Artikel

Minggu, 26 April 2015

TGH. L. MUHAMMAD FAISHAL DAN UPAYA-UPAYA STRATEGIS DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM MASYARAKAT LOMBOK

Oleh:
Ahmad Munadi

Pendahuluan
Pendidikan merupakan upaya yang cukup strategis dalam membangun peradaban humanis. Pendidikan humanis akan tercipta ketika pendidikan mampu melahirkan manusia-manusia yang berkualitas, tidak hanya pada ranah kognitif namun juga pada ranah afektif dan psikomotorik. Kombinasi ketiga ranah inilah yang selanjutnya menjadi kekuatan yang dapat membangun peradaban yang ideal.
Pendidikan sesungguhnya memiliki relevansi yang cukup kuat terhadap sosok Tuan Guru. Secara umum sosok Tuan Guru yang telah menyelesaikan studinya, akan melakukan aktivitas dakwah dan mendirikan pondok pesantren sebagai basis kekuatan dalam mejalankan aktivitas dakwahnya. Pada saat itulah pengaruh dan pengikut dari tokoh tersebut akan dapat diketahui. Tokoh Tuan Guru yang memiliki pengikut yang banyak juga didukung oleh kharisma yang dimilikinya sebagai seorang pemimpin atau tokoh[1]. Namun demikian dalam kehidupan sebuah pesantren yang berpusat pada Kyai (Tuan Guru), tidak jarang terjadi menyebabkan pesantren yang tersohor kehilangan santri ataupun mati sama sekali seiring dengan meninggalnya Kiyai yang bersangkutan. Hal ini terutama terjadi bila pengganti Kyai itu tidak sama keahlian dan kepopulerannya dengan Kyai yang ia gantikan[2]. Untuk itu perlu dipersiapkan generasi penerus yang handal, terutama melalui pendidikan.
Dibanding dengan elit masyarakat lainnya, tuan guru cendrung memiliki posisi sosial yang lebih kuat, tidak hanya terbatas pada ranah agama, bahkan sudah menjamah ranah politik. Ada dua faktor yang yang mendukung posisi kuat tuan guru. Pertama, tuan guru adalah orang yang memiliki pengetahuan keagamaan luas dimana penduduk desa belajar pengetahuan, sehingga kemudian menyebabkan tuan guru banyak mendapat pengikut. Kedua, tuan guru biasanya berasal dari keluarga berada, walaupun kemudian tidak jarang ditemukan tuan guru berasal dari keluarga miskin misalnya bisa dilihat dari kecilnya ukuran gedung pesantren.[3]
Kuatnya posisi tuan guru dalam strata sosial sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya menjadi peluang bagi tuan guru untuk “melebarkan sayap” keluar pesantren dengan terlibat langsung dalam perpolitikan. Salah satu tuan guru yang begitu istiqomah dalam perpolitikan adalah TGH. L. Muhammad Faishal. Dalam tulisan ini, penulis akan mendeskripsikan dengan sedikit memberikan analisa terhadap pemikiran terkait upaya-upaya strategis TGH. L. Muhammad Faishal dalam pengembangan pendidikan Islam di Pulau Lombok. Tulisan ini selanjutnya nanti akan diarahkan pada pembahasan terkait upaya-upaya TGH. L. Muhammad Faishal dalam pengembangan pendidikan pesantren dan pendidikan politik.

Biografi TGH. L. Muhammad Faishal
TGH. L. Muhammad Faishal adalah satu di antara sederetan ulama yang karismatik di Pulau Lombok. TGH. L. Muhammad Faishal dilahirkan di Praya pada tahun 1925 M. Beliau dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang sangat konsisten menjalankan agama. Ayah beliau TGH. Abd. Al Hannan[4] juga adalah sosok  ulama yang begitu intens terhadap Islam, hal ini tentu saja selanjutnya menjadi nilai tersendiri bagi perjalanan intelektual TGH. L. Muhammad Faishal terutama dalam pengembangan Islam di Pulau Lombok.
Semasa kecil, TGH. L. Muhammad Faishal telah memperlihatkan beberapa kelebihan dibanding teman sebayanya yang lain. Beliau terkenal sosok anak yang cerdas dan jujur. Melihat kelebihan yang ada pada sosok TGH. L. Muhammad Faishal, maka tidak mengherankan kemudian, ayah bunda beliau TGH. Abd. Al Hannan dan Hj. Bq. Aminah memberikan perhatian dan perlakuan yang berbeda, sebab TGH. Abd. Hannan menaruh harapan yang besar kepada sosok TGH. L. Muhammad Faishal untuk melanjutkan missi dakwah yang ketika itu dilakoninya.
Melihat sosok kelebihan yang dimiliki putranya, TGH. Abd. Al Hannan kemudian begitu intens mencurahkan perhatiannya untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada TGH. L. Muhammad Faishal. Untuk memperkuat pemahaman, pengalaman dan pengamalan TGH. L. Muhammad Faishal tentang agama, maka sejak usia dini TGH. Abd. Al Hannan selanjutnya mengirim TGH. L. Muhammad Faishal ke Pondok Pesantren Al Ittihad Ampenan untuk memperdalam ilmu agama. Disinilah TGH. L. Muhammad Faishal  kemudian memulai perjalanan intelektualnya.

Perjalanan intelektual dan Karya-karya TGH. L. Muhammad Faishal
Kecerdasan yang dimiliki sosok TGH. L. Muhammad Faishal sebagaimana narasi tersebut di atas menyebabkan ayahnya, TGH. Abd. Al Hannan berinisiatif untuk mengirim TGH. L. Muhammad Faishal ke Pondok Pesantren Al Ittihad untuk memperdalam agama. Perjalanan intelektual TGH. L. Muhammad Faishal dimulai sejak beliau terdaftar sebagai slah seorang santri di Pondok Pesantren Al Ittihad Ampenan pada tahun 1930.
Setelah menyelesaikan studinya di Pondok Pesantren Al Ittihad Ampenan, TGH. L. Muhammad Faishal selanjutnya meneruskan rehlah akademisnya ke Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) Pancor Lombok Timur pada tahun 1936. Di Pancor beliau terkenal sebagai santri yang cerdas dan mendapatkan prestasi yang cukup gemilang, sehingga wajar kemudian TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid begitu menyayangi beliau dan TGH. L. Muhammad Faishal sejak menjadi santri juga termasuk orang yang cukup disegani oleh teman-temanya.
Selanjutnya dengan bekal pengetahuan yang diperoleh di Pancor, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mengangkat beliau sebagai asisten (pendamping) dalam pengembangan Islam di Lombok Timur. Dengan demikian beliau kemudian berhasil mengkader beberapa ulama karismatik di Pulau Lombok seperti, TGH. Fadhil Bodak Lombok Tengah, TGH. Muaz Karang Lebah Lombok Tengah, TGH. Subakti Praya Lombok Tengah.
Setelah menyelesaikan studinya di Pondok Pesantren NWDI Pancor thaun 1947 tepatnya ketika berusia 22 tahun, TGH. L. Muhammad Faishal selanjutnya melakukan rehlah akademik di Madrasah Sholatiyah Makkah al Mukarromah. Di sana beliau mendalami ilmu-ilmu agama bahkan beliau selanjutnya menjadi murid kesayangan Syaikh Hasan Masyath. TGH. L. Muhammad Faishal dipercaya sebagai pengurus perpustakaan yang ada di Makkah al Mukarromah, bahkan beliau selanjutnya diangkat menjadi sekretaris pribadi Syaikh Hasan Masyath. Setelah cukup lama berkhidmah di Makkah al Mukarromah, TGH. L. Muhammad Faishal selanjutnya kembali ke Lombok dan berinisiatif mendirikan lembaga pendidikan pondok pesantren.
Pada tahun 1951 TGH. L. Muhammad Faishal bersama TGH. Najamuddin Makmun, TGH. Muaz, dan TGH Subakti selanjutnya mendirikan madrasah Nurul Yakin Karang Lebah Lombok Tengah dan tepatnya pada tanggal 17 Mei 1956 TGH. L. Muhammad Faishal mulai mendesain mega proyek pembangunan Pondok Pesantren Manhalul Ulum atas partisipasi masyarakat. Disinilah kemudian TGH. L. Muhammad Faishal mencurahkan perhatiannya untuk mencerdaskan masyarakat melalui pendidikan pesantren.
Selanjutnya pada tanggal 3 Pebruari 2006, TGH. L. Muhammad Faishal meninggal dunia pada usia 70 tahun, meninggalkan dua orang istri yaitu Ibu Siti Sarah dan Hj. Bq. Sukarni dan meninggalkan 13 orang putra putri yaitu, Bq. Wafi’ah Murniati, H.L. M. Zaki Faishal, Hj. Bq. Setiati, L. Abdul Hadi Faishal, L. Mahbub Faishal, L. M. Munib Faishal, L.M. Najib Faishal, L. Habiburrahman, Bq. Nasibah, Bq Rosyidah, Bq. Husnawati, Bq. Ziadati, dan H. L. Fahmi Faishal.
Sebagai seorang tokoh karismatik di Pulau Lombok, TGH. L. Muhammad Faishal memiliki beberapa buah karya yang dituangkannya dalam tuisannya seperti kumpulan Istigfar, Sholawat dan Do’a yang berjudul Wirdul Manhal, Kitab Sirah Nabawiyah yang bertittle Inarotudduja fi Magaazi Khairil Waro. Karya yang terakhir ini merupakan kitab yang berisi tentang perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam penyebaran agama Islam, beliau juga menyusun buku tentang kumpulan fatwa TGH. L. Muhammad Faishal yang berisi kumpulan problematika hukum Islam.
Upaya Strategis TGH. L. Muhammad Faishal dalam Pengembangan  Pendidikan Islam Masyarakat Lombok
1.      Pendirian Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan lembaga tertua yang masih eksis di blantika pendidikan Indonesia. Terkait pondok pesantren para ahli memberikan definisi yang beragam. Yasmadi umpamanya merumuskan bahwa istilah pesantren berasal dari kata “santri” dengan awalan pe- di depan dan akhiran an- yang berarti tempat tinggal para santri.[5] Sementara itu Djamaluddin dan Abdullah Aly mengatakan bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar dengan sistem asrama (kampus) yang santri-santrinya menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dan kepemimpinan seseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis serta independen dalam segala hal.[6]
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa pesantren merupakan sebuah lembaga yang cukup unik jika ditinjau dari sistem pendidikannya. Karena keunikan inilah yang kemudian menyebabkan begitu sulitnya memberikan definisi yang representatif untuk pesantren. Namun jika menganalisa lebih jauh beberapa definisi yang dirumuskan para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan yang terdiri dari beberapa komponen dan komponen-komponen inilah yang selanjutnya menjadi indikator sebuah lembaga pendidikan dikatakan sebagai pesantren. Komponen-komponen tersebut meliputi: pondok, masjid, pengajaran kitab klasik, santri dan kyai.[7]
Untuk memahami keadaan pesantren di Indonesia dewasa ini, kita seharusnya memahami mengenai pengembangan pesantren sebagai lembaga pendidikan dan keagamaan di seluruh sejarah. Belum diketahui secara persis pada tahun berapa pesantren pertama kali muncul sebagai pusat-pusat pendidikan-agama di Indonesia. Agama Islam mulai menyebar di seluruh Indonesia kira-kira pada abad ke-15 tetapi diperkirakan sudah datang di Indonesia pada abad ke-8 melalui para pedagang Arab. Sampai abad ke-16 agama Islam telah tersebar dan merupakan agama yang paling besar di seluruh nusantara Indonesia. Pesantren yang paling lama di Indonesia namanya Tegalsari di Jawa Timor. Tegalsari didirikan pada akhir abad ke-18, walaupun sebetulnya pesantren di Indonesia mulai muncul banyak pada akhir abad ke-19.[8]
Seiring dengan tuntutan zaman dan laju perkembangan masyarakat, pesantren yang pada dasarnya didirikan untuk kepentingan moral, pada akhirnya harus berusaha memenuhi tuntutan masyarakat dan tuntutan zaman tersebut. Orientasi pendidikan pesantren perlu diperluas, sehingga menuntut dilakukannya pembaharuan kurikulum yang berorientasi kepada kebutuhan zaman dan pembangunan bangsa. Sementara itu, pesantren memiliki otoritas untuk menentukan kehidupannya sendiri. Sebagai akibatnya terjadilah polarisasi bentuk-bentuk pesantren dengan model sekaligus kurikulum yang berbeda-beda antara satu pesantren dengan pesantren yang lain. Ada pesantren salaf yang mempertahankan pelajarannya dengan kitab-kitab klasik tanpa memngajarkan pengetahuan umum, ada pula pesantren khalaf yang menerapkan sistem pengajaran klasikal, mengajarkan ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama dan juga pendidikan ketrampilan[9]
Lebih lanjut Khozin mengemukakan hasil penelitian Soedjoko Prasodjo tentang bentuk-bentuk pesantren dilihat dari perkembangan fisiknya yaitu: Pertama pesantren yang hanya terdiri dari masjid dan rumah kyai; Kedua pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, dan pondok; Ketiga pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok, dan madrasah; Keempat pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok, madrasah, dan tampat ketrampilan; Kelima pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok, madrasah, tempat ketrampilan, universitas, sekolah-sekolah umum, gedung pertemuan, tempat olah raga dan lain-lain[10].
TGH. L. Muhammad Faishal pada tanggal 15 Mei 1956/16 Muharram 1375, merintis sebuah pondok Pesantren yang diberi nama Manhalul Ulum, yang berdiri di atas tanah seluas 50 are. Adapun motivasi yang mendorong TGH. L. Muhammad Faishal mendirikan pondok pesantren adalah:
a.       Sebagai bentuk kepedulian terhadap pengembangan ilmu agama, dalam rangka membentuk manusia-manusia yang tafaqquh fi addien, bermoral, dan berakhlak mulia sehingga mampu memainkan peran di masyarakat.
b.      Sebagai wahana mengisi kemerdekaan dan pembangunan bangsa dalam rangka membantu pemerintah memainkan peran untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945.
Berasarkan motivasi tersebut, maka TGH. L. Muhammad Faishal membangun pondok pesantren sebagai basis pengembangan masyarakat, mengingat masyarakat Lombok khususnya di Praya yang hampir 100% muslim. Dengan demikian sangat diperlukan sebuah wadah dalam rangka membangun masyarakat yang berkepribadian serta berakhlak qur’ani.
Sistem pembelajaran pesantren yang dikembangkan disetting menjadi dua model, yaitu sistem halaqah dan klsikal. Namun sesungguhnya, saat ini dunia pesantren sebagaimana yang dikemukakan Syarifuddin bahwa pesantren bisa diformulasikan menjadi tiga model yaitu, Pertama, pesantren modern dengan ciri: (1) memilki manajemen dan administrasi dengan standar modern; (2) tidak terikat dengan figur kyai sebagai tokoh sentral; (3) pola dan sistem pendidikan modern dengan kurikulum ilmu agama dan umum; (4) sarana dan bentuk bangunan pesantren lebih mapan dan teratur. Kedua, pesantren tradisional, dengan ciri: (1) tidak memiliki manajemen dan administrasi modern, sistem pengelolaan berpusat pada aturan yang dibuat kyai dan diterjemahkan oleh para pengurus; (2) terikat kuat pada sosok kyai sebagai tokoh sentral; (3) pola dan sistem pendidikan bersifat konvensional berpijak pada tradisi lama; (4) bangunan asrama santri tidak tertata rapi, masih menggunakan bangunan kuno. Keempat, pesantren semi modern, paduan antara tradisional dan modern. Bercirikan nilai-nilai tradisional masih kental dipegang, kyai masih menenpati figur sentral, norma dan kode etik pesantren klasik tetap menjadi standar pola relasi dan norma keseharian.[11]
Jika ditelusuri berdasarkan konsep pesantren yang ditawarkan Syarifuddin tersebut di atas, maka pesantren yang dikembangkan TGH. L. Muhammad Faishal lebih mengarah pada model yang ketiga yaitu tipe semi modern, sebab pesantren Manhalul Ulum tidak hanya mengembangkan model pendidikan tradisional, namun juga eksis dengan sistem modern yang mengembangkan ilmu-ilmu umum, bahkan pesantren Manhalul Ulum juga mengembangkan manajemen modern dalam mengkoordinir kegiatan pesantren  seperti: Pusat Informasi Pesantren (PIP), Pos Kesehatan Pesantren (POSKESTREN), Pengurus Pusat Pengajian Manhalul Ulum (P3M), Ikatan Keluarga Alumni Manhalul Ulum (IKMAL), Ikatan Mahasiswa Alumni Manhalul Ulum (IMAMI).
Dengan demikian, maka konsep pesantren yang dikembangkan TGH. L. Muhammad Faishal lebih mengarah pada tipe pesantren semi modern, bukan pesantren modern yang tidak menjadikan kyai atau tuan guru sebagai sosok sentral dan bukan pula model pesantren tipe kedua yang mengembangkan konsep pendidikan yang kental akan tradisi lama. 

2.      Pendidikan Politik
Terdapat tiga pendangan tentang hubungan agama dan politik yaitu: pertama, agama dan negara tidak bisa dipisahkan, nilai-nilai agama harus dijakdikan dasar dalam konstitusi negara. Kedua, bersifat skularistik. Kelompok ini menolak, baik hubungan integeralistik maupun simbiotik antara agama dan negara. Ketiga, agama dan negara memiliki hubungan simbiotik, saling memerlukan secara timbal balik, agama memerlukan negara, sebab dengan negara agama dapat berkembang, begitu pula sebaliknya.[12]
TGH. L. Muhammad Faishal selain sebagai seorang ulama, beliau juga dikenal sebagai sosok politisi handal. Beliau memiliki keperibadian yang luar biasa. Sehingga Gus Dur pernah melontarkan pujian kepada sosok TGH. L. Muhammad Faishal. Gus Dur pernah menulis sebuah artikel di Harian Umum Kompas yang berjudul “Tuan Guru Faishal Potret Kepribadian NU”[13]. Dalam tulisan tersebut, Gus Dur mengungkapkan bahwa di NTB terdapat dua figur ulama besar yang sangat menonjok dan berpengaruh yaitu Tuan Guru Muhammad Zaenuddin Abdul Madjid (Pimpinan Nahdlatul Wathan) dan Tuan Guru Faishal (Ro’is Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama).
TGH. L. Muhammad Faishal adalah generasi kedua NU di NTB. Jika ditelusuri secara historis NU muncul di Lombok sejak tahun 1930-an yang dipopulerkan oleh Syekh Abdul Manan atas amanah Syekh Hasim Asy’ari Rais Akbar untuk membuka akses NU di Pulau Lombok.[14]
Sepeninggal syekh Abdul Manan, NU selanjutnya dikembangkan oleh TGH. M. Zaenuddin Abdul Madjid dan TGH. L. Muhammad Faishal yang ketika itu NU terintegrasi dalam Masyumi, dengan demikian, maka secara otomatis kedua Tuan Guru tersebut adalah pemegang kebijakan di Masyumi.
Ketika NU memisahkan diri dengan Masyumi, kedua tokoh ini pun selanjutnya memilih jalan yang berbeda. TGH. M. Zaenuddin Abdul Madjid tetap memilih Masyumi sementara TGH. L. Muhammad Faishal tetap konsisten di NU. Langkah ini ditempuh untuk membendung pengaruh PNI yang ketika itu menjadi rival dalam memperebutkan kursi di pemerintahan.
Semenjak tumbangnya orde lama yang kemudian beralih ke orde baru, TGH. M. Zaenuddin Abdul Madjid yang semula eksis di Masyumi selanjutnya hijrah ke Golkar sementara TGH. L. Muhammad Faishal tetap di NU. Pada kampanye pemilu 1971, partai politik memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan Golkar tidak terkecuali NU. Semenjak itulah kemudian hubungan TGH. M. Zaenuddin Abdul Madjid dan TGH. L. Muhammad Faishal mulai renggang.

Penutup
Tuan Guru selaku tokoh sentral dalam masyarakat memiliki  pengaruh yang cukup signifikan dalam kehidupan masyarakat Lombok. Karisma yang melekat pada sosok Tuan Guru menjadi nilai tersendiri bagi tuan guru untuk menghipnotis pengikut. Dengan demikian maka tidak mengherankan kemudian rancang bangun pendidikan Islam di pulau Lombok sesungguhnya memiliki relevansi yang kuat terhadap sosok Tuan Guru. TGH. L. Muhammad Faishal adalah salah satu tokoh spiritual yang telah mampu membangun pondasi pendidikan Islam di Pulau Lombok dengan membangun sistem pendidikan pesantren sebagai wadah untuk menata pribadi-pribadi islami. Hal ini sebagai bentuk kepedulian terhadap pengembangan ilmu agama, dalam rangka membentuk manusia-manusia yang tafaqquh fi addien, bermoral, dan berakhlak mulia sehingga mampu memainkan peran di masyarakat. Di samping  upaya pengembangan pendidikan Islam melalui pendidikan pesantren, TGH. L. Muhammad Faishal juga telah menawarkan konsep-konsep pendidikan Islam melalui jalur politik.


       [1] Lembaga Administrasi Negara (LAN) Republik Indonesia, Bahan Materi Pelatihan dan Prajabatan Pegawai Negeri Sipil Golongan III : Kepemimpinan. (Jakarta : LAN RI, 1996), 5
       [2] Deiar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 ( Jakarta : LP3ES, 1980), 18
      [3] Baharuddin, Elite Agama dan Politik (Yogyakarta: Genta Press, 2008), 49
       [4] TGH. Abd. Al Hannan adalah salah satu Tuan Guru di Pulau Lombok yang sangat konsisten dalam mengkampanyekan Islam. TGH. Abd. Al Hannan adalah seorang tokoh yang cukup karismatik dan terpandang dan sosok muballigh handal. Sebagai tokoh agama saat itu, TGH. Abd. Al Hannan sangat sibuk dengan tugas-tugas dalam mencerdaskan umat. Beliau menjadi tokoh sentral dalam menyelesaikan persoalan-persoalan keagamaan masyarakat ketika itu.  
       [5] Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholis Madjid terhadap Pendidikan Islam Tradisional ( Jakarta: Ciputat, 2002),  61
       [6] H. Djamaluddin & Abdullah Aly, Kapita selekta Pendidikan Islam (Bandung: CV. Pustaka setia, 1999), 100
       [7] Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: al Ikhlas, 1993), 89 Lihat juga: Depag RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren & Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya (Jakarta, 2003), 28 dan Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai :Kasus Pondok Pesantren Tebuireng (Malang: Kalimasahada, 1993), 5-6
        [9] Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia (Malang: UMM Press), 101
        [10] Khozin, Ibid.,101-102
       [11] Lihat: Hamdan Farchan Syarifuddin, Titik Tengkar Pesantren: Resolusi Konflik Masyarakat Pesantren (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), 1-2
      [12] Baharuddin, Elite Agama dan Politik (Yogyakarta: Genta Press, 2008), vi
       [13] Abdurrahman Wahid, Tuan Guru Faishal: Potret Kepribadian NU, Harian Umum Kompas, 23 Pebruari 1996
       [14] Nasri Anggara, TGH. L. Muhammad Faishal Tokoh Kader NU Tulen, Nurani Rakyat, Jum’at 20 Oktober 2006

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Partai politik telah memisahkan murid dari gurunya.ironis sekali

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus