Artikel

Sabtu, 06 Februari 2021

TGH. MUHAMMAD RAIS DAN UPAYA PEMBUMIAN PENDIDIKAN ISLAM DI PULAU LOMBOK

 Sekarbela merupakan salah satu kelurahan di Kota Mataram. Daerah ini menyimpan pesona yang luar biasa. Kelurahan Sekarbela akrab dengan sebutan sebagai pusat kerajinan emas dan perak. Di samping itu, daerah ini juga menyimpan tradisi yang cukup unik yaitu tradisi “ngaji kitab”, tradisi ini umumnya menjadi pemandangan di daerah-daerah terpencil, pedesaan dan sebagainya dan kurang populer di kalangan masyarakat perkotaan, namun di Sekarbela tradisi unik ini justru menjadi ritual masyarakat. Jika ditelusuri ternyata tradisi ini memang sudah akrab di kalangan masyarakat, karena Sekarbela merupakan daerah yang banyak melahirkan tuan guru.

Ada banyak tuan guru yang pernah terlahir di tanah Sekarbela hingga kini, diantaranya TGH. Musthofa Kamal, TGH. Muhammad Ra’is, TGH. Mushtofa Bakrie-Banjar, TGH. Jalaluddin, TGH. Muhammad Fadhil (1914 - 1977),  TGH. Luqman, TGH. Syafi’i, TGH. Muktamad Ra’is, TGH. Maqsud Ra’is, TGH. Musthofa Zuhdi, dan lainnya. Kecenderungan masyarakat sasak pada umumnya di seluruh Lombok yang hanya memberikan gelar “tuan guru” bagi alim ulama yang telah menyempurnakan rukun Islam yang kelima, yaitu menunaikan ibadah haji. Sedangkan, orang alim yang di kenal memiliki ilmu agama Islam yang dalam tetapi belum menunaikan ibadah haji biasanya bergelar ustadz atau di Sekarbela juga lebih lazim bergelar guru.

Sebagaimana lazimnya diketahui, tuan guru merupkan sosok yang sangat dikagumi dan dihormati oleh masyarakat, karena keluasan dan kedalaman ilmu agama yang dimiliki. Disamping itu  tuan guru memiliki peran yang penting dalam mendorong terjadinya perubahan pemahaman keagaman pada masyarakat. Nilai-nilai pendidikan islam terus diturunkan kepada masyarakat melalui bentuk (lembaga) pendidikan yang sederhana seperti halaqah-halaqah kecil sebagimana dikenal dalam pendidikan islam tradisional, yang tidak berbentuk klasikal seperti perkembangan pendidikan Islam sampai sekarang,

Tulisan ini selanjutnya akan penulis arahkan untuk mendeskripsikan upaya pembumian pendidikan Islam TGH. Muhammad Ra’is yang memiliki peranan besar di Sekarbela pada masa silam. Beliau adalah salah satu diantara tuan guru yang tercatat dalam sejarah Sekarbela yang memilki karisma tinggi dan mumpuni dalam hal ilmu-ilmu agama, terutama sekali beliau dikenal sebagai ahli ilmu-ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah dan lainnya, disamping ilmu-ilmu keagamaan lainnya.

TGH. Muhammad Rais dan Upaya Pembumian  Pendidikan Islam di Pulau Lombok

Jika menganalisa wajah ulama besar ini, sepintas kita bisa menarik kesimpulan mengenai kepribadiannya, sorotan matanya yang tajam mengindikasikan sifatnya tegas, bakat ilmunya yang sangat cerdas, tutur bahasanya yang lugas dan kepribadiannya yang menampilkan kesan ikhlas. Itulah TGH. Muhammad Ra`is, ulama besar Sekarbela yang menjadi intan permata bagi masyarakat Sekarbela yang terus bersinar hingga sekarang.

TGH. Muhammad Ra’is di lahirkan di Sekarbela tahun 1855 M, bertepatan dengan tahun 1275 H (yakni 156 tahun yang  lalu). Nama aselinya adalah Muhammad Ra`is. Masyarakat Sekarbela lebih akrab menyebutnya TGH. Rais. Di luar daerah Sekarbela, ia pun sering disebut Datuk Sekarbela atau Datuk Ra`is. Ayah beliau bernama H. Toha sedangkan Ibunya bernama Ruga’iyyah. Ra`is kecil lahir dari keluarga yang sederhana. Keta`atan dan ke`aliman ayahnya mengalirkan ketertarikan padanya mendalami pelajaran agama Islam. Pola pendidikan yang telah diterapkan oleh ayahnya yang islami membentuk karakternya yang cukup tegas.

TGH. Muhammad Ra’is menikah sebanyak dua kali. beliau menetap di Pesinggahan kecamatan Mataram. Di Pesinggahan beliau menikah dengan misannya bernama Kibtiyyah. Dan hasil dari pernikahan ini beliau dikaruniai putra dan putri yakni Jamil, Sa’dah dan Subki tetapi semuaya meninggal di usia remaja.

Dari Pesinggahan TGH. Ra’is kemudian pindah ke Sekarbela dan menikah dengan Miwasih. Dari pernikahan ini beliau mendapatkan 6 orang putra-putri. Alm. Ibu Hj. Radmah (istri dari TGH. Jalaludin). Putra beliau yang menjadi penerus adalah TGH. Faqih Farhan. Alm. Mufti (meninggal di usia remaja). Ibu Hj. Wasi’ah (istri dari TGH. Abdurrahman Banjar). Diantara putra-putri beliau yang menjadi penerus adalah Ustad H. Tahmid, Dr.Hj.Nurul Yaqin, M.Pd (Pembantu Rektor UIN Mataram), dan Dra.Hj.Warti’ah, M.Pd (anggota DPRD Propinsi NTB). Alm. TGH. Muktamad Ra’is yang meneruskan perjuangan TGH Ra’is. Beliau adalah Mudir ‘Am Pondok Pesantren Al-Raisiyah Sekarbela yang meninggal pada tanggal 20 oktober 2004. Diantara putra beliau yang menjadi penerus adalah TGH. Mashun dan Hj. Husnah Busaini, SPd. Ibu Hj. Fauziah (istri dari TGH. Idhar Karang Anyar) diantara putra beliau yang menjadi penerus adalah TGH. Tanwir dan Drs. H. Wildan (staf ahli Gubernur bidang Pendidikan propinsi NTB). Alm. TGH. Drs. Maqsud Ra’is (Dosen IAIN Sunan Ampel Mataram, meninggal pada tanggal 22 Agustus 1997). Putra beliau yang menjadi penerus adalah TGH. Mujiburrahman (anggota Dewan Perwakilan Rakyat daerah kota Mataram).

Waliyulloh yang dijuluki “bahrul `ulum” ini mangkat pada hari senin tanggal 8 Januari 1967 bertepatan dengan tanggal 8 syawwal 1387 H. dengan demikian usia beliau sewaktu meninggal dunia kira-kira 112 tahun. Menurut penuturan narasumber yang pernah bertemu langsung dengan Maulana Syech TGH. Zainuddin Abdul Majid, diceritakan oleh Maulana Syech bahwa semasa hidup dua ulama besar Lombok itu pernah saling berniat satu sama lain bahwa siapapun yang terlebih dahulu dipanggil oleh Yang Maha Kuasa maka ia harus membaca talqin untuknya. Maka dari itu,  ketika waliyulloh dari Sekarbela ini mangkat, TGH. Zainuddin Abdul Majid (Pancor) memberikan penghormatan terakhirnya dengan membacakan talqien dan ayat-ayat Al-Qur`an.

Salah satu bentuk penghormatan masyarakat Sekarbela, namanya diabadikan sebagai nama masjid kebanggaan Sekarbela, Al-Raisiyah. Selain itu, hari mangkatnya selalu diperingati setiap tahun oleh masyarakat Sekarbela. Setelah meninggalnya seorang nuhat dari Sekarbela ini, warisan ilmu agama Islam yang telah ditinggalkannya diteruskan oleh murid-muridnya hingga kini. Meskipun telah berpulang, namun pengaruh dan jasa-jasanya tak kan pernah hilang.

Namanya selalu menghiasi berbagai karya tulis sejarah sasak yang berkaitan dengan pengembangan Islam. Sosoknya selalu disandingkan dengan beberapa ulama terkemuka dari Lombok dari ulama pendahulu dan penerusnya seperti TGH. Musthofa, TGH. Umar Kelayu, TGH. Zainuddin Abdul Majid dari Pancor, yang merupkan sahabat beliau. Sahabat-sahabat beliau yang lain adalah TGH. Saleh Hambali (Bengkel), TGH. Muchtar, TGH. Ibrahim, TGH. Hafiz dan tua guru-tuan gguru lainnya.  Ia tercatat sebagai salah satu `alim ulama yang dimiliki oleh masyarakat sasak.

Perjalanan TGH. Ra`is menuntut ilmu agama telah menempuh jalan yang tidak mudah. Ia telah menuntut ilmu agama hingga di negeri para nabi, Makkah Al-Mukarromah. Pada waktu itu beliau berusia 42 tahun. Dalam usia yang sudah tidak muda ini beliau justru memiliki semangat yang kokoh dan tegar untuk tetap memanfaatkan umur beliau guna menuntut ilmu-ilmu agama. Pengembaraan intelektualnya di negeri para rasul itu berlangsung selama jangka waktu 7 tahun.

Dari 7 tahun masa bermukimnya di Makkah, 4 tahun pertama beliau pergunakan untuk mempelajari serta menguasai ilmu-ilmu bahasa Arab seperti nahwu, syaraf, balagah, arudh wal qowaafi dan mantiq. Hampir ke seluruh desa pelosok di tanah suci ia telusuri demi memperoleh perbendaharaan bahasa yang bagus. Hal ini dikarenakan beliau menyadari bahwa tanpa ilmu-ilmu tersebut yang juga dikenal dengan ilmu alat, maka akan sulitlah bagi seseorang untuk menggali ilmu-ilmu islam seperti tafsir, hadits, fiqih, tauhid, tarikh dan lain sebagainya, karena pada masa beliau ilmu-ilmu tersebut masih tertulis dalam bahasa Arab.

Oleh karena itulah maka selama 3 tahun terakhir beliau tidaklah mengalami kesulitan berarti dalam menghadapi kitab-kitab Arab besar dan mu’tabar, karena alat untuk membaca, mempelajari dan mengkajinya sudah beliau kuasai.

Selama di Makkah beliau berguru kepada TGH. Umar Kelayu Lombok Timur bersama beberapa murid yang lain, diantaranya adalah putra dari TGH. Umar sendiri yang bernama TGH. Badar. beliau pun berguru kepada ulama-ulama besar yang lain, diantarnya adalah Syekh Syu’aib Magriby.

Sebagai hasil dari usaha beliau selama 7 tahun menuntut ilmu di Makkah, berguru kepada TGH. Umar Kelayu dan ulama besar lainnya seperti Syekh Syu’aib Magriby, beliaupun diakui memiliki keahlian dalam banyak bidang ilmu, terutama sekali yang berkaitan dengan ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah dan beberapa cabang ilmu alat lainnya

TGH. Ra’is menaruh perhatian yang besar terhadap pemantapan pengetahuan masyarakat terhadap ajaran agama islam, oleh karena itu ketika beliau menetap di Pesinggahan, beliau membuka majlis pengajia. Di  Sekarbela TGH. Ra’is lebih giat lagi melanjutkan dan mengembangkan pengajian-pengajian agama. Tempat beliau biasa mengajar dikenal dengan sebutan Bale Tajuk yag sekarang ini sudah direnovasi.

Murid-murid beliau disamping dari Sekarbela juga datang dari luar Sekarbela, dan kebanyakan murid-murid beliau berhasil menjadi tokoh agama atau tuan guru- tuan guru yang dihormati dan disegani masyarakat. Diantara murid-murid beliau yang berasal dari Sekarbela yaitu: TGH. Abdurrahman, TGH. Thayyib, TGH. Tahir TGH. Fadhil, TGH. Jabbar, TGH. Syafi’i, TGH. Jalaludin, TGH. Syafi’i bin Abdurrahman,  TGH. Marzuki Ust. Abdul Mukti, TGH. Fauzi Abdurrahman,  TGH. Moh. Toha,  TGH. Mustafa Bakri Banjar,  TGH. Husni Pesinggahan, dan   TGH. Mustafa Zuhdi.

Sedangkan murid-murid beliau yang dari luar Sekarbela tetapi menetap di Sekarbela selama mengaji diantaranya adalah: TGH. Umar (Kapek), TGH. Mu’in (Kapek), TGH. Najmuddin / Tuan Guru Ocek (Peraya), TGH. Ibrahim (Lombok-Praya), TGH. Muksin (Seganteng), TGH. Saleh (Mamben),  TGH. Mustajab (Pagutan), dan TGH. Arsyad (Pancor Dao).

TGH. Muhammad Ra`is adalah ulama besar Sekarbela yang menjadi intan permata bagi masyarakat Sekarbela yang terus bersinar hingga sekarang. TGH. Ra`is menikah sebanyak dua kali. Istri pertamanya bernama Kibtiyyah (Pesinggahan) dan Miwasih (Sekarbela).

Perjalanan TGH. Ra`is menuntut ilmu agama telah menempuh jalan yang tidak mudah. Ia telah menuntut ilmu agama hingga di negeri para nabi, Makkah Al-Mukarromah. Awal perjalanan mulianya di fokuskan untuk memperdalam ilmu kebahasaan (nahwu). Hampir ke seluruh desa pelosok di tanah suci ia telusuri demi memperoleh perbendaharan bahasa yang bagus. Pengembaraan intelektualnya di negeri para rasul itu berlangsung selama jangka waktu 7 tahun. Demi menuntut ilmu, ia pun harus rela berjauhan dan memendam rindu dari seluruh keluarganya.

Salah satu bentuk penghormatan masyarakat Sekarbela, namanya diabadikan sebagai nama masjid kebanggaan Sekarbela, Al-Raisiyah. Selain itu, hari mangkatnya selalu diperingati setiap tahun oleh masyarakat Sekarbela. Setelah meninggalnya seorang nuhat dari Sekarbela ini, warisan ilmu agama Islam yang telah ditinggalkannya diteruskan oleh murid-muridnya hingga kini. Meskipun telah berpulang, namun pengaruh dan jasa-jasanya tak kan pernah hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar