bahwa siapapun yang terlebih dahulu dipanggil oleh Yang Maha Kuasa maka ia harus membaca talqin untuknya. Maka dari itu,  ketika waliyulloh dari Sekarbela ini mangkat, TGH. Zainuddin Abdul Majid (Pancor) memberikan penghormatan terakhirnya dengan membacakan talqien dan ayat-ayat Al-Qur`an.

Salah satu bentuk penghormatan masyarakat Sekarbela, namanya diabadikan sebagai nama masjid kebanggaan Sekarbela, Al-Raisiyah. Selain itu, hari mangkatnya selalu diperingati setiap tahun oleh masyarakat Sekarbela. Setelah meninggalnya seorang nuhat dari Sekarbela ini, warisan ilmu agama Islam yang telah ditinggalkannya diteruskan oleh murid-muridnya hingga kini. Meskipun telah berpulang, namun pengaruh dan jasa-jasanya tak kan pernah hilang.

Namanya selalu menghiasi berbagai karya tulis sejarah sasak yang berkaitan dengan pengembangan Islam. Sosoknya selalu disandingkan dengan beberapa ulama terkemuka dari Lombok dari ulama pendahulu dan penerusnya seperti TGH. Musthofa, TGH. Umar Kelayu, TGH. Zainuddin Abdul Majid dari Pancor, yang merupkan sahabat beliau. Sahabat-sahabat beliau yang lain adalah TGH. Saleh Hambali (Bengkel), TGH. Muchtar, TGH. Ibrahim, TGH. Hafiz dan tua guru-tuan gguru lainnya.  Ia tercatat sebagai salah satu `alim ulama yang dimiliki oleh masyarakat sasak.

Perjalanan TGH. Ra`is menuntut ilmu agama telah menempuh jalan yang tidak mudah. Ia telah menuntut ilmu agama hingga di negeri para nabi, Makkah Al-Mukarromah. Pada waktu itu beliau berusia 42 tahun. Dalam usia yang sudah tidak muda ini beliau justru memiliki semangat yang kokoh dan tegar untuk tetap memanfaatkan umur beliau guna menuntut ilmu-ilmu agama. Pengembaraan intelektualnya di negeri para rasul itu berlangsung selama jangka waktu 7 tahun.

Dari 7 tahun masa bermukimnya di Makkah, 4 tahun pertama beliau pergunakan untuk mempelajari serta menguasai ilmu-ilmu bahasa Arab seperti nahwu, syaraf, balagah, arudh wal qowaafi dan mantiq. Hampir ke seluruh desa pelosok di tanah suci ia telusuri demi memperoleh perbendaharaan bahasa yang bagus. Hal ini dikarenakan beliau menyadari bahwa tanpa ilmu-ilmu tersebut yang juga dikenal dengan ilmu alat, maka akan sulitlah bagi seseorang untuk menggali ilmu-ilmu islam seperti tafsir, hadits, fiqih, tauhid, tarikh dan lain sebagainya, karena pada masa beliau ilmu-ilmu tersebut masih tertulis dalam bahasa Arab.

Oleh karena itulah maka selama 3 tahun terakhir beliau tidaklah mengalami kesulitan berarti dalam menghadapi kitab-kitab Arab besar dan mu’tabar, karena alat untuk membaca, mempelajari dan mengkajinya sudah beliau kuasai.

Selama di Makkah beliau berguru kepada TGH. Umar Kelayu Lombok Timur bersama beberapa murid yang lain, diantaranya adalah putra dari TGH. Umar sendiri yang bernama TGH. Badar. beliau pun berguru kepada ulama-ulama besar yang lain, diantarnya adalah Syekh Syu’aib Magriby.

Sebagai hasil dari usaha beliau selama 7 tahun menuntut ilmu di Makkah, berguru kepada TGH. Umar Kelayu dan ulama besar lainnya seperti Syekh Syu’aib Magriby, beliaupun diakui memiliki keahlian dalam banyak bidang ilmu, terutama sekali yang berkaitan dengan ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah dan beberapa cabang ilmu alat lainnya

TGH. Ra’is menaruh perhatian yang besar terhadap pemantapan pengetahuan masyarakat terhadap ajaran agama islam, oleh karena itu ketika beliau menetap di Pesinggahan, beliau membuka majlis pengajia. Di  Sekarbela TGH. Ra’is lebih giat lagi melanjutkan dan mengembangkan pengajian-pengajian agama. Tempat beliau biasa mengajar dikenal dengan sebutan Bale Tajuk yag sekarang ini sudah direnovasi.

Murid-murid beliau disamping dari Sekarbela juga datang dari luar Sekarbela, dan kebanyakan murid-murid beliau berhasil menjadi tokoh agama atau tuan guru- tuan guru yang dihormati dan disegani masyarakat. Diantara murid-murid beliau yang berasal dari Sekarbela yaitu: TGH. Abdurrahman, TGH. Thayyib, TGH. Tahir TGH. Fadhil, TGH. Jabbar, TGH. Syafi’i, TGH. Jalaludin, TGH. Syafi’i bin Abdurrahman,  TGH. Marzuki Ust. Abdul Mukti, TGH. Fauzi Abdurrahman,  TGH. Moh. Toha,  TGH. Mustafa Bakri Banjar,  TGH. Husni Pesinggahan, dan   TGH. Mustafa Zuhdi.

Sedangkan murid-murid beliau yang dari luar Sekarbela tetapi menetap di Sekarbela selama mengaji diantaranya adalah: TGH. Umar (Kapek), TGH. Mu’in (Kapek), TGH. Najmuddin / Tuan Guru Ocek (Peraya), TGH. Ibrahim (Lombok-Praya), TGH. Muksin (Seganteng), TGH. Saleh (Mamben),  TGH. Mustajab (Pagutan), dan TGH. Arsyad (Pancor Dao).

TGH. Muhammad Ra`is adalah ulama besar Sekarbela yang menjadi intan permata bagi masyarakat Sekarbela yang terus bersinar hingga sekarang. TGH. Ra`is menikah sebanyak dua kali. Istri pertamanya bernama Kibtiyyah (Pesinggahan) dan Miwasih (Sekarbela).

Perjalanan TGH. Ra`is menuntut ilmu agama telah menempuh jalan yang tidak mudah. Ia telah menuntut ilmu agama hingga di negeri para nabi, Makkah Al-Mukarromah. Awal perjalanan mulianya di fokuskan untuk memperdalam ilmu kebahasaan (nahwu). Hampir ke seluruh desa pelosok di tanah suci ia telusuri demi memperoleh perbendaharan bahasa yang bagus. Pengembaraan intelektualnya di negeri para rasul itu berlangsung selama jangka waktu 7 tahun. Demi menuntut ilmu, ia pun harus rela berjauhan dan memendam rindu dari seluruh keluarganya.

Salah satu bentuk penghormatan masyarakat Sekarbela, namanya diabadikan sebagai nama masjid kebanggaan Sekarbela, Al-Raisiyah. Selain itu, hari mangkatnya selalu diperingati setiap tahun oleh masyarakat Sekarbela. Setelah meninggalnya seorang nuhat dari Sekarbela ini, warisan ilmu agama Islam yang telah ditinggalkannya diteruskan oleh murid-muridnya hingga kini. Meskipun telah berpulang, namun pengaruh dan jasa-jasanya tak kan pernah hilang.

Jumat, 05 Februari 2021

MUDAHNYA MENERBITKAN BUKU (Pertemuan ke 11)

Coretan malam ini saya awali dengan ucapan Syukur al Hamdulillah karena malam ini 27 Januari 2021 kita masih dianugerahi kesehatan dan keafiatan sehingga kita bisa mengikuti perkuliahan “Belajar Menulis Gelombang 17” bersama orang-orang hebat. Tidak terasa kita sudah memasuki pertemuan yang ke 11, kejenuhan sudah mulai terasa, namun semoga orang-orang hebat yang akan membagi ilmunya malam ini berhasil memotivasi dan mengubah kejenuhan menjadi semangat baru.  

Perkuliahan malam ini akan disampaikan oleh seorang guru hebat yang jago ngblog, karya tulisnya sudah tersebar dan bisa kita nikmati. Beliau adalah Raimundus Brian Prasetyawan, S.Pd. adapun menu perkuliahan yang disuguhkan malam ini adalah  "Menerbitkan Buku Semakin Mudah di Penerbit Indie"

Jika kita cermati tema ini, nampaknya narasumber sudah membaca dari pengalaman para alumni belajar menulis sebelumnya bahwa  banyak mungkin dari para alumni yang mengalami kesulitan dalam proses penerbitan buku, sehingga narasumber berusaha menepis pikiran-pikiran itu dengan menyuguhkan materi bahwa menerbitkan buku itu sangatlah mudah.

Di samping itu, pikiran-pikiran bahwa menerbitkan buku itu sangatlah sulit disebabkan karena mungkin kita merasa belum percaya diri dengan resume yang sudah kita buat karena menganggap tulisan yang diterbitkan harus berkualitas dan layak menjadi konsumsi public seperti buku-buku best shaller yang tersebar di rak-rak perpustakaan atau toko-toko buku.

Narasumber malam ini berusaha menepis pikiran-pikiran itu sekaligus akan memberikan motivasi bahwa menerbitkan buku itu mudah sekalipun kita seorang pemula. Ada 2 pilihan penerbit yang bisa kita jadikan referensi dalam menerbitkan buku, dan yang paling mudah adalah menerbitkan buku melalui Penerbit Indie. Pertanyaannya, mengapa demikian mudah?

Mungkin kita semua berpikir jika menerbitkan buku merupakan hal yang terlampau sulit bahkan mungkin tidak berlebihan jika kita katakan menerbitkan buku adalah sebuah khayalan yang tentu saja sulit bahkan mungkin tidak bisa terealisasi. Semua ini tentu berangkat dari kurangnya pemahaman bahwa ada banyak pilihan dalam menerbitkan buku. Jika buku-buku yang tersebar di toko-toko buku dan dipampang berjejer di rak-rak perpustakaan adalah buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit mayor.

Penerbit Mayor cukup selektif dalam menerima naskah buku yang akan diterbitkan sehingga mengirim naskah ke penerbit Mayor akan besar kemungkinan naskah kita ditolak. Di samping itu proses penerbitan buku di Penerbit Mayor memakan waktu cukup lama.

Sebagai solusi sulitnya menerbitkan buku tersebut, maka ada opsi penerbit lain yang bisa kita jadikan sebagai pilihan terutama bagi kita para penulis pemula. Solusinya adalah menerbitkan buku melalui penerbit Indie karena penerbit ini menjadi solusi atas segudang persolan tersebut. Ada dua prinsip dalam penerbit Indie yaitu naskah pasti diterbitkan dan proses penerbitan mudah dan cepat.

Sebagai pemula, tentu Penerbit Indie akan menjadi pilihan yang tepat. Pada pertemuan malam ini, narsumber berbagi pengalaman ketika menerbitkan buku di Penerbit Indie. Narasumber menceritakan bahwa awal menerbitkan buku tidak pernah berpikir apakah buku itu nantinya akan laku untuk dikomersilkan, karena yang terpikir adalah bisa memiliki buku itu sudah cukup.

Narasumber  sendiri sebenarnya sudah punya keinginan menulis buku pada tahun 2014. Narasumber sudah berniat membuat buku tutorial blog. Namun kondisi waktu itu sangat berbeda dengan sekarang, jika sekarang kita sudah bisa menemukan banyak komunitas dan referensi dalam proses penerbitan buku termasuk komunitas kita di Belajar Menulis Gelombang 17 ini. Narasumber hanya mengetahui tempat menerbitkan buku secara mandiri yaitu nulisbuku.com. Disitu memang gratis tapi tidak termasuk fasilitas desain cover dan ISBN. Jika mau dua hal itu harus bayar dan biayanya bisa sampai jutaan rupiah.

Pada Awal 2019 narasumber mulai bangkit lagi setelah impian menerbitkan buku terpendam dalam waktu yang cukup lama. Proses ini diawali dari ketidaksengajaan menemukan hashtag di Instagram tentang penerbit Indie yang menawarkan kemudahan dalam penerbitan buku. Karena menawarkan kemudahan, narasumber selanjutnya begitu semangat menyelesaikan naskah tulisannya. Hingga akhirnya pada Oktober 2020 naskah buku pertama dikirim ke salah satu penerbit Indie dan dalam waktu 3 bulan menunggu akhirnya buku pun bisa diterbitkan.

Mengikuti perkuliahan “Belajar Menulis” ini kita akan disuguhkan 30 materi berbeda yang selanjutnya bisa kita kemas menjadi resume. Resume ini menjadi modal bagi kita untuk menerbitkan sebuah buku. Bahkan dalam komunitas “Belajar Menulis” ini sudah tergabung juga 4 penerbit Indie yang siap menerbitkan naskah buku kita.

Apa saja ke 4 penerbit Indie itu? Keempat penerbit itu adalah: 1. Kamila Press milik Cak Imin; 2. Penerbit rekanan narasumber, 3. YPTD, 4. Penerbit rekanan Bu Kanjeng

Penerbit Indie yang menjadi rekanan narasumber malam ini  sudah menerbitkan 23 buku peserta belajar menulis. Sekarang ini ada 17 naskah yang sedang diproses. Namun ada ketentuan khusus yang harus diperhatikan bahwa penerbit tidak melakukan editing terhadap naskah, salah ketik maupun penulisan yang kurang pas lainnya tidak dikoreksi oleh penerbit,  jika ingin cetak ulang lagi, harus di penerbit rekanan narasumber dan jumlah minimal cetak yaitu 10 eksemplar.

Adapun biaya penerbitan buku di penerbit rekanan narasumber Rp. 300,000 dengan maksimal 130 halaman A5, jika lebih dari itu akan ada biaya tambahan. Yang tidak kalah penting adalah jangan memberi target kapan buku harus selesai terbit. Karena naskah harus mengantri untuk diproses. Proses penerbitan paling cepat 1 bulan. Sebelum proses penerbitan, pihak penerbit akan mengirimkan kita naskah buku PDF (dengan watermark) untuk dicek kembali.

Naskah buku harus dilengkapi cover (judul buku dan nama penulis saja), Prakata, daftar isi (tanpa nomor halaman), profil penulis, sinopsis (3 paragraf. masing-masing paragraf 3 kalimat). Prakata wajib ada dan ditulis oleh penulis sendiri. Kata Pengantar ditulis oleh orang lain dan tidak wajib ada. Biasanya peserta belajar menulis minta kata pengantar ke Om Jay.

Karena tidak ada fasilitas editing. Maka ada tips yang bisa kita pedomani dalam mengedit naskah yaitu:

1. Penulisan kata jangan disingkat-singkat (yg, tdk, blm);

2. Jangan sampai ada tulisan yang salah ketik (Typo);

3. Satu Paragraf jangan berisi terlalu banyak kalimat;

4. Mulailah membiasakan membuat kalimat yang pendek-pendek; 

5. Kalimat panjang cenderung akan membingungkan;

6. Setiap bab baru selalu dimulai di halaman baru.
Jangan digabung dengan bab sebelumnya

Demikian racikan resume dari narasumber yang bisa saya muat di blog ini, berharap rekan-rekan pembaca dapat memberikan masukan agar resume ini menjadi lebih baik lagi. Karena apa yang dipaparkan dalam resume ini belum secara utuh mendeskripsikan pemaparan materi narasumber, namun setidaknya racikan resume ini memberi gambaran bahwa “menerbitkan buku itu sangatlah mudah”

Kamis, 04 Februari 2021

7 LANGKAH MENGUBAH RESUME MENJADI BUKU (Pertemuan ke 10)

Alhamdulillah kembali lagi kita bersua di kelas maya “Belajar Menulis Gelombang 17” bersama narasumber hebat, semoga narasumber hebat di kelas maya ini bisa mengalirkan energy positif sehingga kita bisa juga menjadi orang-orang hebat, bahkan mungkin lebih hebat dari mereka.  Hari ini 25 Januari 2021 kita memasuki pertemuan yang ke 10. Itu artinya kita sudah setengah perjalanan dalam mengikuti kegiatan ini. Harapan kita semua pastinya kita bisa mengikuti setiap pertemuan dengan semangat dan semangat.

Materi pada pertemuan malam ini disuguhkan oleh narasumber hebat yaitu Ibu Aam Nurhasanah, S.Pd dengan menu “Teknik Membuat Resume Jadi Buku”. Di awal penyampaiannnya, narasumber memaparkan bahwa beliau adalah peserta kelas belajar menulis gelombang 8. Beliau juga sedikit bercerita perkenalan beliau dengan Mr. Bams yang menjadi moderator malam ini, saat itu Mr. Bams dengan apik menjadi ketua kelas yang bertugas sebagai pemimpin absensi, rekap daftar hadir,  rekap link blog, juga setiap minggu menjadi moderator andal yang selalu memukau. Tidak lupa nara sumber menceritakan kekagumannya terhadap Mr.Bams sehingga memicu semangat beliau untuk mengikuti Mr. Bams sebagai moderator di kelas belajar menulis di sesi berikutnya.

Lebih lanjut kemudian narasumber menceritakan bahwa beliau kembali menata hati dan pikiran hingga kemudian mendapat sebuah kekuatan baru untuk ikut lagi gelombang berikutnya. Berkah keistiqomahan akhirnya lulus di gelombang 12 dan berhasil menerbitkan buku hasil dari kumpulan 20 resume dari kegiatan belajar menulis Om Jay dan PGRI. Sejak menjadi alumni gelombang 12, sejak saat itulah narasumber malam ini tergabung dalam  Tim Om Jay yang bertugas sebagai moderator. Supaya pengalaman tidak hilang, pengalaman moderator pun, beliau kemas menjadi sebuah buku.

Resume adalah sebuah ringkasan atau rangkuman materi. Di saat membuat resume dari materi yang disampaikan nara sumber, kita diharapkan tidak mengcopy tulisan narasumber secara utuh. Namun kita perlu melakukan tambal sulam pada resume tersebut menggunakan bahasa sendiri dengan tidak keluar dari inti materi yang disampaikan narasumber.

Dalam membuat resume, peserta di kelas belajar menulis atau blogger pemula sering sekali melakukan kekeliruan dengan menganggap semua materi yang disampaikan harus menjadi bagian dalam resume atau dengan bahasa lain, peserta menganggap bahwa semua materi yang disampaikan isinya “daging” semua, semuanya penting. Dengan demikian, maka yang terjadi adalah banyak peserta yang kemudian melakukan copy paste, tanpa edit sedikit pun.

Malam ini narasumber hebat menyuguhkan kepada kita trik menulis resume menjadi sebuah buku. Apa saja trik yang bisa kita lakukan? Setidaknya ada 7 langkah yang harus kita lalui untuk mengubah resume menjadi  sebuah buku.

7 teknik menulis resume jadi buku

LANGKAH 1, Mengumpulkan resume dalam file word. Sebelum memposting resume di blog sebaiknya kita terlebih dahulu membuat resume tersebut pada file word. Membuat resume dengan menggunakan file word akan memudahkan kita menuangkan ide dan gagasan tanpa harus terganggu dengan jaringan internet, karena menulis resume langsung di blog tentu membutuhkan jaringan internet yang stabil. Di samping itu, teknik ini akan memudahkan kita menyusun naskah buku yang nantinya akan kita terbitkan dari kumpulan resume yang sudah dibuat.

LANGKAH 2, Menentukan tema. Langkah ini dilakukan dengan memilah dan memilih tema-tema resume yang kira-kira memiliki tema yang sama untuk kemudian digabung menjadi satu bab. Misalnya narasumber membahas tentang penerbitan, baik itu Penerbit Mayor (PT Andi) atau Penerbit Indie (Gemala, Kamila Pres, YPTD), maka kita bisa menjadikan kedua tema ini menjadi satu bab. Atau misalnya narasumber membahas tentang motivasi atau teknik menulis, tentu bisa kita jadikan dua bab yang terpisah dalam buku yang nantinya kita akan terbitkan

LANGKAH 3 Membuat TOC (Table of Content) atau singkatnya daftar isi. Daftar isi kita susun berdasarkan kumpulan tema yang sudah kita tentukan pada langkah yang kedua ketika menentukan tema. Misalnya Bab I berisi tentang kelas belajar menulis. Pada bab ini kita bisa memaparkan pengalaman kita selama mengikuti kegiatan belajar menulis. Seperti yang dicontohkan narasumber malam ini, beliau membuat bab I yang berisi curahan dari pengalaman belajar menulis yang tadinya berpikir menulis itu susah, ternyata menulis itu terasa mudah.

LANGKAH 4 Mulai mengembangkan TOC. Setelah kita menyusun TOC, maka langkah berikutnya adalah mengembangkan TOC tersebut dengan membuat deskripsi yang lebih detail, kita bahas lebih mendalam isi perbab dan selingi dengan pengalaman pribadi supaya buku terasa hidup. Hal penting yang perlu kita cermati dalam langkah ini adalah untuk tidak melakukan revisi selama proses menulis. Biarkan saja ide dan gagasan mengalir tanpa harus dihalangi dengan proses editing agar konsentrasi menulis tidak terbagi.

LANGKAH 5 Melakukan 2R yaitu Review dan Revisi naskah. Langkah ini ita lakukan jika naskah sudah rampung kita tulis, baru kemudian kita melakukan review dengan menyunting ejaan berdasarkan kitab PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Hal ini menjadi sangat penting untuk meminimalisir kesalahan dalam penulisan.

LANGKAH 6 Lengkapi sinopsis buku. Langkah ke 6 ini kita lakukan jika naskah tulisan sudah rampung dalam proses review dan revisi. Selanjutnya kita membuat sinopsis yang menjadi bagian terpenting dalam sebuah buku. Sinopsis tentu saja berisi gambaran secara umum dari keseluruhan isi buku. Sinopsis harus dibuat menarik agar pembaca tertarik. Terakhir naskah buku harus kita lengkapi juga dengan profil penulis yang disimpan di halaman paling belakang.

LANGKAH 7 Kirim ke penerbit
. Langkah ini merupakan langkah terakhir yang kita lakukan dalam serangkaian proses mengubah resume menjadi sebuah buku. Langkah ini tentu baru bisa kita lakukan setelah semua proses dari langkah 1 sampai dengan 6 terlewati.

Nah inilah 7 langkah yang bisa kita coba untuk mengubah resume menjadi sebuah buku. Semoga ke 7 langkah ini menjadi panduan yang bisa kita pedomani agar sampai pada tujuan penerbitan buku, hasil dari olah hati, pikiran dan jemari dalam membuat resume materi perkuliahan belajar menulis yang dimotori Omjay dan tim.