Artikel

Sabtu, 08 Oktober 2022

Akselerasi Literasi Digital di Masa Pandemi: Pengalaman belajar menulis bersama Guru Blogger Indonesia

Pendahuluan

Pandemi Covid 19 memberi dampak cukup signifikan terhadap berbagai sektor kehidupan. Salah satu dampak positif yang ditimbulkan adalah terjadinya akselerasi digital. Akselerasi digital ini selanjutnya menjadi semacam “bom” yang memberi daya ledak cukup mengagetkan bagi para guru karena terjadinya perubahan drastis yang mengharuskan guru beradaptasi terhadap digitalisasi pendidikan. Digitalisasi pendidikan ini menuntut guru melakukan revolusi terhadap sistem pembelajaran dari tatap muka menjadi daring (PJJ) yaitu sebuah proses pembelajaran melalui kelas-kelas virtual di mana guru dan peserta didik bertemu tanpa harus melakukan kontak fisik secara langsung.

Walaupun memberi dampak positif, revolusi sistem pembelajaran secara daring melalui kelas-kelas virtual ini justru menimbulkan masalah, tidak hanya bagi guru, namun juga bagi peserta didik dan wali murid yang secara langsung terdampak oleh diberlakukanya PJJ tersebut. Bagi guru misalnya persoalan yang muncul adalah terjadinya kesenjangan digital (digital devide) yang menjadikan guru sulit beradaptasi dengan pembelajaran berbasis digital. Ditambah lagi dengan persoalan yang dihadapi peserta didik dan orang tua yang memiliki keterbatasan dalam mengakses internet, tidak memiliki HP android, orang tua sibuk, permasalahan internal keluarga, dan segudang persoalan lainnya.

Di samping persoalan-persoalan yang secara langsung berkaitan dengan proses pembelajaran, ada satu persoalan guru yang harus juga mendapat perhatian serius yaitu rendahnya kompetensi menulis guru. Selama kegiatan PJJ, guru lebih terlihat disibukkan dengan pelatihan-pelatihan membuat modul, video pembelajaran, model pembelajaran daring dan sebagainya. Sehingga terlihat hanya sebagian kecil guru meluangkan waktunya selama pandemi ini untuk melakukan akselerasi kompetensi menulis.

Kegiatan PJJ selama pandemi ini sesungguhnya merupakan ruang kosong yang harus dimanfaatkan guru untuk meningkatkan kompetensi menulis. Dalam rangka meningkatkan kompetensi menulis guru, PGRI sebagai rumah besar guru seluruh Indonesia membuat jejaring komunitas-komunitas menulis salah satunya adalah komunitas Guru Blogger Indonesia yang mendesain teknik belajar menulis secara virtual menggunakan aplikasi Whats App (WA).

Selanjutnya melalui tulisan ini, penulis tidak akan menyoroti pengalaman pembelajaran jarak jauh dengan segudang persoalan yang terjadi karena persoalan ini tentu sudah banyak yang mengkajinya dari berbagai sudut pandang, namun hal menarik menurut penulis yang perlu dikaji adalah terkait proses belajar jarak jauh yang dilakukan guru sendiri untuk meningkatkan kompetensi menulis di saat pandemi. Karena itulah kemudian melalui tulisan ini penulis berbagi pengalaman belajar menulis online bersama PGRI dan Guru Blogger Indonesia sebagai sebuah ikhtiar untuk mendorong akselerasi literasi digital bagi guru.


Apa yang dimaksud Literasi Digital?

Literasi Digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Literasi digital juga bisa dipahami sebagai bentuk kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengkomunikasikan konten/informasi kengan kecakapan kognitif dan teknikal.[1]

Sebagai efek terjadinya pandemi Covid 19, sistem pembelajaran mengalami semacam revolusi yang menuntut guru memiliki kompetensi literasi digital, tidak hanya dalam mendesain media pembelajaran namun juga dalam mengkomunikasikan konten materi dalam sebuah tulisan. Dengan demikian akselerasi[2] literasi digital menjadi sebuah keharusan.

 

Apa dan bagaimana program kegiatan belajar menulis Guru Blogger Indonesia?

Organisasi PGRI sebagai rumah besar guru Indonesia berupaya memberikan kontribusi yang terbaik bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia khususnya bagi peningkatan kompetensi guru. Karena kompetensi guru adalah jawaban atas persoalan-persoalan yang begitu kompleks menyelimuti pendidikan di negara kita saat ini.

Prof. Dr. Unifah, M.Pd selaku Ketua Umum PB PGRI memaparkan bahwa PGRI bergerak pada tiga pilar, yaitu Profesionalisme guru, kesejahteraan guru, dan perlindungan guru. Untuk memperkuat ketiga pilar tersebut, PGRI dari pusat sampai daerah diharapkan memiliki atau menjadi smart learning center melalui kerjasama dengan berbagai pihak.

Dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, PGRI mendesain berbagai program peningkatan kompetensi guru. Keterampilan menulis merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru selaku garda terdepan dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Kompetensi ini dibentuk dengan membangun tradisi menulis di kalangan guru. Tradisi ini diikhtiarkan dengan membuat jejaring komunitas-komunitas menulis yang salah satunya adalah kelas belajar menulis online PGRI.

Kelas belajar menulis online PGRI merupakan salah satu program untuk meningkatkan kompetensi menulis guru. Program ini diinisiasi oleh Wijaya Kusumah, M.Pd yang didesain secara virtual menggunakan aplikasi Whats App (WA).

Kelas belajar menulis ini dilaksanakan sebanyak 20 kali pertemuan  secara online dan dilaksanakan setiap hari Senin, Rabu dan Jumat selama 2 jam mulai pukul 19.00 – 21.00 WIB dengan menghadirkan narasumber-narasumber yang kompetensinya tidak bisa diragukan lagi.  Narasumber yang dihadirkan adalah mereka yang memiliki keahlian dalam menulis yang karyanya sudah tidak terhitung jumlahnya. Narasumber yang dihadirkan tersebut berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, ada yang berlatar belakang seorang guru berprestasi, guru inspiratif dari daerah 3T, dosen, motivator, direktur penerbitan buku, manajer pemasaran buku, kalangan militer dan berbagai latar belakang lainnya yang memiliki korelasi secara langsung maupun tidak terhadap dunia tulis menulis.

Adapun alur dalam mengikuti kegiatan belajar menulis online ini adalah di mana peserta harus melakukan registrasi kemudian bergabung di Grup WA Belajar Menulis. Selanjutnya peserta harus memiliki blog yang nantinya akan dijadikan sebagai media dalam praktik menulis. Kemudian dalam setiap pertemuan peserta diwajibkan membuat resume dari pemaparan materi yang disampaikan oleh narasumber. Resume inilah yang kemudian dipublikasikan peserta pada blog pribadi yang sudah disiapkan sebelumnya.

Di blog ini peserta diharapkan berlatih menulis, menulis ide dan memaparkan gagasan dengan mengacu pada paparan materi narasumber. Di samping itu peserta diarahkan untuk melakukan blog walking yaitu semacam silaturahmi setiap peserta ke blog peserta lainnya. Tujuannya adalah agar terbangun motivasi dan semangat untuk terus menulis, karena dalam kegiatan silaturrami ini peserta saling  memberikan komentar masukan, saran, motivasi sehingga akan terbangun kepercayaan diri penulis dalam mempublikasikan karyanya yang pada akhirnya nanti karya tersebut menjadi lebih berkualitas.

Di akhir program pelatihan peserta berhak mendapatkan sertifikat pelatihan 40 JP, namun ada syarat yang harus dipenuhi oleh peserta yaitu setiap peserta diwajibkan membuat 20 resume berdasarkan materi yang disampaikan narasumber pada setiap pertemuan. Tidak hanya sampai di sini, peserta juga diwajibkan untuk menerbitkan buku dari kumpulan resume yang sudah dibuat, jika kewajiban-kewajiban ini terpenuhi maka peserta berhak mendapatkan sertifikat pelatihan.

Apa problem yang dihadapi selama mengikuti program belajar menulis?

Dalam mengikuti kegiatan belajar menulis online di saat pandemi bersama Guru Blogger Indonesia tentu banyak persoalan yang dihadapi, banyak kendala yang muncul, namun persoalan yang hampir semua penulis pemula hadapi adalah kesulitan untuk menemukan ide dalam menulis. Di setiap pertemuan, peserta diharuskan membuat resume dan ini menjadi sebuah pesoalan karena belum terbiasa menulis sehingga merasa kesulitan menemukan ide.

Pada prinsipnya menemukan ide dan menulis itu mudah, namun menulis menjadi sesuatu yang begitu sulit ketika belum menjadi budaya, belum dibiasakan. Bukankah sesuatu yang tidak terbiasa kita lakukan menjadi sesuatu yang sulit?

Salah satu tips yang penulis jadikan solusi dalam kesulitan membuat resume ini adalah dengan menjadikan menulis sebagai sebuah ajang silaturrahmi. Bagaimana menulis dengan kekuatan silaturrahmi? Pertanyaan ini mungkin bisa terjawab dengan mengqias (meminjam bahasa kaidah ushul fiqh) silaturrahmi dengan sodaqah.

Dalam agama (baca: Islam), sodaqoh memiliki kekuatan yang sangat luar biasa dalam membuka pintu rizki. Sodaqah pada hakikatnya tidaklah mengurangi harta benda yang kita berikan, namun justru akan menambah harta kita berkali-kali lipat. Hal ini misalnya bisa kita cermati dalam al Quran surat al An’am ayat 160.

 

"Barangsiapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barangsiapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan”

Merujuk pada konsep sodaqah ini kita bisa memahami bahwa jika kita mengaktifkafkan kekuatan silaturrahmi, maka skill menulis akan melejit. Namun sebagai langkah awal yang perlu kita lakukan adalah mengubah dulu konsep berpikir tentang menulis.

Seorang yang ingin menjadi penulis hebat harus mampu untuk mengubah mindsetnya tentang potensi menulis yang dimiliki setiap orang. Banyak orang yang kemudian terhalang untuk menggali potensi tersebut karena menganggap bawa menulis itu adalah bakat sehingga mulai menyerah, tidak ada waktu untuk menulis, tidak ada ide, tulisan jelek, tidak percaya diri, dan sejuta alasan lainnya yang kemudian “membunuh” niatnya untuk menulis.

Di samping itu, orientasi menulis juga harus didesain ulang sebab banyak di antara kita belajar menulis semata-mata hanya "berburu sertifikat " untuk kenaikan pangkat. Namun orientasi ini perlu didesain agar lebih menjurus pada upaya mengaplikasikan potensi menulis dengan mendokumentasikannya dalam bentuk sebuah buku tunggal, atau mulai tergerak menulis di blog pribadi.

Selanjutnya bagaimana menulis dengan kekuatan silaturahmi itu dilakukan? Menulis merupakan sebuah keterampilan yang setiap orang memiliki peluang untuk mendapatkan keterampilan tersebut. Keterampilan ini dapat dilatih dengan menghidupkan kekuatan silaturrahmi. Kata silaturahmi berasal dari bahasa Arab yakni Shilah yang artinya hubungan atau sambungan dan Ar- rahim yang bermakna kerabat atau saudara. Kata silaturahim kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia yakni silaturahmi yang artinya tali persahabatan (persaudaraan), dan bersilaturahmi yang artinya mengikat tali persahabatan (persaudaraan). Setidaknya ada 6 cara untuk memudahkan dalam melahirkan ide menulis dengan kekuatan silaturrahmi

PERTAMA Silaturrahmi dengan membaca buku. Silaturrahmi dalam mengaktifkan skill menulis dapat dilakukan dengan proses membaca buku. Dengan membaca buku kita bisa membangun hubungan dengan pikiran-pikiran yang dituangkan penulisnya dalam buku tersebut. Dengan membaca buku, skill menulis secara tidak langsung dapat dilatih dan dapat dikembangkan dengan mengadopsi teknik menulis atau ide-ide yang ditawarkan penulis dalam bukunya.

Di samping membaca buku, menggali skill menulis dapat juga dilakukan dengan membaca status orang, atau berkunjung dan membaca blog orang lain, bahkan mungkin membaca apa saja tidak mesti itu berupa teks tertulis. Kita bisa membaca kehidupan orang lain yang mungkin bisa menginspirasi kita untuk menulis, membaca alam, atau mungkin membaca diri kita sendiri.

KEDUA Silaturrahmi dengan menjadi pendengar yang baik. Menjadi pendengar juga bagian dari silaturrahmi yang bisa menumbuhkan skill menulis. Ketika berada di majlis ta’lim misalnya kita bisa menjadikan pesan-pesan kebaikan yang disampaikan penceramah sebagai materi untuk membangkitkan skill menulis.

KETIGA, silaturrahmi dengan menginspirasi dan memotivasi orang lain. Setiap orang tentu tidak lepas dari persoalan hidup. Jika seseorang menghadapi sebuah masalah atau persoalan dalam kehidupannya tentu membutuhkan orang lain sebagai solusi. Ketika kita bisa hadir sebagai solusi, tentu ini menjadi peluang untuk mengaktifkan skill menulis, kita bisa menuangkan permasalahan dan solusi yang kita tawarkan tersebut dalam sebuah tulisan yang tentu saja tulisan ini selanjutnya bisa menjadi referensi bagi orang banyak ketika menghadapi permasalahan yang sama atau serupa.

Pandemi Covid 19 yang terjadi saat ini menjadi semacam peluang bagi guru untuk selalu bersilaturrahmi, memunculkan ide-ide menulis dari hal-hal unik dan menarik yang ditemukan. Tidak bisa kita pungkiri ada segudang persoalan yang menggerogoti selama pandemi terjadi, mulai dari persolan guru sendiri yang sulit untuk beradaptasi dengan digitalisasi pembelajaran, belum lagi persolan peserta didik yang sulit mengakses internet, tidak ada kuota, HP bermasalah dan sebagainya. Ditambah lagi persoalan-persoalan internal peserta didik seperti orang tua sibuk, perceraian, dan sebagainya.

Persoalan-persoalan tersebut di atas sesungguhnya menjadi peluang besar bagi guru untuk melejitkan potensi menulis dengan mendokumentasikan pemikiran-pemikiran ataupun solusi yang bisa ditawarkan untuk meminimalisir persoalan yang terjadi.

 Apa suka duka belajar menulis bersama Guru Blogger Indonesia?

Belajar menulis bersama Guru Blogger Indonesia memberi kesan yang mendalam bagi peserta, beribu suka yang dirasakan namun tidak sedikit pula duka yang muncul sehingga membuat hati seolah enggan tersenyum.

Di antara suka yang diperoleh selama kegiatan belajar adalah pertama jejaring sosial bertambah luas, kita bisa bersilaturrahmi dengan orang-orang hebat dari seluruh Indonesia tanpa ada sekat dan pembatas. Kedua tentu kita bisa menggali ilmu langsung dari narasumber-narasumber hebat serta penulis-penulis handal dari berbagai macam profesi, baik dosen, penulis, penerbit, guru, militer, dan berbagai macam latar belakang keahlian lainnya. Semua berkolaborasi dan bersilaturrahmi melalui jejaring dunia maya untuk berbagi ilmu serta pengalaman sebagai ikhtiar untuk menjadikan menulis sebagai sebuah tradisi.  Ketiga, kesan yang paling membekas adalah melalui kegiatan ini sudut pandang kita tentang dunia tulis menulis kini terbuka dan mulai bergeser bahwa menulis bukanlah hal yang sulit namun sesuatu yang mudah dan pasti bisa kita lakukan, hal ini terbukti bahwa penulis saat ini sudah bisa menerbitkan buku antologi dan insha Allah dalam waktu dekat akan menerbitkan 3 buku solo tentang bunga rampai konsep pendidikan dan pemikiran tokoh pendidikan.

Di samping kesan manis yang dirasakan, tidak sedikit juga duka yang terjadi selama mengikuti kegiatan belajar menulis. Kesan menyedihkan yang paling terasa adalah saat asyiknya menikmati tombol-tombol keyboard, merangkai kata demi kata tiba-tiba akses internet terputus dan diperparah lagi saat file tulisan hilang karena lupa menekan tombol shift as.

Penutup

Pandemi covid 19 memberi ruang bagi guru untuk mengembangkan potensi diri, tidak hanya berkaitan dengan peningkatan kompetensi dalam penggunaan media-media berbasis digital, namun hal urgen yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah peningkatan kompetensi menulis. Kompetensi menulis ini menjadi sangat urgen mengingat penguasaan literasi dan numerasi merupakan program pemerintah yang saaat ini lagi digalakkan.

Pengalaman belajar menulis online bersama PGRI dan Guru Blogger Indonesia di saat pandemi yang penulis paparkan dalam tulisan ini, diharapkan menjadi inspirasi dan motivasi  kita bersama selaku seorang guru untuk menjadikan menulis sebuah tradisi dalam meningkatkan kompetensi profesionalisme sebagai ikhtiar mewujudkan pendidikan yang berkualitas.

 

                 



[2] Dalam KBBI dijelaskan bahwa akselerasi memiliki definisi yang varatif. Akselerasi bisa diartikan 1. Proses mempercepat; 2. Peningkatan kecepatan; 3. Percepatan; 4. Laju perubahan kecepatan (lihat: http://kbbi.web.id/akselerasi.html)

Rabu, 20 April 2022

MENINGKATKAN SKILL MENULIS ALA PROFESOR INDRAJIT

Pada pertemuan kali ini, Senin 15 Pebruari 2021 materi disuguhkan oleh Prof. Indrajit yang akan berbagi tips meningkatkan skill menulis.

Di awal pemaparannya professor berandai-andai dengan mengatakan: “Seandainya memiliki waktu seminggu berliburan bersama suami/istri dan anak-anak, pasti dalam seminggu tersebut banyak sekali yang bisa diceritakan”. Ungkapan yang disampaikan ini sesungguhnya memberi signal bahwa kita tidak akan kehabisan ide dalam menulis, karena akan banyak hal yang bisa diceritakan dan dituangkan dalam tulisan.

Lebih lanjut kemudian Proffesor Indrajit menceritakan bahwa di hari ini beliau memebersamai anak bungsunya belajar daring (online) sembari berdiskusi ringan terkait masalah pengalaman belajar online bersama tiga orang gurunya mulai dari jam 8 pagi sampai dengan jam 12 siang. Selanjutnya karena iseng, professor kemudian menulis pengalaman tersebut dalam sebuah catatan pribadi, betapa terkejutnya beliau bahwa ternyata pengalaman yang diceritakan tersebut sudah terdeskripsi 10 halaman. Padahal yang ditulis adalah menceritakan kembali apa yang dialami dari pagi hingga petang hari. Dengan demikian bisa dibayangkan jika menulis setiap hari kita bisa menghasilkan 300 halaman setiap bulannya.

Berdasarkan pengalaman yang disampaikan tersebut, dapat dipahami bahwa pada dasarnya teknis menerbitkan buku dalam waktu satu minggu cukup sederhana, hanya dengan mengubah komunikasi dari oral (mulut) ke dalam tulisan. Hal ini bisa dilakukan dengan memilih satu topik yang sangat disukai dan dikuasai lalu menceritakan pengalaman tersebut dalam tulisan. Sebagai contoh jika kita ngefans dengan Valentino Rossi dan Moto GP kita bisa menceritakan apa saja tentang VR46 dan Moto GP, jika suka dengan kuliner kita bisa menjadikan menu makanan dan aneka resep sebagai kontens tulisan, yang suka traveling, menyanyi, mengaji, bermain catur, membuat puisi dan sebagainya tentu ini bisa dijadikan sebagai konten yang bisa diceritakan dalam tulisan setiap harinya. Intinya sederhana, lakukan aktivitas ini setiap hari seperti kita biasa sholat lima waktu sehari semalam, jika hal ini menjadi kebiasaan apalagi sampai membuat ketagihan, maka target harus ditingkatkan menjadi 2-5 halam per hari.

Namun membiasakan aktifitas sederhana ini apalagi sampai membuat kita ketagihan bukan hal yang mudah, karena membutuhkan komitmen dan keistiqomahan. Semua persoalan ini tentu saja datang dari dari faktor internal yaitu diri kita sendiri, maka hal yang harus kita lakukan sesungguhnya adalah melawan diri sendiri.

Menulis juga bisa dipicu karena hal-hal lain. Misalnya orang tua yang sering sekali memberikan nasihat ke anak-anak remaja tapi mereka cuek atau tidak mendengarkan. Yang bisa dilakukan adalah menuliskan nasehat dalam bentuk surat, misalnya dengan menuliskan "surat untuk anakku yang kubanggakan", lalu diprint out dan letakkan di meja belajar atau di kamarnya, trik ini bisa menjadi ikhtiar mengubah karakter anak yang “anti nasihat”.

Intinya adalah bahwa menulis itu bukan saja bertujuan untuk publikasi. Menulis bisa menjadi ikhtiar meningkatkan imunitas tubuh (supaya tidak mudah terjangkiti covid). Karena menulis dapat membuat orang lain bahagia, tersenyum, gembira, tertawa. Dengan menulis cucu, cicit, dan anak keturunan kita dapat mengenal siapa kita, sebagai mbah buyutnya. Karena apapun yang kita tulis akan terekam abadi di dunia maya.

Menulis adalah sebuah komitmen, jika kita bisa berkomitmen untuk menulis satu hari saja dari pagi hingga malam hari kita bisa menghasilkan sebuah buku. Kita bisa memaksa diri untuk mendeskripsikan apa saja, termasuk hal-hal yang aneh misalnya kita kedatangan  Malaikat dan memberitahukan bahwa usia kita tinggal 24 jam lagi, dan dalam waktu yang tersisa kita tidak bisa bertemu dengan siapa-siapa kecuali ditemani sebuah laptop, buku, dan sebuah pena, dengan benda-benda tersebut kita akan menyampaikan pesan kepada orang-orang terdekat, dan sangat memungkinkan dalam situasi semacam ini kita akan berhasil menghasilkan sebuah buku yang berisi kisah mengharukan dalam durasi waktu 24 jam.

Dengan demikian, membangun kreatifitas dan skill menulis sesungguhnya memerlukan komitmen dan kestiqomahan yang maksimal serta sedikit pemaksaan.  “Pemaksaan” menjadi sangat penting mengingat sebuah kebiasaan yang positif terkadang harus diawali dengan sebuah “paksaan”. Hal ini bisa kita lakukan misalnya dengan meluangkan waktu setidaknya 2 jam sehari untuk tidak diganggu siapa pun, agar bisa konsentrasi menulis.  Karena sebagai penulis pemula, konsentrasi dan ketenangan sangatlah dibutuhkan.

Lalu bagaimana jika ketika menulis kita mulai “mogok” disebabkan kehabisan ide? Hal ini biasanya terjadi karena badan dan otak kita sudah mulai lelah, karena itu kita perlu beristirahat sejenak misalnya dengan bersantai-santai, olah raga, bermain dengan anak, dan bercengkrama bersama keluarga, mendengarkan murottal, nasyid, atau apa saja yang bisa mengendorkan  otot otak dan badan yang tegang. Setelah semua ini kita lakukan dan merasa energy kita kembali baru kemudian aktivitas menulis bisa kita mulai lagi.

Cara menulis cepat bisa dilakukan apabila kita berada pada lingkungan yang kondusif. Namun tiap orang bisa berbeda. Ada orang yang justru bisa menulis cepat dalam keramaian, di sekitarnya ada orang ramai sedang ngobrol, bermain, dan sebagainya. Namun sebaliknya ada orang yang membutuhkan suasana tenang untuk bisa menulis baru bisa menulis cepat apabila suasana tenang.

Setiap tulisan itu sudah ada pembacanya masing-masing. Tidak mungkin kita buat tulisan yang bisa memuaskan banyak orang. Di era digital ini tidak ada halangan bagi kita untuk berkarya, mendokumentasikan tulisan. Manfaatkan blog untuk menyampaiakn tulisan, jika tulisan tersebut bermanfaat, maka jangan kaget ketika tiba-tiba ada banyak sekali orang yang menikmatinya dan meninggalkan pesan-pesan yang positif dari tulisan yang kita upload di blog. Tulisan yang datang dari hati tulus, tidak ada yang salah. Sebuah  pepatah mengatakan:

"jika anda melakukan hal-hal yang anda sukai, anda tidak akan merasa bekerja satu detik pun!"

Biarkan ide mengalir, karena menulis, bekerja, mendidik, mengasuh anak, itu adalah satu tarikan nafas. Jangan mau diatur oleh waktu, kita yang harus mengatur waktu. Kondisi Covid-19 ini adalah saat yang baik untuk belajar mengelola waktu.

Dalam menulis, referensi adalah pendukung ide atau gagasan yang kita tulis, terutama jika kita ingin membuat karya ilmiah. Tujuannya adalah agar pendapat kita secara akademik memiliki dasar ilmunya. Sementara untuk tulisan fiksi, cerita, dan sebagainya cukup didasarkan pada imajinasi kita. Nah untuk tulisan yang membutuhkan referensi dari jurnal, bisa dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah kita tulis dulu semua yang ada di kepala kita tanpa melihat referensi, setelah jadi baru kita mencari referensi pendukungnya. Sementara cara kedua adalah kita baca dulu sebanyak mungkin referensi yang ada, baru kemudian kita mulai menulis sampai tuntas.

Dalam menulis kita harus siap jika tulisan kita diabaikan orang. Ada sebuah pepatah yang mengatakan begini "dalam menghasilkan karya tulisan, tidak perduli beberapa kali kita jatuh dan dicemoohkan orang, tapi lihatlah berapa kali kita dapat bangun dan bergerak untuk menulis lagi setelah belajar dari peristiwa masa lalu!".

Fokuskan pada orang yang menyukai dan memuji tulisan kita. Tidak perlu menghiraukan mereka yang mencemooh atau menghina kita. Yang penting tulisan yang kita buat tulus, dan dari lubuk hati terdalam. Pencipta kita yaitu Tuhan YME itu tersenyum setiap kali kita menghasilkan tulisan yang berisi kejujuran dan ide dari kita sebagai mahluknya yang jauh dari sempurna.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, motivasi itu terkadang harus diciptakan jika ada pressure. Pressure bisa datang dari luar atau dari dalam diri sendiri, misalnya dengan membuat target. Ini cerita nyata. Dulu saya punya perjanjian dengan istri saya ketika baru menikah. Jika dalam satu hari saya tidak bisa memperlihatkan sebuah tulisan dalam 5 halaman, maka saya akan tidur di sofa, di luar kamar.

Pada intinya, semua bisa dituliskan. Bahkan jaman sekarang, publikasi itu tidak lagi harus berbentuk buku. Anda bisa menerbitkannya dalam bentuk e-book. Seperti halnya musik sudah Jarang yang menjual kaset atau CD lagi. Semua yang dijual adalah file, membuat e-book lebih cepat dan membuat dampaknya lebih besar daripada buku klasik dengan format fisik.

Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Artinya adalah bahwa dari semenjak dulu nenek moyang kita ingin agar kita menulis, karena hanya dengan menulislah maka kita dapat hidup seribu tahun lagi.